Seni Media, Bangun Kolaborasi Perkuat Nilai Toleransi dan Kemanusiaan

0

Direktorat Kesenian, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, kembali melaksanakan kegiatan Workshop Seni Media dalam berbagai lingkup gagasan, medium, konten dan penyajiannya.

Pada tahun 2019 ini kegiatan dilangsungkan di empat kota, yakni Bandung, Tanggerang Selatan, Surabaya dan Bali. Khusus penyelenggaraan di Bali bekerja sama dengan Bentara Budaya Bali dan SEHATI Films, digelar pada 21 – 24 Maret 2019.

Merujuk tajuk “Sisi Bali”, lokakarya kali ini berfokus pada pembekalan dan praktik seputar Video Editing, Estetika Video Art, Kolaborasi Intermedia. Selaku narasumber yakni Bandu Darmawan (seniman visual dan video art), Dr. I Wayan Kun Adnyana (Kurator, Dosen FSRD ISI Denpasar) dan Hanne Ara (sutradara, editor).

Selain itu, hadir pula perupa Nyoman Erawan yang turut berbagi perihal pengalamannya sebagai seorang kreator yang kerap kali mengaplikasikan seni multimedia atau video art dalam bidang seni rupa.

Seni media dapat diartikan sebagai gabungan dari seni visual dan teknologi atau sebuah karya seni yang berbasis pada teknologi digital.

Pada lokakarya kali ini bukan semata menguraikan pemanfaatan teknologi IT terkini, melainkan juga mengedepankan pendalaman pengalaman sewaktu proses cipta serta bagaimana dalam video yang pendek, kuasa menampilkan keutuhan visual dan menyampaikan pesan yang esensial sebagaimana diharapkan.


Workshop Seni Media, secara khusus merujuk tematik “Penguatan Kapasitas Sumberdaya dan Ekosistem Kesenian” ini, dilaksanakan guna memfasilitasi dan memberi apresiasi atas eksistensi dan kemandirian para komunitas, pelaku dan penggiat seni media dalam mewadahi kreativitas generasi milenial dan mengembangkan dunia seni media di tanah air.

Melalui workshop diharapkan dapat terakomodir dan tertransformasikan potensi dan minat publik pada seni media sekaligus menjadi media pengenalan dan perluasan pengetahuan dan praktik seni media di kalangan dunia pendidikan.


Workshop ini telah dimulai di Bandung pada 18-21 Maret 2019 bekerja sama dengan Humanika Artspace. Selanjutnya akan berlangsung pula di Tanggerang Selatan, bekerja sama dengan Tangsel Creative Foundation (4-7 April 2019) serta terakhir di Surabaya, WAFT-Lab (23-26 April 2019).


Workshop melibatkan peserta dari kalangan praktisi, seniman, mahasiswa, guru, dan peminat seni media. Beberapa narasumber yang terlibat di kota-kota lain diantaranya : Andang Iskandar, Helmi Hardian, Benny Wicaksono, Hilmi Fabeta, Banna Rush, Edi Bonetski, dan Popomangun.

Direktur Kesenian, Restu Gunawan menaruh perhatian khusus terhadap eksistensi seni media sebagai bentuk ekspresi seni masa depan.

Kegiatan workshop seni media ini sejalan dengan agenda strategis dalam rangka meningkatkan peran pemerintah sebagai fasilitator pemajuan kebudayaan, terutama dalam hal meningkatan kapasitas sumberdaya manusia bidang kebudayaan.

Diperlukan upaya secara terus menerus untuk memberi ruang ekspresi dan ruang presentasi bagi para praktisi seni media, diimbangi dengan menumbuhkan dan meningkatkan daya apresiasi masyarakat terhadap karya seni media dalam berbagai penciptaan.

Kepala Pengelola Bentara Budaya Bali, Warih Wisatsana mengungkapkan lokakarya ini juga diniatkan sebagai upaya memperkenalkan ragam video art, kreativitas, dan kerja seni, berikut penggalian wacana dalam konteks yang lebih luas, internasional.

Tujuannya, menemukan perspektif baru bagi generasi muda di tengah penggunaan video dan teknologi canggih semata hanya untuk memuaskan gaya hidup dan hal-hal yang cenderung tidak kreatif.

Hal ini berangkat dari kesadaran bahwa media-media modern audio-visual, terlebih televisi, media online, cenderung lebih menyuguhkan realitas imajiner, dunia rekaan yang seakan-akan lebih nyata dari kenyataan yang sebenarnya.

Tak heran, bila citraan-citraan semu ini ‘mencekam’ sebagian masyarakat dengan aneka peristiwa rekayasa yang manipulatif atau ‘hoax’, dipenuhi sosok-sosok ‘fiktif’ yang tiba-tiba menjadi figur-figur publik, serta hal-hal sebaliknya—di mana tokoh dan pelaku sesungguhnya malah terpinggirkan, tak memperoleh pemberitaan yang adil dan semestinya.

Editing dan framing atau pembingkaian yang (sengaja) tak akurat, membuahkan sederet gambar yang bersifat mimikri dan cenderung mengelabui, mungkin elok dan molek, namun sesungguhnya berlebihan.

Giliran berikutnya, karena tampil berulang secara ritmis dan sugestif, gambar-gambar itu seolah menjelma mantra yang lambat laun ‘menyulap’ penonton— terutama pemirsa televisi, pengguna dunia maya dan gawai—dari sang subyek yang merdeka berubah menjadi obyek yang tersandera.

Tanpa kontrol publik yang berarti, media-media tersebut seringkali terbawa hanyut ke dalam pusaran realitas virtual ciptaannya sendiri, entah karena pertimbangan rating atau perolehan iklan, akhirnya tergelincir menjadi media partisan yang tak jelas juntrungannya.

Melalui program-program yang bersifat kolaboratif dan lintas bidang ini diharapkan dapat mendorong terjadinya perubahan sosial kultural masyarakat menuju kehidupan yang lebih terbuka.

“Juga, sarana pergaulan sosial untuk membangun kolaborasi kreatif yang mengedepankan nilai-nilai toleransi, solidaritas, dan kemanusiaan melalui capaian karya seni yang unggul,” ungkap Warih.

Lokakarya video art kali ini akan mengetengahkan pembekalan teori, diskusi, praktik pengambilan gambar di sekitar lokasi, hingga penyuntingan video yang diakhiri evaluasi dan pemutaran video hasil peserta workshop.  (zal)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *