Cyber Bullying Lebih Berbahaya Karena Tak Kenal Waktu dan Tempat

0

Lombok Barat- Perkembangan dunia digital semakin hari semakin tak terbendung dan menuntut kecerdasan atau literasi digital untuk memaksimalkan pemanfaatannya juga meminimalisir kejahatan online yang kerap terjadi yang menjadi dampaknya.

Salah satunya adalah cyber bullying yang kerap terjadi khususnya di dunia Pendidikan Indonesia. Bullying adalah pola atau prilaku ketika seseorang berulang kali menggunakan kekuasaan dengan cara yang disengaja, termasuk prilaku verbal fisik atau tertulis atau komunikasi eletronik yang disengaja terhadap satu atau lebih.

Hal itu disampaikan oleh Dr. Ufran, SH, SH, Director Cyber Center for Law Studies FH Unram, dalam Webinar Literasi Digital wilayah Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat, pada Kamis 1 Juli 2021.

Menurutnya ada beberapa karakteristik dari bullying itu sendiri yaitu prilaku yang disengaja. Diantaranya adalah kekerasan atau agresi, diulang-ulang, dilakukan dengan kekuasaan dan hal ini tidak diinginkan oleh korban.

“Pelaku akan menyerang korban dan terus diulangi. Dan korban bully biasanya lemah dan pelaku adalah superior , ada ketidakseimbangan anatar pelaku dan korban. Biasanya korban anak penakut dan ia tak nhyaman dengan apa yang dilakukan oleh pelaku,” ujar Ufran.

Parameter atau untuk mengetahui apakah kita dibully atau tidak ada beberapa cara. Tanyakan apakah tindakan itu disengaja, apakah ada ketidakseimbangan kekuatan, menyakiti atau berulang, atau kita kesulitan membela diri, dan saat kita ingin melawan pelaku malah mengancam.

“Ada 4 tipe perudungan yaitu verbal, fik, relasi dan cyber bullying. Verbal bullying misalnya dipanggil dengan nama nama tak disukai dan disoraki,” imbuhnya. Ditambahkannya cyber bullying lebih berbahaya dari yang lainnya sebab kapan dan dimanapun bisa terjadi jika di dunia cyber.

“Jika bully yang biasa misal di sekolah, saat pulang ke rumah maka berhenti bully-nya tapi kalau cyber bullying terjadi kapan[un, dimanapun dan skalanya lebih luas karena tersambung dengan jaringan.”

Terkait dengan dunia digital, cyber bullying adalah prilaku intimidasi yang disengaja dan berulang yang ditujukan untuk menyakiti korban melalui teks elektronik.

“Temuan menunjukka kira kira satu dari lima siswa akan mengalami cyberbullying dan rasio yang sama akan melakukan sverbullying pada siswa lainnya. Dan 29 persen remaja antara usia 10 dan 18 tahun pernah menjadi pelaku atau korban cyberbullying.” Bebernya.

Sementara ia juga mengatakan bentuk-bentuk cyber bullying diantaranya adalah flaming atau pertengkartan daring, harassment atau pelecehan, deniogration atau fitnah, impersonating atau akun palsu, trickery atau tipu daya, exclusion atau pengucilan dan juga cyberstalking atau penguntitan.

Sementara itu Silvia Kartika juga membahas tentang sisi positif memanfaatkan ruang digital. Saat ini kemajuan dunia digital di dunia sudah semakin pesat termasuk di Indonesia.

Contohnya dulu untuk membayar belanja online harus melalui took waralaba seperti Alfamart dan Indomart. Tetapi saat ini sudah lebih praktis dan mudah yaitu dengan menggunakan cashless.

“Dan sudah banyak juga merchant yang memanfaatkan uang non tunai bagi para pembelinya untuk bertransaksi. Di sejumlah negara di luar negeri bahkan, tekhnologi lebih cepat lagi dengan pemakaian biometric,” ujar Silvia.

Biometrik merupakan karakteristik fisik atau perilaku manusia yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi secara digital. Beberapa pengidentifikasi biometrik adalah sidik jari, pola wajah, suara, dan irama pengetikan.

“Di luar negeri untuk membeli makanan siap saji sudah dengan pola wajah, bahkan jika yang bersangkutan memakai wig atau menyamar pun, wajah tetap bisa dikenali.”

Dalam Webinar yang dimoderatori oleh Kika Ferdind, hadir para pembicara Silvia Kartika, AVP Bank DBS Indonesia, Kelly Oktaivian, Chief Commercial Officer Riuh Renjana, Heru Ramadhan, S.STP, M.Si, Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa Lombok Barat, Dr. Ufran, SH, SH,Director Cyber Center for Law Studies FH Unram, dan Key Opinion Leader, Wicha Riska.

Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital merupakan rangkaian panjang kegiatan webinar di seluruh penjuru Indonesia. Kegiatan ini menargetkan 10.000.000 orang terliterasi digital pada tahun 2021, hingga tercapai 50 juta orang terliterasi digital pada 2024.

Kegiatan ini merupakan bagian dari program Literasi Digital di 34 Provinsi dan 514 Kabupaten dengan 4 pilar utama. Di antaranya Budaya Bermedia Digital (Digital Culture), Aman Bermedia (Digital Safety), Etis Bermedia Digital (Digital Ethics), dan Cakap Bermedia Digital (Digital Skills) untuk membuat masyarakat Indonesia semakin cakap digital.**

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *