Melakukan praktek-praktek korupsi, kolusi dan nepotisme ini berarti membawa peradaban bangsa dan negara ke arah kegelapan atau merupakan tindakan primitif sebab hanya memanfaatkan kekuasaan atau power.
Dahulu diera Orde Baru (Orba), sebelum kegiatan Sidang Umum Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) berlangsung maka ada kelompok orang-orang terpilih yang bekerja mempersiapkan bahan-bahan persidangan yang termasuk didalam struktur organisasi Badan Pekerja MPR yang akan menjadi pokok-pokok Ketetapan MPR (TAP MPR) dibentuk bersifat khusus dan sementara untuk sekali dalam masa 5 (lima) tahun periode kepemimpinan atau disebut Panitia Ad Hoc.
Menjelang Pemilihan Umum (Pemilu) Tahun 1997, tentu saja Badan Pekerja MPR ini telah terbentuk dan bekerja, adapun Panitia Ad Hoc ini selain beranggotakan unsur partai politik, dan utusan daerah, diantaranya juga berasal dari kalangan akademisi Perguruan Tinggi, tidak terkecuali dari Universitas Gadjah Mada (UGM), salah seorang yang memperoleh mandat, yaitu almarhum Profesor Doktor Mubyarto, Guru Besar Ekonomi UGM.
BI Bali Ungkap Transaksi QRIS Tembus Rp75 Miliar
Dalam suatu kesempatan, berceritalah almarhum Profesor Mubyarto kepada kami mengenai “perdebatan” yang terjadi didalam Panitia Ad Hoc yang membahas soal perekonomian nasional, khususnya perekonomian rakyat. Pada saat pembahasan mengenai terminologi “perekonomian rakyat” dengan berbagai keterbatasan akses ekonomi yang diperoleh rakyat selama masa pemerintahan Orde Baru, muncullah protes dari salah seorang anggota Panitia Ad Hoc yaitu Mbak Siti Hardiyanti Indra Rukmana atau lebih akrab dikenal dengan sebutan Mbak Tutut.
Singkat cerita dari pembahasan dalam rapat Panitia Ad Hoc itu, adalah pernyataan dari Mbak Tutut, yaitu beliau merasa juga adalah rakyat juga, namun disanggah oleh almarhum Profesor Mubyarto, yang menyampaikan, bahwa “dalam posisi saat ini, anda bukanlah rakyat”.
Lalu, apa kaitannya dengan kasus anak-anak Presiden Joko Widodo yang dipermasalahkan oleh Ubeidullah Badrun yang juga merupakan akademisi dari salah satu Perguruan Tinggi di Jakarta, yaitu Universitas Negeri Jakarta (UNJ) atas praktek korupsi, kolusi dan nepotisme saat ini? Yaitu, tidak lain adalah soal AKSES EKONOMI dari seseorang yang berasal dari kerabat pejabat publik dalam pemerintahan, baik pusat maupun daerah yang diterima berasal dari AKSES POLITIK nya.
Pemerintah Tetapkan Batas Pengembalian Pendahuluan Restitusi PPN Rp5 Miliar