Headlines

Kemenhub Harus Memediasi Cegah Perang Tarif Ojol

Jakarta – Pemerintah dalam hal ini Kementerian Perhubungan diminta bisa menjadi mediasi terhadap persoalan berlarutnya perang tarif aplikator ojek online 

Selain itu, agar praktek monopoli dan oligopoli tidak terjadi, pemerintah harus mencegah terjadinya jor-joran perang tarif aplikator ojek online (ojol).

Hal itu disampaikan Pengamat Ekonomi asal Medan, Gunawan Benyamin, menanggapi sengkarut perang tarif ojol di Tanah Air.

Ia mengungkapkan, lahirnya peraturan Kementerian Perhubungan Nomor 348 Tahun 2019 masih belum menjadi solusi.

Jadi, pemberlakuan tarif baru ojek online hanya akan memicu perang tarif menjadi lebih liar. Termasuk perang promo dan diskon bagi penyedia jasa ojek online.

Kata dia, Keputusan Kemenhub tidak mengatur secara spesifik tentang aturan promo yang menjadi salah satu pemicu perang tarif.

Tentu saja, kondisi ini harus menjadi perhatian khusus karena langkah yang diambil pada akhirnya tidak menguntungkan semua pihak,” kata Gunawan dalam keterangannya Kamis (27/6/2019).

Jika perang tarif dibiarkan, kondisi ini justru menguntungkan aplikator yang memiliki modal besar, karena mampu membakar uang dalam jumlah besar.

“Sedangkan, usaha transportasi lain hanya mengikuti apa yang dilakukan perusahaan besar,” katanya menegaskan.

Akibatnya, akan menjadikan pasar tidak terkendali. Gunawan menyarankan agar Ojol membentuk asosiasi yang menaungi kepentingan bersama.

Pihaknya mengkawatirkan, nasib ojek online ke depan hanya muncul satu aplikator dominan.

“Kemenhub harus membantu mediasi. Jika tidak dilaksanakan, nanti ujung-ujungnya, praktek di lapangan bentuknya monopoli atau oligopoli,” tegas Gunawan.

Pada awal persaingan itu adalah banting-bantingan harga, main tarif promo jor-joran. Selanjutnya aksi bajak tanpa etika.

“Ini menunjukan bahwa ada ojol yang memang berambisi menguasai bisnis di transportasi online,” tuturnya

Gunawan berharap Kemenhub segera mengeluarkan kebijakan yang fair. Kebijakan yang tidak memberatkan satu pihak saja, tapi mengarah kepada keberlangsungan hidup industri dalam jangka panjang.

Kemudahan yang ditawarkan ojek online, menjadi daya tarik bagi masyarakat untuk menggunakan sarana transportasi berbasis aplikasi tersebut.

Namun, membiarkan aplikator ojek online berkompetisi merebut pasar tanpa rambu-rambu yang jelas menjadi kekeliruan yang harus dicarikan solusinya.

Untuk itu, diperlukan adanya kebijakan yang mengatur agar persaingan antar aplikator ojek online tersebut dapat memberikan keuntungan bagi semua pihak.

Keuntungan baik konsumen, driver, perusahaan, maupun pemerintah sebagai pembuat regulasi.

“Skala pembuatan kebijakan harus memprioritaskan kesejahteraan mitra, keinginan konsumen dan keberlangsungan hidup perusahaan,” sebutnya.

Sepertti diketahui, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) pernah membahas secara intensif bersama Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) terkait dengan diskon. Diskon ini lebih kepada perang tarif yang dilakukan antara Grab dan Gojek.

Direktur Angkutan Jalan Kementerian Perhubungan Ahmad Yani mengatakan KPPU dilibatkan agar proses persaingan usaha antara aplikator berjalan dengan sehat.

“Memang ada berbagai permasalahan. Terutama terkait yang namanya diskon promo, karena di bisnis ini sangat rentan sekali kita ngga mau salah satu pihak yakni Grab atau Gojek hilang,” kata Ahmad Yani belum lama ini . (ful)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *