Adaptasi di Segala Bidang pada Masa Pandemi, Mulai Saja Dulu
Sumba Timur- Pandemi mengubah banyak hal dalam kehidupan. Sejumlah aktivitas pun terhenti karena pembatasan mobilitas (sosial) yang dilakukan pemerintah. Akibatnya, tak sedikit masyarakat yang kehilangan pekerjaan dan perekonomian pun terganggu.
Kenyataan pahit ini tak hanya diri kita seorang yang mengalaminya tetapi dirasakan hampir menyeluruh penduduk banyak negara. Meski begitu, kita punya pilihan untuk tetap produkti dan kreatif selama pandemi agar bisa bertahan.
Hal itu dikatakan oleh Alki Adi Joyo Diharjo, CEO Viding dalam Webinar Literasi Digital wilayah Kabupaten Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur, pada Jumat 9 Juli 2021. Menurut Alki, kita mempunyai pilihan dalam menjalani pandemi ini, berdiam diri atau berupaya beradaptasi untuk mencari solusi.
“Banyak yang harus diubah menyikapi kondisi pandemi. Kita tak bisa berdiam meratapi nasib saja tetapi harus mau beradaptasi untuk mencari solusi,” kata Alki dalam Webinar yang dipandu oleh Jhoni Chandra ini.
Alki juga mengatakan tak perlu berpikir lama-lama untuk mencoba beradaptasi karena mau tidak mau memang harus dilakukan. “Mulai saja dulu,” sarannya.
Salah satu bentuk adaptasi yang harus dilakukan masyarakat di masa pandemi adalah transaksi digital yang memang lebih praktis, hemat, dan mudah.
Seperti yang dikatakan oleh Lusianus Heronimus Sinyo Kelen, Dosen Universitas Sumba, bahwa perkembangan transaksi digital di Indonesi dari waktu ke waktu semakin meningkat.
“Faktanya memang banyak berita tren positif akan transaksi digital misalnya di tahun 2021 ada peningkatan transaksi digital di kuartal pertama. Dan ada pergeseran transaksi sebelum dan sesudah pandemic,” tutur Lusianus.
Untuk itu, lanjutnya, karena transaksi dgital makin lama makin digemari maka regulator bank perlu mengambil kebijakan aturannya terkait transaksi digital yang kian meningkat.
Lusianus juga memperingatkan sisi negatif dari transaksi digital termasuk munculnya sejumlah kejahatan siber. Dikatakannya kenyataannya juga memang taka da satu sistempun yang dibangun bisa 100 persen aman.
Tetapi kita sebagai pengguna ruang digital bisa meminimalisir dampak negatrif yang ada. “Tak ada satu sistem yang dibangun aman. Kita bisa saja terkena kejahatan siber. Untuk itu Transaksi digital perlu diantisipasi karena punya dampak negative juga.”
Untuk mengatasi dampak negatifnya diperlukan sikap kehati-hatian dalam bertransaksi digital. Misal saja dengan tidak sembaranagn memposting yang pribasi, menahan diri berprilaku konsumtif.
Webinar Literasi Digital wilayah Kabupaten Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur, merupakan bagian dari sosialisasi Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 yang diselenggarakan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika. Webinar kali ini juga mengundang nara sumber seperti Sofia Sari Dewi, Fashion Designer dan Digital Content Creator, Arini Aha Pekuwali, Ketua Program Study Teknik Informatika Universitas Kristen Wira Wacana Sumba dan Bayu Eka Sari sebgaia Key Opinion Leader.
Kegiatan ini merupakan bagian dari program Literasi Digital di 34 Provinsi dan 514 Kabupaten dengan 4 pilar utama. Di antaranya kecakapan digital, etika digital, budaya digital, dan keamanan digital, untuk membuat masyarakat Indonesia semakin cakap digital. Kegiatan ini menargetkan 10.000.000 orang terliterasi digital pada tahun 2021, hingga tercapai 50 juta orang terliterasi digital pada 2024.