Tiga Strategi Utama Pemerintah Atasi COVID-19
Jakarta – Pemerintah saat ini sedang menyiapkan berbagai kebijakan menuju adaptasi kebiasaan baru sebagai upaya percepatan penanganan Covid-19.
Tujuannya, agar kehidupan sosial dan ekonomi berangsur-angsur normal, dengan tetap memperhatikan data dan fakta di lapangan. Sebab permasalahan Covid-19 bukan semata-mata persoalan kesehatan, namun juga menyangkut ekonomi dan sosial.
“Pemerintah memiliki tiga kebijakan atau strategi utama dalam mengatasi pandemi Covid-19 ini. Pertama, dalam konteks kesehatan, pemerintah berusaha maksimal agar tidak terjadi kasus yang terus meningkat. Seluruh masyarakat harus dalam kondisi aman,” ujar Kepala Staf Kepresidenan Dr. Moeldoko pada Rapat Pimpinan Nasional III Majelis Nasional KAHMI dengan tema “Kebijakan Pemerintah Menuju Era The New Normal”, Selasa (9/6) di Gedung Bina Graha, Jakarta.
Kedua, lanjut Moeldoko, masyarakat harus bisa makan. Untuk itu, pemerintah menetapkan program perluasan bantuan sosial dan jarring pengaman sosial. Ketiga, masyarakat harus tetap bisa berusaha.
Secara khusus, pemerintah mendukung pengembangan UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) di masa pandemi ini. Untuk mencapai tiga upaya kebijakan strategis tersebut, pemerintah sudah menganggarkan biaya dari APBN.
“Bila kita tak memerhatikan sektor ekonomi maka masyarakat akan repot. Untuk itu, prioritas utama pemerintah adalah bagaimana menangani Covid-19 di berbagai sektor, tidak hanya kesehatan.” kata Moeldoko.
Pemerintah juga melakukan kolaborasi dengan berbagai pihak serta komunitas dalam menghadapi pandemi ini. “Kita harus percaya diri tak boleh pesimis menghadapi situasi ini karena bukan hanya Indonesia.
Kita bangun komunikasi yang tidak saling menyalahkan, tapi bagaimana membangun komunikasi yang baik menuju pada goyong-royong sehingga masalah pandemi ini bisa tuntas,” papar Moeldoko.
Pada kesempatan tersebut, Kepala Staf Presiden mengatakan saat ini pemerintah sedang menyusun berbagai protokol adaptasi kebiasaan baru secara lebih rinci, baik untuk sektor usaha, publik, tempat kerja, lembaga pendidikan atau sekolah, dan tempat ibadah.
“Semua kementerian sudah menyiapkannya dengan baik dan berkonsultasi dengan Kementerian Kesehatan agar sesuai dengan protokol yang ditetapkan Kementerian Kesehatan dan Badan Kesehatan Dunia (WHO),” ungkap Moeldoko.
Terkait relaksasi pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) menurut Moeldoko, pemerintah tidak akan terburu-buru mendeklarasikan bahwa suatu wilayah dikatakan aman karena mobilitas manusia tidak bisa dihentikan. Penentuan relaksasi ini juga tidak serta merta oleh pemerintah pusat.
Akan tetapi, hal itu merupakan kesepakatan dengan kepala daerah masing-masing. Oleh karena itu Presiden Joko Widodo setiap minggu selalu melakukan evaluasi perkembangan COVID-19 di seluruh wilah. Hasil dari evaluasi tersebut menjadi dasar pemerintah mengukur penyebaran COVID-19.
Pemerintah memiliki berbagai parameter untuk menetapkan apakah suatu wilayah sudah dapat dinyatakan zona hijau atau belum. Semuanya harus dikalkulasi dengan baik berdasarkan data epidemiologis serta hasil tes yang dilakukan secara massal “Pemerintah daerah akan melakukan simulasi untuk sektor strategis. Misalnya di DKI sekarang pada masa transisi sebagai sebuah prakondisi relaksasi agar masyarakat betul-betul siap nanti di masa zona hijau,” ungkap Moeldoko.
Moeldoko meminta protokol kesehatan yang ketat untuk terus diterapkan, sehingga tatanan normal baru akan dapat diterapkan ke semua sektor dan wilayah. Komitmen dari masyarakat dan dunia usaha harus betul-betul terjaga dengan baik agar angka kasus terinfeksi Covid-19 tidak meningkat.
Transmisi atau penularan Covid-19 masih sangat mungkin terus terjadi. Karena itu, setiap orang harus dipastikan disiplin dan komitmen mematuhi protokol kesehatan. (fik)