Hati-Hati Berkomentar di Media Sosial
Tabanan -Komen netizen di sebuah unggahan media sosial kerap menggelitik. Ketika kita melihat sebuah konten yang di-share melalui media sosial seperti Facebook Instagram YouTube ataupun media sosial lainnya ada bagian yang terkadang lebih menarik daripada konten itu sendiri yaitu komentar netizen,
Menurut Ni Made Ari Tresnawati, S.Pd, dalam Webinar Literasi Digital wilayah Kabupaten Tabanan, Bali, Kamis 9 September 2021, pada dasarnya komentar warganet dibagi menjadi dua positif dan negatif.
“Komentar negatif berupa dukungan atau pujian dan negatif seperti pencemaran nama baik, ucapan atau ujaran kebencian hingga penghinaan,” ujar Made Ari dalam webinar yang dipandu oleh Tony Thamrin ini.
Dikatakannya bahwa apa yang kita tulis di dunia maya adalah bagaimana orang mengenal diri kita. Komentar-komentar yang kita unggah dapat mencerminkan siapa diri kita jika kita. Memang dunia digital kejam, bebas namun bertanggung jawab.
Komentar yang kita ketik akan tercatat di sejarah internet dan sangat mudah digali ulang apalagi banyak sekali yang dapat melihat. Dan hal yang harus diperhatikan adalah adalah etika dalam berkomunikasi berpendapat atau memberikan komentar pada kolom komentar contohnya pada media sosial kontrol jarimu
Selain itu harus diingat pula bahwa komentar negatif kerap kali berujung dengan masalah hukum dengan adanya Undang-Undang ITE. Undang-undang informasi dan transaksi elektronik adalah UU yang mengatur tentang informasi serta transaksi elektronik atau teknologi informasi secara umum.
Pasal 28 ayat 2 UU ITE bila dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditunjukkan untuk menumbuhkan rasa kebencian atau permusuhan individu maupun kelompok tertentu.
Untuk itu kita harus mengetahui komentar yang mana yang harus dihindari agar terhindar dari masalah. Diantaranya adalah komentar yang berisi body shaming yang merupakan bentuk dari tindakan mengejek atau menghina dengan komentar seputar fisik yang meliputi bentuk, ukuran serta penampilan seseorang.
Selain itu perlu dihindari juga komentar yang berisi tentang hoax yang merupakan berita bohong atau kabar palsu atau berita yang tidak bersumber. Hoax adalah informasi yang sesungguhnya tidak benar tapi dibuat seolah-olah benar adanya dan diverifikasi kebenarannya dengan kata lain sebagai upaya memutarbalikan fakta.
Komentar lainnya yang patut dihindari adalah komentar yang berisi ancaman. Misalnya seseorang yang memiliki hubungan tidak baik tanpa disadari akan saling mengancam hingga membuat takut melalui komentar di media sosial. Juga komentar kesusilaan yang merupakan tindakan seseorang yang merendahkan orang lain dengan memberikan komentar yang ditujukan secara pribadi di media sosial.
Serta komentar yang mengandung SARA misalnya seseorang menyebarluaskan informasi yang berisi provokasi terhadap suku atau agama tertentu dengan tujuan menghasut masyarakat agar benci hingga melakukan tindakan anarkis kepada orang atau kelompok lain.
Untuk bijak berkomentar dan beretika di dunia digital, pastikan konten benar atau hoax, baca dan pahami content secara keseluruhan sebelum berkomentar dan jangan mencari fakta di komen-komen orang lain yang bisa saja itu adalah sebuah pendapat.
“Pertimbangkan komentar kita bermanfaat atau tidak dan jika memberi masukan atau nasehat sebaiknya secara pribadi. Serta harus diingat juga jangan tanyakan hal yang terlalu privasi juga pahami bahwa berdiskusi jangan sampai berdebat,” katanya.
Selain Made Ari, sejumlah pembicara lain yaitu DR. Aripin, Eksekutif Direktur INCCA, Sofia Sari Dewi, Fashion Designer, Content Creator, Ni Made Ari Tresnawati, S.Pd, Guru SMK Negeri 3 Tabanan dan Bayu EKa Sari sebagai Key Opinion Leader.
Webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) bersama Siberkreasi. Kegiatan ini menargetkan 10.000.000 orang terliterasi digital pada tahun 2021, hingga tercapai 50 juta orang terliterasi digital pada 2024.
Kegiatan ini merupakan bagian dari program Literasi Digital di 34 Provinsi dan 514 Kabupaten dengan 4 pilar utama. Di antaranya Budaya Bermedia Digital (Digital Culture), Aman Bermedia (Digital Safety), Etis Bermedia Digital (Digital Ethics), dan Cakap Bermedia Digital (Digital Skills) untuk membuat masyarakat Indonesia semakin cakap digital.