Gawat, Hoaks di Masa Pandemi Jadi Pemicu Warga Tak Disiplin Protokol Kesehatan
Tabanan – meluaskanya penggunaan internet termasuk di dalamnya media sosial disikapi beragam masyarakat, disamping banyak yang memanfaatkan untuk beragam sisi positif termasuk mendapatkan begitu banyak informasi dan pengetahuan, tetapi ada banyak juga sisi negatifnya.
Salah satu sisi negatif dari semakin luasnya penggunaan internet adalah semakin meluasnya penyebaran berita palsu atau hoaks. Menurut Drs. I Wayan Muliantara, Wakasek Kesiswaan SMAN 1 Kediri saat menjadi narasumber dalam Webinar Literasi Digital di Kabupaten Tabanan Bali Senin 16 Agustus 2021, penyebaran berita hoaks berdampak pada sisi psikologis, sosial budaya dan politik.
“Apalagi di masa pandemi hoaks semakin banyak sejak WHO resmi mengumunkan covid 19 sebagai pandemi global pada Rabu 19 Maret 2020. Saat itu pemberitaan tentang covid19 berkembang pesat dan menimbulkan berbagai macam informasi (lisan, cetak, online, medsos dan lain sebagainya),” ujar Wayan Muliantara dalam webinar yang digelar oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika bekerjasama Siberkreasi.
Lebih lanjut dijelaskannya bahwa dampak psikologis dari berita hoaks berkaitan dengan dampak kehidupan mental kejiwaan termasuk fenomena perasaan dan keinginan yang mempengaruhi pikiran logis dalam mengambil keputusan-keputusan dan lain-lain.
Karena terlalu sering menerima dan mempercayai berita hoaks maka di suatu saat akan berakibat seseorang menjadi mudah marah dan tersinggung, lekas khawatiran dan cemas, tertekan, stress atau depresi. “Karena hoaks, seseorang bisa juga kurang bergairah dan pesimis dalam menjalani hidup, kurang memiliki rasa tanggung jawab, sulit tidur atau juga bisa hiperaktif,” imbuhnya.
Selain itu dampak psikologis berita hoaks, dalam sebuah studi para psikolog sepakat bahwa berita hoaks bisa memberikan dampak buruk pada kesehatan mental. Hal ini juga berpengaruh pada aspek psikologis. Orang-orang yang enggan mencari tahu kebenaran suatu berita akan merasa kurang percaya diri dan suka menganggap diri mereka negatif.
Sementara itu dampak sosial budaya dari hoaks berkaitan dengan dampak interaksi individu yang berhubungan satu sama lain dalam kehidupan masyarakat yang menimbulkan kebiasaan kebiasaan dalam kurun waktu tertentu. Karena terpapar berita hoaks seseorang bisa memandang nilai-nilai kejujuran agama moral dan lain-lain, tidak penting lagi di masyarakat.
“Dampak sosial dan budayanya juga bisa bersikap antipasti, tertutup, malas bergaul dengan orang-orang sekitar. Sehingga kemudian muncul perilaku menyimpang dan menjadi kebiasaan kebiasaan rutin, misalnya tidak bisa lepas dari gawai pecandu gawai,” tuturnya.
Dengan terlalu seringnya memegang gawai, sehingga bisa dihabiskan hanya untuk menebar informasi yang tidak penting mengarah menjadi pecandu gosip. Bisa juga seseorang jadi pura-pura tidak tahu padahal tahu tentang ketidakbenaran informasi.
Kabar terkait pandemi covid yang berdampak pada sosial budaya dari paparan berita hoaks adalah adanya disinformasi tentang covid19. Dan hoaks menjadi salah satu pemicu yang membuat masyarakat berperilaku untuk tidak disiplin mematuhi protokol kesehatan.
Sedangkan untuk dampak politik, berkaitan dengan dampak akibat kebijakan yang bertujuan untuk membuat, mempertahankan, dan mengamandemen peraturan-peraturan umum yang mengatur kehidupan masyarakat. Dan akibat hoaks ini juga masyarakat bisa memandang negara tidak becus.
“Selain itu, akibat hoaks ini juga sebagian masyarakat berpandangan adanya pemimpin yang lemah secara otoritas, hukum yang tidak serius dan dapat dimain mainkan. Atau bahkan penafsiran sendiri adanya tokoh atau profil tertentu sebagai dalang atau aktor yang berkepentingan dalam pemberitaan.”
Selain I Wayan Muliantara, sejumlah pembicara lain adalah Fajar Sidik, Zinester & Pdcaster, Nannette Jacobus, Relawan Kemanusiaan dan Fitriyani sebagai Key Opinion Leader.
Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital merupakan rangkaian panjang kegiatan webinar di seluruh penjuru Indonesia. Kegiatan ini menargetkan 10.000.000 orang terliterasi digital pada tahun 2021, hingga tercapai 50 juta orang terliterasi digital pada 2024.
Kegiatan ini merupakan bagian dari program Literasi Digital di 34 Provinsi dan 514 Kabupaten dengan 4 pilar utama. Di antaranya Budaya Bermedia Digital (Digital Culture), Aman Bermedia (Digital Safety), Etis Bermedia Digital (Digital Ethics), dan Cakap Bermedia Digital (Digital Skills) untuk membuat masyarakat Indonesia semakin cakap digital.