
KKP inisiasi IFish/dok.KKP
Jakarta – Bayangkan jutaan orang Indonesia yang bergantung pada perikanan darat, dengan kekayaan hayati yang tak ternilai. Sayangnya, sumber kehidupan ini terancam oleh berbagai masalah, mulai dari eksploitasi berlebihan hingga perubahan iklim.
Di tengah tantangan ini, hadir proyek IFish, sebuah inisiatif besar dari FAO dan KKP, didukung oleh GEF. Selama tujuh tahun, IFish telah berhasil merumuskan 15 kebijakan yang melindungi ribuan kilometer persegi ekosistem air tawar kritis di tiga pulau besar Indonesia.
IFish memperkenalkan model pengelolaan berbasis komunitas di lima wilayah demonstrasi, menargetkan spesies bernilai tinggi seperti sidat, arwana, dan belida. Pendekatan ilmiah, kearifan lokal, dan kolaborasi multi-sektor menjadi landasan utama proyek ini.
Sistem pemantauan berbasis masyarakat dikembangkan untuk meningkatkan akurasi data perikanan, sementara forum multi-sektor dibentuk untuk melibatkan berbagai pemangku kepentingan dalam pengambilan keputusan.
Proyek ini mengedepankan pendekatan berbasis komunitas sebagai strategi utama. Lebih dari 10.500 masyarakat lokal telah mengikuti pelatihan intensif dalam akuakultur berkelanjutan, pemantauan keanekaragaman hayati, dan pengolahan pasca-panen.
Selain itu, proyek ini berhasil menetapkan standar nasional kompetensi EAFM perairan darat, budi daya arwana, serta pengelolaan dan pemanfaatan sidat. Salah satu hasil penting adalah pengesahan sistem pengelolaan perikanan adat Lubuk Larangan di Kabupaten Kampar, Riau, yang menerapkan zona larangan tangkap sebagai upaya konservasi.
I Nyoman Radiarta, Kepala BPPSDM KP, menekankan kolaborasi sebagai kunci pengelolaan perikanan darat. Menurutnya, IFish menunjukkan bahwa masyarakat dan sains dapat menciptakan keberlanjutan.
“Kami akan terus memperkuat sinergi lintas sektor untuk memperluas manfaat proyek ini,” ujarnya.
IFish melepasliarkan 2,5 persen sidat budi daya ke perairan umum, 20 kilogram di Cilacap pada 2024.
Proyek ini juga mengembangkan jalur ikan berkelanjutan pertama di Indonesia di Jawa Barat, yang diadopsi dalam proyek infrastruktur sungai provinsi, standar irigasi nasional, dan mendorong pembangunan jalur ikan di PLTM Kertamukti, Sukabumi.
IFish mendorong nol limbah, perempuan mengolah belut untuk gizi lokal di Jawa Barat. Rajendra Aryal, FAO, menyebut IFish sebagai inspirasi global, membuktikan konservasi dan ekonomi sejalan.
Dengan berakhirnya IFish, FAO dan KKP berharap replikasi di Indonesia, acara diseminasi di Jakarta menjadi momentum. ***