Rudenim Denpasar Tindak Tegas Pria Nigeria Overstay Dengan Deportasi
Denpasar – Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Bali melalui Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) Denpasar konsisten menunjukkan ketegasannya dalam menegakkan peraturan keimigrasian.
Hal ini dibuktikan dengan pendeportasian seorang Warga Negara Asing (WNA) di Bali berinisial CSO (26) berkebangsaan Nigeria.
CSO, yang selama beberapa waktu terakhir ini menetap di Denpasar, Bali, tengah
menghadapi tindakan deportasi akibat overstay atau melebihi batas waktu izin
tinggal.
Pria kelahiran 1998 di Enugu, Nigeria ini terakhir kali memasuki Indonesia pada 26 Februari 2024. Ia menggunakan Izin Tinggal Kunjungan (B211) yang berlaku selama 60 hari.
Plh. Kepala Rudenim Denpasar, Gravit Tovany Arezo memaparkan bahwa menurut
keterangan yang diperoleh, CSO datang ke Indonesia dengan tujuan bertemu
seorang perempuan WNI bernama H yang dikenal secara daring.
Selama berada di Indonesia, CSO tinggal sendiri di sebuah penginapan di Padangsambian, Denpasar.
Ia awalnya berencana tinggal di Indonesia untuk mendirikan usaha jual beli pakaian
dan berniat mengajukan KITAS (Kartu Izin Tinggal Terbatas).
Namun, rencananya terhambat karena keterbatasan finansial, bahkan
untuk memperpanjang izin
tinggalnya yang saat ini pun ia kesulitan.
Selama tinggal di Bali, CSO mengaku seluruh biaya hidupnya ditanggung oleh H,
namun pada suatu hari H kembali ke Jawa, dan CSO pun meminta bantuan orang
tuanya di Nigeria untuk biaya hidupnya.
Meskipun ia mengetahui bahwa izin
tinggalnya telah berakhir dan melebihi masa berlaku selama 35 hari, CSO belum
mengurus perpanjangan izin tersebut karena kendala finansial.
CSO juga mengungkapkan bahwa dirinya tidak pernah menghubungi Kedutaan
Besar Nigeria di Jakarta mengenai situasinya. Ia menyadari bahwa pelanggaran izin
tinggal dapat mengakibatkan deportasi dan penangkalan sesuai dengan UndangUndang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian.
Pihak Imigrasi Ngurah Rai menindaklanjuti kasus ini untuk menentukan langkah
selanjutnya terhadap CSO yang terancam tindakan administratif keimigrasian.
Oleh Kantor Imigrasi Kelas I Khusus TPI Ngurah Rai, CSO dimintai keterangan dan
didetensi pada 30 Mei 2024, CSO ditemukan telah melakukan pelanggaran pasal 78
ayat (2) Undang-undang Nomor 6 tahun 2011 tentang keimigrasian.
Dalam pasal tersebut disebutkan bahwa Orang Asing yang tidak membayar biaya beban
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai Tindakan Administratif Keimigrasian
berupa Deportasi dan Penangkalan. namun karena belum dapat dilakukan
pendeportasian dengan segera, CSO akhirnya dipindahkan ke Rudenim
Denpasar
pada 28 Juni 2024.
“Karena terkendala biaya untuk pembelian tiket kepulangannya,
CSO harus menjalani masa pendetensian selama 28 (dua puluh delapan) hari
sebelum dideportasi.” ujar Gravit.
Pada 26 Juli 2024 CSO telah dideportasi ke kampung halamannya, Nigeria dengan
dikawal ketat oleh petugas Rudenim Denpasar dan telah diusulkan dalam daftar
penangkalan Direktorat Jenderal Imigrasi.
Menanggapi kejadian tersebut, Kepala Kantor Wilayah Kemenkumham Bali,
Pramella Yunidar Pasaribu mengungkapkan bahwa kasus ini menjadi pengingat bagi
para wisatawan asing untuk selalu memastikan status dan perpanjangan izin tinggal
mereka agar sesuai dengan aturan yang berlaku, dengan memperhatikan
mekanisme mekanisme yang telah ditetapkan. Diharapkan pula Bali tetap menjadi
destinasi yang aman dan tertib bagi wisatawan dan penduduk asing yang
menghormati hukum dan peraturan yang berlaku.
“Sesuai Pasal 102 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian,
penangkalan dapat dilakukan paling lama enam bulan dan setiap kali dapat
diperpanjang paling lama enam bulan. Selain itu keputusan penangkalan seumur
hidup dapat dikenakan terhadap Orang Asing yang dianggap dapat mengganggu
keamanan dan ketertiban umum.
Namun demikian keputusan penangkalan lebih
lanjut akan diputuskan Direktorat Jenderal Imigrasi dengan melihat dan
mempertimbangkan seluruh kasusnya” tutup Pramella.***