Tren Bisnis di Era Digital
Lombok utara -Bisnis menjadi salah satu cara seseorang untuk mendapat penghasilan bahkan menambah penghasilan dari pekerjaan utama. Di era digital, membangun bisnis sangat mudah karena adanya teknologi dan internet sebagai sarana promosi dan penjualan. Ody Waji, CEO dari Waji Travist mengatakan terdapat beberapa tren bisnis yang sedang digandrui yaitu:
1. Dropshipping
Dropshipping adalah usaha jual beli yang bisa dimulai dengan modal sangat minim. Risiko dari usaha ini pun sangat kecil. Flow dari usaha dropshipping ada customer, dropshipper, dan supplier.
Ia menjelaskan, customer akan melakukan order kepada dropshipper. Kemudian, dropshipper akan melakukan pembayaran kepada supplier dan mengirim data customer. Selanjutnya, supplier yang akan memproses orderan dengan mengirim barang atas nama dropshipper kepada customer.
Ada beberapa poin penting yang harus diperhatikan dalam memulai bisnis dropshipper, pertama ialah dengan memahami kebutuhan pasar. Contohnya, kebutuhan pasar dalam circle terdekat kita. Kedua, memilih supplier yang berkualitas. Menurutnya, kita bisa mulai membeli satu produk dari supplier tersebut untuk melihat kinerja supplier dan kualitas produk. Ketiga, modifikasi foto produk agar fotonya tidak sama dengan dropshipper lain.
“Untuk mempromosikan produk sendiri, ada banyak cara saat ini. Posting foto dengan banyak hastag, bisa juga dengan bekerja sama dengan KOL, atau menggunakan iklan di Facebook dan memilih audiensnya,” tutur Ody dalam Webinar Literasi Digital di Kabupaten Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat, Rabu (25/8/2021).
2. Thrift Shop
Di samping dropship, bisnis online bernama ‘thrift shop’ juga menjadi tren di era ini. Selain menjadi barang jual beli, ia memaparkan thrift juga bisa menjadi investasi.
“Thrift adalah suatu barang bekas yang berasal dari barang impor karena itu produk thrift ini tidak 100 persen mulus. Akan tetapi, tidak jarang barang thrift shop terlihat seperti baru,” jelas Ody.
Ia mencontohkan, terdapat perbandingan harga retail atau toko dengan harga thrift atau bekas dari produk sepatu Nike seri Jordan. Harga retail tertulis bahwa sepatu jordan seharga 73 dollar sedangkan dalam situs jual beli sepatu tersebut dihargai 475 dollar. Inilah yang disebut thrift sebagai barang investasi.
Dalam bisnis thrift shop, cara yang digunakan untuk pemasarannya dapat dilakukan melalui jasa titip jual, lelang online, atau membuat akun instagram sendiri atau online thrift shop. Peminat barang-barang thrift sendiri paling banyak berada di media sosial.
3. Reseller Hypebeast
Lanjutnya, tren reseller hypebeast. Dalam penjelasan Ody, hypebeast merupakan kelompok orang yang terobsesi dengan gaya hidup yang sedang tren. Ia mencontohkan, dalam bisnis reseller hypebeast ini ada pedagang yang membeli sepatu yang sedang tren seharga 3 juta rupiah kemudian barangnya laku terjual seharga 11 juta rupiah.
Untuk produk dalam negeri yang banyak memiliki reseller salah satunya adalah merk sepatu Compass. Sepatu ini dianggap hypebeast karena dibuat secara terbatas. Untuk mendapatkan sepatu ini pun setiap pembeli harus rebutan di marketplace. Namun, tak jarang yang mendapatkan sepatu tersebut ialah reseller. Nantinya, reseller akan menjual dengan harga yang lebih mahal 2 kali lipat dari harga asli. Pada sepatu Compass ini, harga aslinya rata-rata berkisar di angka Rp300 ribu, tetapi banyak reseller menjualnya hinga RP700 ribu.
Webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) bersama Siberkreasi. Webinar wilayah Kabupaten Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat, Rabu (25/8/2021) juga menghadirkan pembicara, Dedy Triawan (CTO di MEC Indonesia), Benny Ramadlan (Sekretaris Hipmi KLU), dan Vizza Dara (KOL).
Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital merupakan rangkaian panjang kegiatan webinar di seluruh penjuru Indonesia. Kegiatan ini menargetkan 10.000.000 orang terliterasi digital pada tahun 2021, hingga tercapai 50 juta orang terliterasi digital pada 2024.
Kegiatan ini merupakan bagian dari program Literasi Digital di 34 Provinsi dan 514 Kabupaten dengan 4 pilar utama. Di antaranya Budaya Bermedia Digital (Digital Culture), Aman Bermedia (Digital Safety), Etis Bermedia Digital (Digital Ethics), dan Cakap Bermedia Digital (Digital Skills) untuk membuat masyarakat Indonesia semakin cakap digital.