Mengenali Kebebasan Berekspresi di Dunia Maya
Gianyar -Kebebasan berekspresi ialah sebuah hak untuk mengekspresikan diri, menyatakan pendapat, menyampaikan ide atau gagasan di muka umum. Kebebasan berekspresi ini juga termasuk hak politik, hak memilih dan dipilih, serta menyampaikan kritik.
“Menulis artikel ataupun cerita juga bagian dari kebebasan berekspresi yang sifatnya artistik. Banyak juga kritik-kritik yang sifatnya artistik seperti puisi,” jelas Cenuk Widyastrina Sayekti seorang Peneliti dan Dosen, sekaligus pembicara dalam Webinar Literasi Digital wilayah Kabupaten Gianyar, Bali, Kamis (2/9/2021).
Ia menyatakan, kebebasan berekspresi ini bukan hal baru. Akan tetapi sudah dikenal beratus tahun lalu di Yunani. Namun, saat itu kebebasan berekspresi hanya untuk kalangan tertentu seperti bangsawan. Kemudian, lama-kelamaan kebebasan ini menyebar ke masyarakat untuk memberikan kritik kepada pemimpin.
Di dunia maya, kebebasan berekspresi ini dianggap sebagai kebebasan dalam memposting apapun di media sosial. Cenuk menjelaskan, kebebasan berekspresi di ruang maya adalah bebas menyampaikan pendapat tanpa rasa takut mengalami bullying, kekerasan, atau diperkarakan.
“Ketidaksetujuan itu wajar. Makanya kebebasan berekspresi itu juga kompleks karena melibatkan dua sisi yang pro dan kontra. Ada pihak yang mengekspresikan dan pihak yang merespon ekspresi,” tuturnya.
Menurut Cenuk, kebebasan berekspresi ini penting karena merupakan bagian dari pemenuhan hak-hak dasar. Misalnya mengekspresikan kebahagiaan, kesedihan, kesuksesan, dan lainnya. Kebebasan berekspresi juga penting sebagai upaya pencarian kebenaran terkait gagasan yang dimiliki oleh seseorang.
Manfaat kebebasan berekspresi ini untuk menciptakan stabilitas dan adaptabilitas. Masyarakat diajak untuk belajar merespon ekspresi orang lain dan membuat pilihan untuk meresponnya seperti apa.
Tanpa kebebasan ekspresi, seseorang kehilangan hak beropini, hilangnya hak mengakses informasi publik, dan hilangnya kebebasan hak bermedia dan jurnalisme. Pembatasan akses informasi secara tidak sah merupakan salah satu ancaman kebebasan berekspresi. Sementara itu, ancaman di dunia mayanya ada UU ITE, cyberbullying, intimidasi, pembatasan akses dan pemblokiran, cybercrime, serta pelanggaran privasi dan menyebarkan hoaks.
Namun, perlu diperhatikan bahwa kebebasan berekspresi kita tidak boleh melanggar hak orang lain, memicu diskrimisasi, dan mendukung kebencian. Kebebasan berekspresi yang bertanggung jawab itu harus sesuai koridor, tidak melanggar hukum, serta menerapkan norma kesopanan dan kesusilaan.
Webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) bersama Siberkreasi. Webinar wilayah Kabupaten Gianyar, Bali, Kamis (2/9/2021) juga menghadirkan pembicara, Nico Oliver Atmadjaja (Penggiat Digital & Content Creator), Ni Putu Putri Ayu Wijayanti (Head of Public Relation ITB STIKOM Bali), dan Putri Masyita (Key Opinion Leader).
Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital merupakan rangkaian panjang kegiatan webinar di seluruh penjuru Indonesia. Kegiatan ini menargetkan 10.000.000 orang terliterasi digital pada tahun 2021, hingga tercapai 50 juta orang terliterasi digital pada 2024.
Kegiatan ini merupakan bagian dari program Literasi Digital di 34 Provinsi dan 514 Kabupaten dengan 4 pilar utama. Di antaranya Budaya Bermedia Digital (Digital Culture), Aman Bermedia (Digital Safety), Etis Bermedia Digital (Digital Ethics), dan Cakap Bermedia Digital (Digital Skills) untuk membuat masyarakat Indonesia semakin cakap digital.