Komisi IV DPR Soroti Turunnya Ekspor Tuna RI
DENPASAR– Komisi IV DPR RI mempertanyakan anjloknya hasil tangkapan tuna yang menyebabkan turunnya ekspor yang berdampak pada pendapatan negara. Ekspor tuna terus merosot bahkan tahun 2017 hanya 2.200 kilo ton padahal tahun 2014 mencapai 8 ribu kilo ton lebih.
Bahkan Indonesia sempat Berjaya di tahun 2013 silam. “Akibat merosotnya ekspor tersebut berdampak pada kehilangan pendapatan hingga Rp400 miliar per tahun,” ujar Anggota Komisi IV asal Bali AA Bagus Adhi Mahendra Putra di sela-sela kunjungan Komisi IV DPR RI ke Loka Riset Perikanan Tuna di Suwung Kangin, Sidakarya, Denpasar, Senin (19/2).
Komisi IV sengaja datang untuk mencari data tuna yang dinilai belum sinkron antara ATLI (Asosiasi Tuna Longline Indonesia) dengan KKP serta BPS. Menurut Bagus Adhi Mahendra Putra kondisi tangkapan tuna yang berdampak pada turunnya ekspor itu harus dicarikan solusinya sebab dampaknya bukan hanya pada ekspor juga nelayan/pengusaha.
kondisi itu memang bisa disebabkan sejumlah faktor di antaranya kebijakan menteri terkait serta adanya pelarangan transhipment yang menyebabkan pengusaha merubah alat tangkap cumi dan jaring selain faktor adanya pengaruh iklim.
Ketua Tim Komisi IV DPR RI Viva Yoga Mauladi menjelaskan kunjungan kerja yang dilakukan pada masa reses persidangan ketiga ke lokasi riset perikanan di Denpasar ini dalam rangka misi pengawasan. “Kita ingin mengetahui realisasi anggaran yang ada di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), khususnya di sini karena ada beberapa hal yg perlu mendapatkan perhatian,” kata Viva.
Menurut Viva Yoga salah satu hal yang perlu dikonfirmasi adalah persoalan data ekspor-impor ikan tuna dari dan ke Indonesia.
Menurutnya, masih ada ketidaksesuaian data yang ekspor-impor ikan tuna. “Jumlah impor masih ada silang sengketa dan mengatakan tuna masih impor. Tapi dari Pak Dirjen mengatakan tuna tidak impor melainkan kita ekspor. Nanti kita lihat data dari BPS. Apakah ikan tuna itu ada impornya atau tidak, nanti BPS yang menjelaskan,” tegasnya.
Menurutnya, mengacu pada data di lapangan ikan tuna masih impor dari luar negeri. “Data di lapangan masih menunjukkan adanya impor. Nanti kita akan minta penjelasan pada KKP secara khusus dan BPS terkait dengan data itu,” ungkapnya. Viva Yoga menganggap persoalan data ikan tuna sangat penting oleh karena berkaitan dengan kebijakan swasembada pangan yang dicanangkan pemerintah.
Soal transhipment, Viva Yoga menyebut hal itu harus dilakukan dengan catatan ada pengawasan cukup ketat. Jangan sampai transhipment itu dilakukan sebagai ilegal fishing. Jadi itu dalam rangka untuk pengembangan produksi ikan di Indonesia.
“Kan kementerian tidak boleh melarang, tapi tidak ada solusi seperti jarak kapal dengan transhipment dan nelayan memilih migrasi. Proses pelarangan terhadap dunia industri ikan itu dalam rangka meningkatkan devisa untuk meningkatkan produktiviats perikanan, untuk meningkatkan kesejahteraan nelayan. Intinya di situ,” sarannya