YLKI Desak Produsen Farmasi Harus Berikan Kompensasi bagi 312 Korban Gagal Ginjal Akut
Jakarta – Ketua Pengurus Harian Lembaga Konsumen Indonesia atau YLKI Tulus Abadi mendesak produsen farmasi harus memberikan kompensasi dan ganti rugi kepada para korban dan keluarga dalam kasus Gagal Ginjal Akut Progresif Atipikal (GGAPA).
Menurut YLKI Tulus Abadi, kasus tragis gagal ginjal massal yang mengakibatkan jatuhnya 312 orang korban tidak hanya pemerintah yang bertanggungjawab namun produsen farmasi.
Atas kejadian ini, pemerintah menyerahkan santunan kepada 312 korban Gagal Ginjal Akut Progresif Atipikal (GGAPA), di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK), sebesar Rp 16,54 miliar pada Pada Rabu 10 Januari 2024, .
Meskipun terlambat, kebijakan pemberian kompensasi pada korban GGAPA tersebut patut diapresiasi.
“Bagaimanapun pemerintah bertanggung jawab terhadap korban dan keluarga korban,” tutur Tulus Abadi dalam keterangan tertulis Sabtu 13 Januari 2024
Pihaknya emandang seharusnya yang memberikan kompensasi bukan hanya pemerintah, tetapi juga pelaku usaha/produsen farmasi yang terbukti melakukan pelanggaran atas kejadian tersebut.
Mengacu U No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, maka pelaku usaha wajib memberikan kompensasi dan ganti rugi kepada konsumen yang dirugikan atas penggunaan produknya.
“Apalagi produk tersebut terbukti terkontaminasi, atau sengaja dicampur, dengan zat yang dilarang yaitu etilen glikol (EG) dan deetilen glikol (DEG),” ungkap Tulus Abadi.
Untuk itu, YLKI mendesak pelaku usaha farmasi dimaksud untuk memberikan kompensasi dan ganti rugi pada korban dan keluarga korban, sebagaimana kebijakan pemerintah.
Tidak hanya itu, YLKI melihat kejadian korban masal GGAPA, adalah kejadian yang sangat tragis dari sisi perlindungan konsumen.
“Pemerintah harus menjamin bahwa hal seperti ini tidak boleh terjadi dan terulang lagi,” tegas dia.
YLKI juga mendesak pemerintah (Kemenkes, Badan POM) untuk meningkatkan pengawasan, baik pada level pre market control, maupun post market control.
“Salah satu bentuk post market control adalah penegakan hukum yang kuat untuk menimbulkan efek jera (detterent effect) pada pelaku/pelanggar,” tutupnya. ***