Wacana Taksi Online Dilarang, PHRI: Jangan Jatuhkan Image Pariwisata Bali
Denpasar – Persaingan bisnis transportasi seperti taksi online dan konvensional diharapkan jangan sampai menjatuhkan image pariwisata di Bali yang dikenal sampai mancanegara.
Apalagi, kehadiran taksi online ikut memberikan kontribusi dan memutar perekonomian di Bali
“Kepopuleran taksi online bukan tidak mungkin akan mengalahkan taksi offline,” ucap Ketua PHRI Badung, Rai Suryawijaya dalam perbincangan Kamis (27/9/2019)
Menurutnya, Taksi online sedang menanjak bahkan tidak menutup kemungkinan bisa mengalahkan taksi offline, karena sudah dikenal oleh wisatawan domestik /wisatawan asing.
Taksi online memiliki kecepatan waktu,ketepatan dan harga bersaing. Di era revolusi industri 4.0, yang cepat akan mengalahkan yang lambat,” katanya, Kamis 26 September 2019.
Kini, untuk menciptakan persaingan yang sehat antara taksi online dan taksi offline, pemerintah Bali sedang merancang Rancangan Peraturan Gubernur (Rapergub). Kebijakan tersebut merupakan kewenangan pemerintah provinsi yang bertujuan menjaga keadaan tetap kondusif.
“Persaingan bisnis dan kenyaman berusaha itu tentu perlu diatur ,apalagi Bali merupakan tujuan wisata dunia. Jadi nanti yang jemput wisatawan di Bali harus punya keterampilan, punya keahlian khusus, pakaian yang sopan dan minimal bisa bahasa inggris,” sebutnya.
“Jangan sampai menjatuhkann image daripada daerah tujuan wisatawan kita. Karena taksi online itu yang saya tahukan mereka daftar, dapat jadi member. Jadi untuk menangani wisatawan kan tentu ada kita buat aturannya, yang menjemput ke airport, anter ke hotel dan bisa menerangkan, terus pakaian yang sopan, bahkan bila perlu nantikan pakaian adat ya, mobilnya pun beda,” lanjutnya.
Kewenangan standarisasi yang akan diatur dalam Rapergub, kata Rai, ini untuk mengatur bagaimana pelayanan lebih baik.
Ia menyebutkan kehadiran taksi online di Bali cukup membantu. Hanya saja, pro dan kontra terhadap taksi offline sudah sampai ke pemerintah. Sehingga, aturan harus diterapkan.
“Setelah ada pro dan kontra sampai ke pemerintah, tentu kita buat dulu ni aturannya. Apa yang boleh dan tidak dilakukan. Dan standarisasi harus diikuti baik taksi offline maupun online. Harus diatur untuk menciptakan konsumtifitas daripada persaingan bisnis lebih sehat,” ujarnya.
“Kalau sudah memenuhi standarisasi why not,mereka kan sudah legal, sudah ikuti peraturannya. Dan everybody can be online driver, kan gak ada masalah. Yang cepat akan mengalahkan yang lambat,” lanjutnya.
Ihwal larangan penjemputan di hotel oleh taksi online, Rai menerangkan bahwa itu merupakan kewenangan manajemen hotel.
Pihak hotel bisa saja telah bekerja sama dengan komunitas taksi lokal. Sehingga, taksi online tidak dapat masuk ke dalam hotel tersebut.
“Kalau ada larangan beberapa hotel untuk menjemput tamunya itu sah saja, mungkin sudah ada melakukan kerja sama dengan pihak taksi lokal yang notabene adalah orang-orang di sekitar hotel. Tapi kalau tamunya dijemput di jalan umum kan bisa saja,” tutupnya. (zal)