ROOTS: Sebuah Perjalanan Seni Lintas Generasi, Merayakan Seratus Tahun Kehadiran Walter Spies di Bali

0

Gaung ROOTS sesungguhnya telah bergema di Basel, Swiss, pada Agustus hingga November 2024. Kini, Kulturstiftung Basel H. Geiger | KBH.G membawa sebagian ruh pameran tersebut melintasi benua, mempersembahkannya bagi khalayak Bali.

Pameran seni rupa internasional bertajuk ROOTS di ARMA Museum Ubud pada 24 Mei hingga 14 Juni 2025./dok.istimewa

Denpasar – Napas sejarah dan geliat seni kontemporer akan berpadu dalam sebuah perayaan akbar. Tepat satu abad sejak jejak langkah visioner Walter Spies menyentuh tanah dewata, Bali akan menjadi panggung bagi pameran seni rupa internasional bertajuk ROOTS.

Mulai 24 Mei hingga 14 Juni 2025, ARMA Museum Ubud akan bertransformasi menjadi ruang kontemplasi, mengundang para pencinta seni untuk menyelami warisan abadi sang maestro.

Gaung ROOTS sesungguhnya telah bergema di Basel, Swiss, pada Agustus hingga November 2024. Kini, Kulturstiftung Basel H. Geiger | KBH.G membawa sebagian ruh pameran tersebut melintasi benua, mempersembahkannya bagi khalayak Bali.

Sosok penting di balik proyek seni Root Seratus Tahun Walter Spies di Bali Michael Schindhelm, seorang penulis, pembuat film, dan kurator ternama./dok.ist

Di balik layar proyek ambisius ini, berdiri sosok Michael Schindhelm, seorang penulis, pembuat film, dan kurator ternama yang dengan penuh dedikasi merajut benang merah antara masa lalu dan masa kini.

ROOTS bukan sekadar pameran biasa. Ia adalah sebuah perjalanan menelusuri jejak Walter Spies (1895–1942), seniman kelahiran Rusia yang talenta dan visinya telah menorehkan tinta emas dalam lanskap budaya Bali. Pameran ini akan membuka tabir pengaruh mendalam Spies terhadap denyut nadi kesenian dan narasi kontemporer Bali, sekaligus mengajak kita merenungkan warisan pascakolonial pulau ini selama seratus tahun terakhir.

Salah satu permata dalam pameran ini adalah Villa Iseh di Karangasem. Dibangun Spies pada tahun 1937, vila ini bukan hanya sekadar bangunan, melainkan sebuah monumen persilangan budaya Timur dan Barat. Dinding-dindingnya pernah menjadi saksi bisu perbincangan tokoh-tokoh dunia seperti David Bowie, Yoko Ono, dan Mick Jagger, menjadikannya simbol keharmonisan lintas peradaban.

Melalui lensa para seniman yang terlibat dalam ROOTS, berbagai isu krusial seperti pariwisata massal, degradasi lingkungan, dan dinamika identitas budaya Bali akan diangkat ke permukaan. Karya-karya seniman kontemporer Bali, seperti perupa Made Bayak dan seniman grafis Gus Dark, akan menjadi sorotan utama.

Mereka menghadirkan perspektif mendalam tentang perjuangan masyarakat Bali dalam mempertahankan jati diri di tengah arus globalisasi yang tak terhindarkan. Lewat instalasi yang menggugah, film yang memikat, dan karya visual yang memukau, mereka menelusuri momen-momen penting dalam sejarah Bali, termasuk tragedi kelam tahun 1965.

Sebuah mahakarya sinematik berjudul ROOTS, sebuah film dokumenter fiksi karya Michael Schindhelm, akan menjadi bagian tak terpisahkan dari pameran ini. Layar akan memvisualisasikan sosok Walter Spies sebagai ‘roh’ yang melayang di atas lanskap modern Bali, berinteraksi dengan para seniman dan tokoh budaya untuk mengupas tuntas dampak peradaban Barat sejak kedatangannya 99 tahun silam.

ROOTS lebih dari sekadar pajangan karya seni. Ia adalah sebuah dialog lintas generasi, sebuah jembatan yang menghubungkan masa lalu, kini, dan nanti.

Semangat Walter Spies akan kembali bersemi melalui keterlibatan sejumlah seniman Bali terkemuka, mulai dari keindahan gerak penari Dewa Ayu Eka Putri, harmoni musisi Putu Tangkas Adi Hiranmayena, inovasi koreografer Wayan Dibia, hingga visi pelestarian budaya dari pendiri dan pemilik Museum ARMA, Agung Rai.

Perjalanan Walter Spies dari Eropa menuju kehangatan tropis pada tahun 1923 adalah sebuah pencarian akan dunia baru, sumber inspirasi yang tak terbatas. Meskipun pernah diakui di Berlin dan Dresden, serta menjalin relasi dengan para maestro seperti Oskar Kokoschka, Otto Dix, Friedrich Murnau, Margaret Mead, dan Charlie Chaplin, justru di Bali-lah namanya diagungkan. Di tanah inilah, ia bertransformasi menjadi pelopor modernisme, jiwanya menyerap esensi seni dan spiritualitas lokal.

Michael Schindhelm dengan penuh keyakinan menyampaikan bahwa pameran dan film ROOTS adalah sebuah proyek memori kolektif, sebuah upaya untuk merefleksikan pengaruh budaya modern Barat terhadap akar tradisi Bali.

Kisah hidup Walter Spies yang penuh dinamika, serta dampaknya yang signifikan terhadap evolusi Bali menjadi destinasi wisata global, dipandang sebagai sebuah warisan bersama’. Melalui jalinan kolaborasi yang erat dengan para tokoh seni budaya Bali masa kini, ROOTS berupaya untuk menempatkan kembali warisan Spies dalam konteks sejarah yang sesungguhnya, sembari menggali relevansinya bagi masa depan pulau yang kaya akan tradisi ini.

Lebih jauh lagi, resonansi film dokumenter ROOTS akan meluas ke berbagai sudut Bali, mulai dari 21 Mei hingga 14 Juni 2025. Puncaknya, pada 14 Juni di Museum ARMA, akan diadakan pemutaran khusus yang diiringi dengan seremoni penghargaan bagi para pelajar berbakat yang berhasil menorehkan ulasan film terbaik. Sebuah perayaan yang tidak hanya mengenang masa lalu, tetapi juga menumbuhkan apresiasi dan pemahaman bagi generasi mendatang. ***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *