92,40 Persen Berita Hoaks Menyebar Lewat Media Sosial
Sumba Tengah – Salah satu yang harus diwaspadai dari meluasnya penggunaan dunia digital yang sangat luas adalah menyebarnya berita hoaks di masyarakat. Karena dampak berita hoax akan sangat besar di warganet yang memiliki kecakapan membaca rendah.
Menurut Umbu Paru Lowu Dawa, S.Pi, M.Sc, Dekan FPIK, UKAW Kupang berita hoax bisa membuat kecemasan, permusuhan dan kebencian di masyarakat.
“Untuk mengatasi berita hoax salah satuya adalah kemauang untuk mendengarkan perkataan orang lain untuk mengerecek kebenaran berita hoax dan sangat banyak manfaatnya, paling tidak ada satu hal yang diketahui oleh orang lain tetapi tidak Anda ketahui,” ujar Umbu Paru dalam Webinar Literasi Digital wilayah Kabupaten Sumba Tengah, Nusa Tenggara Timur, Selasa 27 Juli 2021.
Hoax menurut kamus besar Bahasa (KBBI) Indonesia adalah berita bohong atau berita tidak bersumber. Ciri-ciri berita hoax diantaranya adalah sumber berita yang tidak jelas. Selain itu isi pemberitaan tidak berimbang dan cenderung menyudutkan pihak tertentu.
“Berita hoax seringkali bermuatan fanatisme atas nama ideologi. Sementara itu biasanya juga judul dan pengantarnya provokatif. Kerap kali berita hoax diakhiri dengan permintaan supaya berita tadi dishare atau diviralkan dengan sebelumnya disertai dengan memanipulasi foto dan keterangannya,” imbuhnya dalam webinar yang dipandu oleh Eddie Bingky.
Biasanya hoax yang tersebar di masyarakat ada beberapa jenis, diantaranya adalah satire atau parodi yang pada dasarnya tidak ada niat untuk melakukan tetapi ada potensi untuk mengelabui. Selain itu ada juga hoas dengan konten yang menyesatkan yaitu penggunaan informasi yang menyesatkan untuk membingkai sebuah isu atau individu.
Jenis lain adalah hoaks yang berisi konten tiruan dengan meniru konten aslinya dan konten baru yang 100% salah dan didesain untuk menipu atau merugikan. Ada juga konten dengan judul, gambar atau keterangan tidak mendukung konten. Serta konten yang salah dimana konten yang asli dipadankan dengan konteks informasi yang salah. Dan konten yang dimanipulasi, ketika informasi atau gambar yang asli dipakai untuk menipu.
Ia menjelaskan bahwa hoaks yang paling sering beredar dan diterima masyarakat berbentuk tulisan sebanyak 62,10 persen, gambar 37,50 persen dan video 0,40 persen. Sedangkan saluran yang menjadi alat menyebarkan adalah lewat radio 1,20 persen, email 3,10 persen dan sosmed 92,40 persen.
Jadi bisa terlihat bahwa semakin menyebarnya penggunaan sosmed di ruang digital yang meningkat terus amat berdampak juga pada suasana kondusif di masyarakat. Dan penyebaran hoax yang begitu tinggi intensitasnya harus diatasi bersama-sama sebab dampaknya banyak.
Dampak hoax diantaranya adalah menyita waktu,tenaga, dan kuota. Hoax juga bisa memicu perpecahan dan pertikaian. Bahkan hoax bisa menurunkan reputasi pihak yang dirugikan. Untuk pembuat kebijakan hoax bisa memberikan informasi yang salah kepada pembuat kebijaksanaan. Yang menjadikan pihak terkait tidak lagi bisa dipercaya (post-truth-era).
Selain hoaks, dampak buruk dunia digital yang harus diwaspadai adalah efek negatifnya bagi anakanak. Mengingat penggunaan ponsel pada anak-anak cukup tinggi. Menurut Gebryn Benjamin, Lead Crative Strategy Frente Indonesia teknologi digital selalu berkembang dan selalu ada yang baru seiring dengan bergeraknya waktu.
“Perkembangan ini juga diikuti oleh fasilitas yang juga berkembang sesuai jaman seperti perubahan komunikasi, hiburan, permainan, alat bantu pendidkan, kesehetahan dan lain sebagainya. Khusus untuk dunia digital anak-anak, kita dituntut untuk mengawasi anak yang juga akan selalu berubah mengikuti perkembangan jaman. Dan hal ini menjadi tugas dan tanggungjawab orang tua,” ujar Gebryn.
Ia juga mengajak para orang tua untuk fokus menjaga anak anak dari pengaruh buruk internet. Karena dunia internet tak bisa dilepaskan sebagai alat bantu juga untuk keseharian anak di tengah suasana pandemi yang mengharuskan kegiatan sekolah daring.
Dengan internet, orang tua juga merasa semakin percaya diri dalam membantu anak menggunakan internet dengan aman tetapi selalu ada lebih banyak hal yang bisa bisa dilakukan. Kendati banyak terbantukan oleh internet, banyak juga orang tua yang khawatir.
Melansir survei yang digelar pada Februari 2021 yang menyebutkan bahwa 51 persen orang tua dari anak yang bersekolah online selama pandemi merasakan peningkatan kekhawatiran tentang keamanan online.
“Anak anak akan selalu ingin tahu. Pengaruh buruk internet dan gadget terhadap anak anak dianntaranya bisa membuat kecanduan, sulit konsentrasi, berontak, menyendiri, cuek, dan gangguan pada pertumbuhan fisik,” imbuhnya.
Selain itu, anak anak juga harus diwaspadai akan dapat melihat konten yang tidak pantas untuk usianya yang berakibat mengganggu fisik. Anak anak juga bisa terancam dari sisi keamanan yaitu adanya spam dan peretasan, juga perundungan atay bullying.
Karenanya ia memberi tips untuk mengawasi anak-anak di dunia digital. Diantaranya adalah dengan tetap menjalin komunikasi yang baik dan hangat, selalu cari informasi tentang perkembangan teknologi. Bisa juga dengan menggunakan platform yang sudah punya reputasi baik terkait keamanan pengguna pada gawai anak
“Cari tahu tentang aktivitas anak (media, game sosmed dan chat), jauhkan dari aplikasi dan sosial media yang belum layak, temani anak saat akses internet dan batasi waktu dan akses penggunaan dan ajari anak untuk membuat sandi yang aman.”
Selain Gebryn dan Umbu Paru, juga hadir dua pembicara lain yaitu Rendy Doroii, COO Mediology Digital Indonesia dan Eryvia Maronie sebagai Key Opinion Leader.
Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital merupakan rangkaian panjang kegiatan webinar di seluruh penjuru Indonesia. Kegiatan ini menargetkan 10.000.000 orang terliterasi digital pada tahun 2021, hingga tercapai 50 juta orang terliterasi digital pada 2024.
Kegiatan ini merupakan bagian dari program Literasi Digital di 34 Provinsi dan 514 Kabupaten dengan 4 pilar utama. Di antaranya Budaya Bermedia Digital (Digital Culture), Aman Bermedia (Digital Safety), Etis Bermedia Digital (Digital Ethics), dan Cakap Bermedia Digital (Digital Skills) untuk membuat masyarakat Indonesia semakin cakap digital.