Gunakan Bahasa Baik dan Benar di Media Sosial

0

Ambon – Bahasa merupakan salah satu simbol komunikasi agar komunikator dan komunikan mampu memahami pesan yang ingin disampaikan. Di Indonesia sendiri, sudah sejak lama berbahasa secara baik dan bijak. Menurut Iwan Rumalean, Akademisi Universitas Pattimura Ambon, bahasa juga menjadi salah satu budaya yang harus dilestarikan. Kemudian, budaya berbahasa yang baik dan bijak juga relevan dengan amalan agama apapun.

“Kita akan membicarakan mengenai penggunaan bahasa, bahasa yang baik, bahasa yang benar, dan dunia digital. Di zaman digital ini, banyak persoalan atau permasalahan yang dijalani oleh masyarakat berkaitan dengan persoalan bahasa. Karena itu, melalui bahasa kita seharusnya menjadi makhluk yang beradab. Akan tetapi yang terjadi banyak masyarakat yang terjerumus dalam persoalan hukum akibat ujaran kebencian, penistaan, dan sebagainya,” ujar Iwan, saat menjadi pembicara dalam Webinar Literasi Digital di Kota Ambon, Maluku, Kamis (8/7/2021).

Kelly menyampaikan, dalam kehidupan banyak hal yang kita lakukan dan mengandung unsur penistaan terhadap bahasa. Bentuk penistaan terhadap bahasa ialah tidak menggunakan bahasa dengan baik dan bijak di ruang publik. Oleh karena itu, banyak persoalan hukum yang muncul diakibatkan bahasa dengan sanksi hukum dan moral.

Bahasa yang baik itu adalah bahasa yang sesuai dengan konteks perkembangan sosial. Sedangkan, bahasa yang benar adalah bahasa sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan. Landasan bahasa tersebut dianggap benar atau salah adalah KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) dan PUEBI, serta standar SPOK.

“Yang menarik adalah bahasa yang baik. Misalnya, ketika kita berbelanja ke pasar tidak harus menggunakan bahasa yang benar, tetapi bahasa yang baik. Bahasa yang baik digunakan di pasar ialah bahasa sosial. Inilah yang dimaksud dengan bahasa yang baik,” tuturnya.

Lanjutnya, beberapa persoalan penggunaan bahasa seperti diksi, budaya, dan tempat penggunaan. Selain itu, penggunaan bahasa juga berkaitan dengan faktor sosial, yaitu strata sosial dan kelas sosial. Pada masyarakat kita, kelas sosial itu bisa berubah seiring berjalannya waktu. Berbeda dengan strata sosial yang umumnya statis, misalnya di beberapa daerah ada sultan/raja dan jabatannya dipilih berdasarkan keturunan. Jadi, kalau menggunakan diksi tanpa memperhatikan kedua faktor tersebut, tidak menutup kemungkinan apabila salah bisa dibawa ke ranah hukum.

Ia memaparkan, sepanjang 2020, Polda Metro Jaya menanganin sebanyak 443 kasus hoaks dan ujaran kebencian. Hoaks dan ujaran kebencian ini berhubungan dengan bahasa. Karena pada dasarnya, hoaks merupakan berita bohong yang tidak benar. Kemudian, ujaran kebencian juga berkaitan dengan bahasa. Ujaran atau ucapan merupakan bahasa yang konkrit, bisa kita dengar dan maknai.

Selain itu, fenomena kebahasaan juga muncul dari berbagai belahan dunia. Misalnya, OTW yang merupakan singkatan dari on the way. Oleh karena itu, bahasa atau ujaran yang digunakan janganlah menggunakan singkatan-singkatan yang membingungkan. Tujuan tidak menggunakan singkatan yang membingungkan agar penerima pesan tidak salah dalam menafsirkan.

Webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) bersama Siberkreasi. Webinar wilayah  Kota Ambon, Maluku, Kamis (8/7/2021) ini juga menghadirkan pembicara, Abang Suluh Husodo (CEO Maxplus), Kelly Oktavian (Chief Commercial Officer Riuh Renjana), Millian Thenu (Leader Of Laste Production, Musisi), dan Halifa Intania.

Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital merupakan rangkaian panjang kegiatan webinar di seluruh penjuru Indonesia. Kegiatan ini menargetkan 10.000.000 orang terliterasi digital pada tahun 2021, hingga tercapai 50 juta orang terliterasi digital pada 2024.

Kegiatan ini merupakan bagian dari program Literasi Digital di 34 Provinsi dan 514 Kabupaten dengan 4 pilar utama. Di antaranya Budaya Bermedia Digital (Digital Culture), Aman Bermedia (Digital Safety), Etis Bermedia Digital (Digital Ethics), dan Cakap Bermedia Digital (Digital Skills) untuk membuat masyarakat Indonesia semakin cakap digital.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *