Kopi Plaga Tembus Pasar Internasional, Berkat KemenKop UKM Lewat Coop Coffee

0

Badung – Menyusul semakin concernnya negara-negara maju seperti Jepang, Korea Selatan dan Thailand mendeklarasikan diri sebagai negara ramah Muslim, Indonesia dengan populasi Muslim terbesar di dunia terus bergiat di berbagai sisi untuk urusan produk halal.

Seperti langkah yang diambil lewat Sinergi PINBAS MUI dengan Kementerin Koperasi & UKM Lewat Coop Coffee dalam acara panen raya petani kopi Banjar Semanik Sari, Desa Plaga, Kecamatan Petang, Badung, Jumat 9 Agustus 2019.

Dalam panen raya yang menghadirkan Direktur Pusat Inkubasi Bisnis Majelis Ulama Indonesia (MUI), ada angin segar untuk Kopi Plaga yang akan segera mendapat Sertifikat Halal.

“Kita sudah melihat secara langsung bagaimana proses panen kemudian produksi kopi ini, jadi sebenarnya tidak begitu sulit memberikan sertifikasi halal. Karena sumber bahan bakunya jelas, prosesnya jelas dan hasilnya juga jelas, sehingga dalam waktu dekat insyaallah kita akan fasilitasi teman-teman ini untuk mendapatkan sertifikasi,” ujar Direktur Pusat Inkubasi Bisnis Majelis Ulama Indonesia (MUI), Azrul Tanjung disela-sela panen raya kopi Plaga di Banjar Semanik, Desa Plaga, Jumat 9 Agustus 2019.

Azrul yang juga menjabat Ketua Komite Ekonomi MUI menjelaskan, pentingnya pemahaman halal. Karena halal bukan hanya semata lepas dari sesuatu yang haram, tetapi juga sesuatu yang dihasilkan dari bahan baku dan proses yang berkualitas.

“Kenapa penting kita bicara halal, nah halal ini tidak semata-mata lepas dari sesuatu yang haram tetapi juga proses dan kualitas. dalam islam disebut dengan halalal toyibah, nah dalam halalan toyibah ini menunjukan kualitas,”

Azrul juga mengapresiasi kinerja Coop Coffee Kementrian Koperasi melalui Deputi Pembiayaan, karena berkat edukasi yang dilakukan kepada para petani sehingga Kopi Plaga menembus pasar Internasional yakni Starbucks yang telah berkomitmen membeli hasil kopi petani Plaga. Pihaknya juga berjanji akan memfasilitasi petani kopi Plaga agar menjadi kopi global.

“Masuknya Starbucks sudah menunjukan bahwa Starcbuks tidak hanya berkomitmen kepada petani, tetapi mereka melihat bahwa kualitas kopi di sini bagus, prosesnya juga bagus sehingga pasar sangat terbuka. Jadi ini menjadi hal penting kearifan ekonomi lokal bagi masyarakat bali. Saya kira potensinya sangat-sangat bagus. Ini harus kita bisa terus menerus dan petani harus kita edukasi.

Kenapa? Hasilnya bagus tapi prosesnya kurang bagus juga menghasilkan hasil yang kurang bagus. Kopinya kan bagus sekali ini, tapi kalau yang dipanen itu bukan kopi cherry atau kopi yang merah ya hasilnya kurang bagus,” ungkap Azrul.

MUI berharap, arus ekonomi baru yang diprogramkan oleh Pemerintahan Jokowi – Ma’ruf Amin dalam program kerja Kabinet Indonesia Kerja (KIK) nantinya, dapat mendorong semua hasil pertanian ciri khas lokal dapat menjadi hasil hasil yang bersaing secara global.

Di kesempatan yang sama, Kelompok Petani Kopi Semanik Sari, I Ketut Sudi mengatakan, sebelum adanya edukasi oleh tim Coop Cofee Kementrian Koperasi, para petani kopi di Plaga enggan merawat kopi karena kendala pemasaran dan ketidaktahuan proses pengolahan kopi untuk menghasilkan citarasa kopi yang bagus. Namun sejak dua tahun belakangan,kelompoknya diajarkan budidaya kopi hingga proses pengolahan sehingga saat ini petani kopi plaga kembali menggeluti komoditi kopi.

“Sebelum dapat pembelajaran dari tim kementrian koperasi, patani kopi di sini sudah beralih ke komoditas pertanian lain. Karena pemasarannya kurang, kemudian dari budidaya juga belum. Sekarang setelah ada pendampingan dari kementrian kemudian belajar untuk mengikuti operasional prosedur, sehingga kami bisa menciptakan citarasa kopi lebih bagus sehingga pemasaran lebih lancar dan petani sudah semakin bertambah menjadi petani kopi,” ungkap Ketut Sudi.

Sementara, Ketua Koperasi Nasioanal, Reza fabianus mengatakan, dalam program pemasaran khususnya pertanian perkebunan dalam konteks hulu ke hilir, selama ini ada permasalahan antara permintaan pasar dan kualitas produksi dari UKM.

“Data statistik eskpor kopi Indonesia ke dunia sejak 2015 dan seetrusnya itu, 1 Milyar US Dolar. Jadi singkatnya, pasar itu besar, namun pertanyaan sederhananya, mengapa petani belum menikmati hasil daripada pasar nilai besar dari penjualan kopi tersebut. Sehingga dalam konteks pemasaran hulu dan hilir, kami menciba untuk membuka jaringan pemasaran bagi produk UKM dalam hal ini produk hasil pertanian perkebunan khususnya kopi Arabica,” ungkap Reza.

Namun demikian menurut Reza, pada tingkat pembeli selalu meminta kualitas produk yang bagus, sehingga kementrian koperasi hadir untuk melakukan pendampingan dan edukasi. Kementrian Koperasi dan UKM dalam program coop coffee melalui deputi pembiayaan melakukan pendampingan petani sehingga kualitas produk yang dihasilkan sesuai permintaan standard pasar.

“Kebutuhan pasar selalu menentukan syarat dan kualitas. Nah selain rantai akses pasar tadi, kelemahan dari produk-produk UKM ini kan soal kualitas. Dalam konteks program tersebut, kita membuka akses pasar sekaligus meningkatkan daya saing, sehingga kualitasnya itu memang kualitas internasional. Dalam konteks petani kopi, setelah kami bukakan pasar, dalam hal ini pasar dunia yaitu Starbucks yang memang pengusaha bisnis di bidang kopi ya kami harus juga membina petani. Dalam konteks koperasi nasional memang tugasnya mendampingi dan memberikan pelatihan agar mereka bisa memenuhi syarat yang diminta pasar,” papar Reza.(abi)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *