Mengenali dampak Kejahatan Seksual di Dunia Digital
Belu NTT -Banyak efek buruk yang akan terjadi di dunia digital, jika para penggunanya tidak berhati-hati dan tidak cerdas dan bijak dalam berinteraksi di dunia digital. Salah satu rambu untuk pengguna ruang digital agar dampak negatif tersebut bisa diminimalisir adalah dengan menerapkan etika di ruang digital
Filomena Zakariana Loe, SE, Aktivis Perempuan dalam Webinar Literasi Digital wilayah Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur, Kamis 2 September 2021, mengatakan bahwa etika adalah peraturan yang dijadikan sebagai acuan perilaku seseorang yang berkaitan dengan sifat yang baik dan buruk serta sebagai suatu kewajiban dan tanggung jawab atas relasi moral.
“Etika merupakan sebuah ilmu tentang norma kesusilaan yang menentukan bagaimana sepatutnya manusia hidup di dalam masyarakat yang berkaitan dengan aturan-aturan atau prinsip-prinsip yang akan menentukan tingkah laku yang benar,” ujar Filomena dalam webinar yang dipandu oleh Kika Ferdind ini.
Lebih lanjut dikatakannya, seperti juga di kehidupan nyata, ada banyak kejahatan di dunia digital yang bisa menimpa siapa saja para penggunanya. Seperti pelecehan seksual dalam ruang digital yang bisa berupa pelecehan verbal yaitu ucapan yang dengan sengaja dimaksudkan untuk melecehkan perempuan. Sementara di ruang nyata, pelecehan yang biasa terjadi adalah pelecehan non verbal yaitu bentuk pelecehan yang terjadi lewat sentuhan rabaan dan kontak fisik
Selain itu ada juga cyber harassment yaitu tindakan yang dilakukan oleh orang yang terus menerus mengejar orang lain secara online dengan maksud menakut-nakuti atau mempermalukan korban. Biasanya lewat pesan atau komentar yang sifatnya melecehkan secara ancaman atau hal-hal yang tidak senonoh yang menampilkan konten porno dan menggunakan kata-kata yang cukup eksis.
“Ancaman ini tak hanya menimpa korbannya tetapi bisa juga yang mengarah ke keluarganya. Bahkan ada juga kasus yang sudah ada kesepakatan antara pelaku dan korban untuk melakukan pelecehan itu.”
Sejumlah Analisa mengungkapkan ada banyak faktor penyebab akar permasalahan terjadinya pelecehan seksual. Seperti faktor individu yang merupakan aspek psikologi pelaku dengan memeras korban meminta uang atau menyebarkan video video porno yang telah mereka lakukan bersama lewat WhatsApp.
Juga bisa karena aspek sosial yang lebih merupakan aspek budaya yang dianut oleh masyarakat seperti masyarakat mengucilkan korban.
Bahayanya adalah dampak pelecehan seksual online di ranah digital ini sangat besar karena terdapat stressor yang berat dan jelas yang akan menimbulkan gejala penderitaan mendalam bagi hampir setiap orang.
Juga akan terjadi ingatan yang berulang tentang peristiwa itu, mimpi berulang dan timbulnya perilaku berulang atau perasaan traumatik akibat stimulus lingkungan. “Mimpi berulang di sini pada saat kita konflik dengan korban dia masih merasa mengingat kembali apa yang dilakukan oleh pelaku dalam pertumbuhannya,” katanya.
Parahnya beban mental ini ditambah dengan perlakuan lingkungan, dimana lingkungan sekitar tempat tinggal korban sama sekali tidak bisa diterima. “Ada banyak korban yang sampai dikucilkan oleh teman-temannya atau orang tua di lingkungan sekitarnya seperti para tetangga yang melarang anak-anaknya tidak boleh bergaul dengan korban. Hal ini akan menimbulkan traumatik pada korban,” ujarnya.
Selain itu beban mental lainnya adalah berkurangnya hubungan dengan dunia luar pascatrauma. Biasanya korban akan lebih banyak di kamar dan tidak melakukan relasi kepada lingkungan sekitarnya. Selain itu harus dipahami juga tentang kewaspadaan atau reaksi terkejut berlebihan dari korban. Misal saja anak yang hamil di luar pernikahan kebanyakan akan mendapatkan perundungan dari lingkungan sekitar mereka.
Korban-korban ini juga akan mengalami gangguan tidur disertai mimpi dan gelisah, juga mengalami penurunan daya ingat atau sukar konsentrasi. Untuk itu salah satu yang harus dilakukan orang terdekat adalah dengan menghindari aktivitas yang membangkitkan ingatan tentang peristiwa trauma para korban.
Ada sejumlah cara yang bisa menyembuhkan trauma, diantaranya adalah pengobatan farmakoterapi, pengobatan psikoterapi, belajar mengontrol ketakutan, belajar menimbulkan perasaan yang nyaman, belajar menghilangkan pikiran yang negatif dan belajar untuk membangun kepercayaan diri.
Yang harus diingat juga adalah korban yang sudah terlanjur trauma akan persoalan ini akan sulit untuk kembali membangun kepercayaan dirinya sendiri, Dan pelecehan seksual di ranah digital, itu biasanya karena terlalu sering memposting hal-hal tidak penting dan tidak selayaknya di media sosial.
“Kalau kita tidak memposting hal-hal yang tidak penting maka orang juga tidak akan mengganggu kita di media sosial,” ungkapnya.
Webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) bersama Siberkreasi. Dalam webinar kali ini hadir juga Azizah Zuhriyah, SE, MM, Division Head Finance TC Invest, Ilham Faris, Digital Strategist dan Fitriyani sebagai Key Opinion Leader.
Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital merupakan rangkaian panjang kegiatan webinar di seluruh penjuru Indonesia. Kegiatan ini menargetkan 10.000.000 orang terliterasi digital pada tahun 2021, hingga tercapai 50 juta orang terliterasi digital pada 2024.
Kegiatan ini merupakan bagian dari program Literasi Digital di 34 Provinsi dan 514 Kabupaten dengan 4 pilar utama. Di antaranya Budaya Bermedia Digital (Digital Culture), Aman Bermedia (Digital Safety), Etis Bermedia Digital (Digital Ethics), dan Cakap Bermedia Digital (Digital Skills) untuk membuat masyarakat Indonesia semakin cakap digital.