Menuju Emisi Nol Bersih Tahun 2030, Dirjen EBTKE: Belilah Produk-Produk Elektronik Tanda SKEM dan LTHE Bintang Lima

0

Kabardenpasar – Indonesia telah menunjukkan kemajuan signifikan dalam penurunan emisi melalui berbagai program energi bersihnya. Standar Kinerja Energi Minimum (SKEM) & Label Tanda Hemat Energi (LTHE), Indonesia telah berhasil melakukan penghematan energi sebesar 2,07 TWh, penghematan biaya listrik sebesar IDR 3 triliun, dan pengurangan emisi sebesar 2,18 juta ton CO2 (EBTKE, 2003).

“Diimplementasikannya Peraturan Pemerintah No.33/2023 tentang Konservasi Energi menjadi salah satu pemicu, sehingga semua sektor energi, baik itu industri, penyedia jasa energi, transportasi, sektor gedung, bahkan pemerintah daerah hingga pusat, diserukan untuk melakukan manajemen energi, terutama jika pengguna energi mempunyai konsumsi energi melebihi ambang batas tertentu”, kata Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, Prof. Dr. Eng. Eniya Listiani Dewi, di acara konferensi bertajuk “Indonesia’s Climate Change Mitigation Efforts in the Energy Sector” di The Sakala Resort, Bali, yang berlangsung pada 5-7 Agustus 2024.

Konferensi ini menegaskan komitmen Indonesia dalam mitigasi perubahan iklim. Sebagai negara kepulauan yang rentan terhadap dampak perubahan iklim, Indonesia menyadari pentingnya transisi energi menuju sumber yang lebih bersih dan berkelanjutan. Selama ini, sektor energi yang didominasi oleh penggunaan bahan bakar fosil menjadi fokus utama dalam upaya mitigasi perubahan iklim. Dalam bahan presentasi yang ditayangkan Eniya dalam pembukaan menjelaskan, SKEM pada alat-alat elektronik yang digunakan sehari-hari,  seperti AC, penanak nasi, kipas angin, kulkas, lampu LED, televisi, dan RTC, diharapkan pada tahun 2025 bisa mengurangi puncak beban listrik sebesar 599 MW dan menghemat energi sebesar 3,0 TWh.

Sedangkan di tahun  2030 bisa mengurangi beban listrik sebesar 787 MW dan menghemat energi sebesar 3,8 TWh.  “Karena itu saya mendorong dan merekomendasikan bapak-bapak dan ibu-ibu untuk membeli produk-produk elektronik yang telah ada tanda SKEM dan LTHE bintang lima. Contoh  AC, kipas angin, penanak nasi, lampu LED, TV, RTC,” jelasnya.

Konferensi ini bertujuan untuk berbagi pengalaman dan pengetahuan Indonesia dalam mengurangi emisi gas rumah kaca, khususnya melalui inovasi di sektor energi. Beberapa topik utama yang akan dibahas meliputi dekarbonisasi sektor pendingin, jalur menuju emisi nol bersih, peningkatan efisiensi energi, dan dekarbonisasi sektor bangunan. Acara ini merupakan bagian dari rangkaian Asia Pacific Broadcasting Union (ABU) Summit 2024. Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, Prof. Dr. Eng. Eniya Listiani Dewi, membuka konferensi dengan menyampaikan pidato utama mengenai strategi mitigasi perubahan iklim Indonesia di sektor energi. Dalam kesempatan ini, Eniya juga meluncurkan Rencana Aksi Nasional Pendinginan (NCAP) dan Dokumen Panduan Audit Kerja Energi Paket Pendingin Air Sejuk atau Chiller. “Indonesia berkomitmen untuk mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 32% hingga 43% pada tahun 2030. Namun kita juga membutuhkan investasi sebesar $55 miliar guna mencapai mencapai emisi nol bersih pada tahun 2030,” jelasya. Eniyah menambahkan, guna mempermudah investasi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), rencananya akan mengeluarkan Peraturan No 11/2024 untuk mempercepat pengemmbangan infrastruktur listrik, dengan prioritas pada produk domistik. Peraturan ini diharapkan bisa mengatasi isu konten lokal, khususnya dalam proyek energi terbarukan, seperti panel surya.  “Kami akan meluncurkan aturan ini besok, dan konferensi ini adalah langkah nyata dalam mencari upaya guna mencapai target tersebut,” kata Eniya.

Dalam hal energi terbarukan, Eniya menjelaskan, penggunaannya di Indonesia masih 13,2%, dan hal itu masih dibawah target 23% yang ingin dicapai hingga tahun 2025. Kendati demikian dia optimis karena potensi  energi terbarukan d potensi energi terbarukan di Indonesia juga sangat signifikan, terutama matahari, hidro, bioenergi, geothermal, dan energi laut.

Terkait hal ini Eniya menandaskan pemerintah tidak bekerja sendirian untuk mencapainya. Dia berharap banyak pihak bisa berkolaborasi dan berkontribusi.  Dalam kegiatan konferensi ini juga digelar berbagai beberapa sesi talkshow dengan menampilkan para pembicara kunci dari berbagai lembaga yang telah melakukan berbagai upaya dalam memitigasi perubahan iklim, antara lain Economic and Social Commission for Asia and the Pacific (ESCAP), International Energy Agency (IEA), Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), dan beberapa mitra pembangunan ESDM dan serta para pelaku industri dan asosasi jurnalis seperti Masyarakat Jurnalis Lingkungan Indonesia (SIEJ) yang akan berbagi pengalaman dan pandangan mereka tentang masa depan sektor energi di Indonesia dalam rangka mencapai target e-NDC. 

Konferensi ini juga menjadi platform bagi para jurnalis untuk memahami lebih dalam tentang upaya-upaya mitigasi perubahan iklim di Indonesia dan bagaimana mengkomunikasikannya kepada masyarakat.

Sebagai informasi tambahan khusus SIEJ sejauh ini cukup aktif dalam menyuarakan dan mengkampanyekan Efisiensi Energi terkait SKEM dan LTHE bersama CLASP, sebuah NGO yang berfokus pada pengurangan emisi karbon untuk peralatan elektronik sehari-hari, yang kini juga mendukung kerja-kerja EBTKE di sektor ini. “Kami berharap konferensi ini dapat menjadi titik awal bagi kolaborasi yang lebih luas dalam mengatasi tantangan perubahan iklim,” tandas Direktur Jenderal EBTKE. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *