Sangrai Kotoran Ternak Jadi Solusi Pengelolaan Limbah dan Menjaga Kesuburan Tanah
Denpasar, Memanfaatkan kotoran ternak dengan cara sangria menjadi solusi dalam pengelolaan limbah peternakan, khususnya ternak sapi dan dalam upaya menjaga kesuburan tanah. Kotoran ternak salah satunya dapat di sangria menjadi biochar. Biochar merupakan bahan padat kaya karbon hasil konversi dari limbah organik melalui pembakaran tidak sempurna atau suplai oksigen terbatas. Teknologi ini di perkenalkan oleh Tim Pengabdian masyarakat, Fakultas Pertanian, Universitas Warmadewa yang dikoordinir oleh Dr. Ir.Yohanes Parlindungan Situmeang, M.Si kepada Kelompok Ternak Satwa Winangun, Desa Tangkas, Kabupaten Klungkung pada Minggu (27/6).
Yohanes mengungkapkan biochar merupakan arang hayati kaya karbon dengan karakteristik, sifat fisik yang berpori bila diaplikasikan ke tanah dapat meretensi hara dan air, meningkatkan kehidupan mikroba dalam tanah dan secara keseluruhan akan memperbaiki kesuburan tanah. Limbah kotoran ternak dapat diubah menjadi biochar yang dapat digunakan sebagai pembenah tanah-tanah pertanian yang miskin unsur hara.
“Biochar dapat menjaga keseimbangan C dan N dalam tanah untuk jangka waktu yang panjang, menambahkan pembenah tanah biochar juga dapat meningkatkan jerapan N, P dan K, serta meningkatkan KTK dan pH tanah” kata Yohanes didampingi anggota tim Dr. Ir. I Dewa Nyoman Sudita, M.P.
Menurutnya, pemberian biochar ke tanah berpotensi meningkatkan kadar karbon tanah, memperbaiki kesuburan tanah dan memulihkan kualitas tanah yang telah terdegradasi. Biochar juga meningkatkan kualitas dan kuantitas air, serta mampu meningkatkan ketersediaan hara bagi tanaman.
Pemberian biochar sebagai pembenah tanah dapat meningkatkan ketersediaan kalium, fosfor, nitrogen, kapasitas tukar kation, dan hasil tanaman serta dapat mengurangi resiko pencucian hara khususnya kalium dan nitrogen. Adanya pori, luas permukaan dan daya serap alami biochar yang tinggi terhadap hara dan air serta kemampuan biochar untuk bertindak sebagai media untuk mikroorganisme diidentifikasi sebagai alasan utama biochar sebagai bahan untuk memperbaiki sifat fisik tanah.
Dalam kegiatan Program Kemitraan Masyarakat (PKM) ini, diperkenalkan proses pembuatan biochar dengan teknologi pembakaran biomasa limbah ternak menggunakan alat pembakar mesin molen sangria. Apalagi transfer teknologi pembuatan pupuk biochar dari kotoran ternak belum pernah dilakukan di Kelompok Ternak Satwa Winangun.
Yohanes menegaskan bahwa transfer teknologi bertujuan meningkatkan pemahaman dan ketrampilan mitra untuk berinovasi mengubah limbah ternak menjadi biochar yang bermanfaat untuk memperbaiki kesuburan tanah dan hasil tanaman. Integrasi usaha ternak sebagai penghasil daging dan hasil samping limbah kotoran ternak yang diolah menjadi pupuk biochar plus yang siap dipasarkan diharapkan dapat meningkatkan nilai tambah dan pendapatan peternak.
“Penerapan ipteks dalam pengelolaan dan pemanfaatan limbah kotoran sapi yang diolah menjadi pupuk biochar plus dengan metoda yang ditetapkan untuk mencapai pengelolaan ternak sapi dan limbahnya yang terintegrasi dengan baik” papar pria kelahiran Jambi, 10 September 1963, yang kini juga sebagai Sekretaris Prodi Magister Sains Pertanian, Universitas Warmadewa.
Yohanes menambahkan jika memperhatikan manfaat dan potensi bahan baku biochar yang sangat melimpah, maka prospek pengembangan biochar sangat baik ke depannya. Integrasi usaha ternak sebagai penghasil daging dan hasil samping limbah kotoran ternak yang diolah menjadi pupuk biochar plus yang siap dipasarkan diharapkan dapat meningkatkan nilai tambah dan pendapatan peternak.
Ketua Kelompok Ternak Satwa Winangun I Nengah Sudarma berharap teknologi yang diperkenalkan dapat diadopsi secara optimal nantinya. Pengelolaan limbah ternak yang optimal nantinya juga dapat berdampak positif bagi anggota kelompok ternak dan masyarakat sekitarnya.
“Kami berharap nantinya mampu mengolah limbah ternak ini menjadi bahan yang lebih berguna seperti biochar. Bukan hanya kotoran ternaknya saja, tetapi juga sisa pakan ternak, sehingga mampu mewujudkan peternakan yang berkelanjutan” ujar Sudarma.
Dalam pengabdian masyarakat ini juga dilakukan serah terima alat mesin sangrai pembuat biochar oleh Dr. Ir. Yohanes Parlindungan Situmeang, M.Si kepada Ketua Kelompok Ternak Satwa Winangun, I Nengah Sudarma. Dengan penyerahan mesin pembuat biochar ini diharapkan kelompok dapat memanfaatkan limbah pertanian dan ternak untuk memproduksi biochar secara berkelanjutan.
Kelompok Ternak Satwa Winangun adalah Kelompok Tani Ternak yang bergerak di pengolahan pupuk organik dan usaha pembibitan sapi Bali. Jumlah anggota kelompok tani ini adalah sebanyak 25 orang. Kelompok Tani Ternak Satwa Winangun memiliki sekretariat yang dibangun atas dana swadaya di Pusat Pembibitan Sapi Bali, Jln, Raya Tangkas, Depan Balai Banjar Tusan, letaknya sekitar 5 km dari kota Semarapura kearah Selatan, atau sekitar 35 km dari kota Denpasar melalui akses jalan By Pass Prof. Ida Bagus Mantra Tohpati-Kusamba.
Kelompok Tani Ternak Satwa Winangun Desa Tangkas didirikan pada tanggal 21 Juli 2005 dan dikukuhkan secara resmi pada tanggal 22 September 2005 di ruang pertemuan kantor Desa Tangkas. Pembentukan dan pendirian kelompok ini dilakukan oleh I Ketut Darmawan, S.Pt dan I Nengah Sudarma. Status kelompok Tani Ternak satwa Winangun adalah Terdaftar di Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan Kabupaten Klungkung