Headlines

Layani Perokok Sadar Kesehatan, Puskesmas Buka Konseling Berhenti Merokok

Kabardenpasar – Kebiasaan merokok bagi sebagian orang (perokok) diakui sulit dihentikan meski ada keinginan untuk berhenti merokok.

Ketua Udayana CENTRAL, Putu Ayu Swandewi mengatakan dari survei yang pernah dilakukan, 81 % remaja perokok sebenarnya memiliki keinginan untuk berhenti merokok. Namun upaya untuk itu tidak dilakukan dengan sungguh-sungguh. Hal ini terungkap dalam Media Gathering Center for NCDs Tobacco Control and Lung Health (Udayana CENTRAL) di Denpasar Rabu 1 Februari 2023.

Fasilitas Layanan Berhenti Merokok sudah disediakan di Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) namun faktanya sepi peminat. Untuk mengefektifkan layanan tersebut direncanakan tahun 2023 ini petugas akan melakukan sistim jemput bola.

Pejabat Fungsional Epidemiologi Kesehatan Dinas Kesehatan Provinsi Bali, Gusti Ngurah Sri Dana SKM MKes, mengatakan petugas akan mengunjungi sekolah dan kelompok anak muda lainnya terkhusus perokok pemula. Juga sosialisasi cara berhenti merokok dengan benar bukan beralih ke rokok elektrik.

“Khususnya, untuk perokok pemula dimana petugas akan mengunjungi sekolah dan kelompok anak muda lainnya. Rencana akan dibentuk juga di rumah sakit sehingga jika di Puskesmas petugas menunggu, di rumah sakit bisa jemput bola karena sudah bisa diketahui mana saja pasien yang penyakitnya dipengaruhi karena rokok,” kata Sri Dana.

Pihaknya juga akan menambah Puskesmas layanan di tahun 2023 ini sebanyak 60 Puskesmas. “Pada tahun 2022 sudah dilakukan pelatihan terhadap 90 Puskesmas dan akan ditambah 60 lagi pada tahun 2023,” jelas Sri Dana.

Dijelaskan, dalam konseling tersebut petugas diantaranya melakukan pemeriksaan kesehatan terkait resiko kecanduan merokok, seperti tes terhadap fungsi paru, kadar nikotin dalam darah. Selanjutnya dilakukan konseling bagaimana mengurangi perilaku merokok.

Pelayanan konseling tersebut merupakan  upaya untuk memutus kebiasaaan merokok yang diduga terkait dengan penyakit-penyakit tidak menular sperti jantung, darah tinggi dan diabetes.

Data pada Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di Bali, penyakit tidak menular itu menyedot pembiayaan besar, mencapai empat kali lipat lebih besar daripada penanganan penyakit menular.

Selain itu Ketua Udayana CENTRAL, Putu Ayu Swandewi juga menyoroti masih banyak pelanggan restoran yang tidak mengetahui bahwa Perda KTR juga diterapkan di restoran. Menurutnya pengelola restoran juga harus bertanggung jawab terhadap pembiaran pelanggan yang merokok tersebut.

“Dari hasil survei, hanya 30,8 persen pelanggan yang tahu bahwa Perda KTR harus diterapkan di restoran,” ujar Putu Ayu.

Survei kepatuhan Perda KTR ini dilakukan para restoran di kota Denpasar dan Kabupaten Badung Bali. Dalam survei ini juga didapati bahwa hanya 33,3 persen pelanggan yang bersedia melaporkan pelanggaran Perda KTR pada pihak berwenang. Dan ada 55,3 persen pelanggan yang bersedia menegur orang saat merokok di restoran.

Selain itu hanya 45,3 persen yang tahu bahwa melanggar Perda akan dikenai sanksi meski 69 persen sudah pernah mendengar tentang Perda KTR.

Perda Provinsi Bali No 10 Tahun 2011 tentang Kawasan Tanpa Roko disebutkan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) adalah ruangan atau area yang dinyatakan dilarang untuk kegiatan merokok atau kegiatan memproduksi.

KTR meliputi sejumlah tempat termasuk di tempat umum semisal di antaranya pasar modern, pasar tradisional, tempat wisata, tempat hiburan, hotel hingga restoran.

Namun begitu implementasinya di lapangan jauh dari harapan ideal karena belum sungguh sungguh dijalankan hingga saat ini hampir 12 tahun.***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *