“Cukup proses fermentasi sampah dengan komposisi sampah, air dan gula merah dengan perbandingan 3: 10: 1. Jadi dapat dibuat oleh siapa saja, baik dalam sekala besar dan sekala kecil atau rumah tangga” jelas Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Bali periode 2014-2017 ini.
Kemudian, produksi eco-enzyme selain menjadi solusi penyediaan biodisinfektan secara gratis juga menjadi bentuk kontribusi dalam upaya pengurangan pembuangan sampah ke tempat pembuangan akhir (TPA).
Tumpukan sampah akan menghasilkan emisi gas rumah kaca berupa gas CH4 (methan) yang memiliki potensi pemanasan gobal 21 kali lebih besar dari pada gas karbon dioksida (CO2). “Artinya semakin banyak sampah yang ditumpuk maka produksi gas methan juga semakin meningkat.
https://kabardenpasar.com/news/klungkung-gandeng-msp-unwar-wujudkan-kawasan-organik/
Upaya mengolah sampah rumah tangga menjadi eco-enzyme adalah bentuk pengelolaan sampah berbasis masyarakat. Pengelolaan berbasis masyarakat setidaknya akan menggugah kesadaran masyarakat untuk mulai mengelola sampahnya sendiri.
Kesadaran yang tumbuh secara mandiri diharapkan nantinya akan mempengaruhi prilaku, sehingga pengelolaan sampah tersebut menjadi gaya hidup masyarakat.
Diharapkan, cara ini akan berdampak pada perubahan prilaku, sehingga pengelolaan sampah sayur dan buah menjadi eco-enzyme akan menjadi gerakan yang berkelanjutan. Tantanganya kemudian adalah melakukan sosialisasi produksi eco-enzyme pada masyarakat, sehingga teknik pembuatan dapat dipahami oleh masyarakat.
https://kabardenpasar.com/pendidikan-2/mahasiswa-asal-timur-leste-raih-lulusan-terbaik-di-fp-unwar/