Tips Memilih VPN yang Aman
Halmahera – Pemblokiran situs internet masih marak terjadi. Hal ini disebabkan oleh ISP (Internet Service Provider) seperti Telkomsel atau Indosat yang sengaja melindungi data-data kita dari situs jahat yang dapat menyebabkan pencurian data.
“Jadi kalau kita akses website yang bisa dibuka, ISP langsung meloloskan data dan kendali kembali ke penggunanya. Tapi, kalau situs ketika hendak dibuka jadi diblokir, itu hanya sampai ISP nya saja. Sudah dilarang oleh provider nya,” jelas Muhammad Faris Ibrahim, Kordinator Tim IT Bapatikamang Media Digital, saat menjadi pembicara dalam acara Webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 wilayah Kabupaten Halmahera Selatan, Maluku Utara, Senin (12/7/2021).
Ada beberapa situs yang di Indonesia ternyata diblokir, tetapi tidak di Amerika atau luar negri lainnya. Rata-rata Indonesia pasti memblokir dari ISP nya, penyedia layanan internet yang digunakan pada gadget pribadi.
Munculnya blokir website tersebut seiring perkembangan digital, ada yang menggunakan VPN sebagai cara lain untuk tetap bisa mengakses website yang terblokir itu.
“Awalnya ada VPN server hanya digunakan di corporate atau perusahaan-perusahaan besar untuk melakukan pertukaran data di cabang-cabangnya,” tambah Faris.
Faris juga menambahkan, penggunaan VPN pada perusahaan besar yaitu agar pertukaran data yang dilakukan dapat terjamin dan aman. Biasanya memang hanya digunakan pada perusahaan-perusahaan besar.
“VPN menyediakan layanan untuk tetap bisa akses tanpa harus ada security server-nya. Mereka menyediakan, sehingga penggunanya juga bisa mengakses secara aman dan terenskripsi,” tambahnya.
Tetapi, sesungguhnya yang harus dipikirkan, apakah betul VPN itu aman? Bisakah data di VPN disalahgunakan? Ini perlu jadi pertimbangan setiap pengguna gadget ketika menjadikan VPN jalan keluar dalam mengakses website yang terblokir.
Berdasarkan riset kebanyakan VPN mengandung 38% malware atau aplikasi jahat untuk gadget yang kita pakai. Serta, 72% mengandung syware atau memata-matai kegiatan kita supaya dipakai bahannya untuk dianalisa.
“Dari situ spyware bergerak untuk menganalisa ‘oh orang ini sukanya apa’. Jadi dia personalize sama saja melanggar privasi dari masing-masing orang, sehingga, jawaban apakan VPN itu aman atau tidak, belum tentu juga sepenuhnya aman. Aman atau tidaknya tergantung dengan VPN yang digunakan dan untuk apa VPN digunaka,” ucap Faris.
Menurut Faris, yang membuat berbahaya adalah VPN itu digunakan untuk apa. Sebab, itu adalah potensi munculnya bahaya yang terjadi. Selain itu, Faris juga membagikan tips untuk memilih VPN yang aman.
“Pertama, perhatikan klaim dari penyedia VPN, untuk iklan biasanya dia mengclaim dia itu cepat, aman, sebaiknya perhatikan dulu jangan langsung tergiur. Di riset dulu, cari tahu dulu. Perhatikan lagi beberapa ketentuan di dalamnya yang takutnya melanggar privasi,” ujarnya
Kedua, jika dari penyedia VPN tersebut secara tiba-tiba menginstal aplikasi tanpa sengaja. Lebih baik ganti atau segera uninstall penyedia VPN tersebut. Terakhir, perhatikan ulasan dari pengguna di playstore yang biasanya tersedia komentar dari pengguna sebelumnya tentang penyedia VPN tersebut.
“Paling bagus, sebenarnya dengan menggunakan VPN yang berbayar. Karena VPN berbayar biasanya kualitasnya lebih bagus daripada yang gratisan,” ujar Faris.
Webinar Literasi Digital wilayah Kabupaten Halmahera Selatan, Maluku Utara, merupakan bagian dari sosialisasi Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 yang diselenggarakan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika bekerjasama dengan Siberkreasi. Webinar kali ini juga mengundang nara sumber seperti Royyan Nobel, CTO Viding.co, Muhammad Faris Ibrahim, Kordinator Tim IT Bapatikamang Media Digital, Darda’I Yusuf, Tim Kreatif Komunitas Suanang Salapang, dan Wicha Riska.
Kegiatan ini merupakan bagian dari program Literasi Digital di 34 Provinsi dan 514 Kabupaten dengan 4 pilar utama. Di antaranya kecakapan digital, etika digital, budaya digital, dan keamanan digital, untuk membuat masyarakat Indonesia semakin cakap digital. Kegiatan ini menargetkan 10.000.000 orang terliterasi digital pada tahun 2021, hingga tercapai 50 juta orang terliterasi digital pada 2024.