Prof. LK Suryani: Penderita Kesehatan Jiwa Lebih Tepat Dirawat Dirumahnya Bukan RS Jiwa
Denpasar – Pola penanganan penderita gangguan kesehatan jiwa dengan menempatkannya di rumah sakit jiwa atau tempat rehabilitasi dinilai kurang memberikan hasil maksimal. Sebab persoalannya adalah bagaimana masyarakat atau keluarga bisa menerimanya setelah keluar dari perawatan. “Mestinya penderita dirawat di rumahnya dengan melibatkan keluarga, lingkungan termasuk aparat di desa agar penderita tak sampai terasing,” ujar Prof. LK Suryani kepada wartawan, Rabu (23/5) di Kubu Kopi Denpasar.
Pendiri Suryani Institue for Mental Health (SIMH) yang berbicara terkait rencana kegiatan ‘Run Across Bali for Mental Health’, sebuah gerakan untuk menyuarakan kepedulian pada posisi kesehatan jiwa melalui olahraga lari ini mengatakan berdasarkan data tahun 2009 di Bali tercatat ada 9 ribuan penderita gangguan jiwa. Jumlah itu naik dari tahun sebelumnya sekitar tujuh ribu. Dan yang baru tertangani sekitar 350 orang.
Bila dilihat jumlah penderita yang begitu banyak, jelas akan dibutuhkan banyak rumah sakit. Ini menurutnya sangat tidak mungkin. “Apalagi ada rencana Dinas Sosial untuk membangun tempat rehabilitasi bagi penderita ini. Hal ini saya tolak sebab tidak memberi solusi yang tepat,” ujar psikiater ini. Menurutnya perawatan penderita gangguan jiwa ini lebih tepat kalau dilakukan di lingkungan tempat tinggalnya dengan melibatkan keluarga, sekaa teruna atau volunter dan aparat di desa. Sudah barang tentu mereka ini terlebih dahulu diberikan bekal pendidikan terkait perawatan sehingga bisa melaksanakannya dengan baik.
Menurut Prof. Suryani masalah yang dihadapi penderita gangguan jiwa ini setelah menjalani perawatan di rumah sakit (RSJ) umumnya ketika dikembalikan ke lingkungan asalnya. Karena itu penting kalau perawatan bisa dilakukan di rumahnya. “Model perawatan ini sudah diterapkan di Blahbatuh dan hasilnya jauh lebih bagus. Kalau harus di RSJ dengan jumlah penderira yang ribuan itu dimana anggarannya dan berapa RSJ yang harus dibangun,” tegasnya. Prof. Suryani membahkan keberadaan ‘balian’ juga bisa dimanfaatkan. Di Bali ini banyak ‘balian’ yang bisa membantu penyembuhan. “Dengan diperciki air suci biasanya pendeita akan merasa tenang,” tambahnya.
Sementara itu Henny Gorton, seorang guru Bahasa Inggris di IALF Denpasar yang akan melakukan ‘Run Across Bali for Mental Health’ dalam keterangannya mengatakan kegiatan lari yang diprakarsainya bertujuan untuk mensosialisasikan perlunya penanganan penderita gangguan jiwa dengan baik. Ia akan melakukan aksinya itu dengan berlari dari Kintamani Kabupaten Bangli, hingga Uluwatu Kuta Selatan dengan menempuh jarak sekitar 125 km.
Start akan diawali pada 1 Juni dari Kintamani dan finish 3 Juni di Uluwatu. Dalam aksinya itu Henny akan diikuti puluhan ekspatriat dari sekitar 10 negara yang peduli dengan penderita gangguan jiwa serta sejumlah komunitas lainnya dari Singaraja dan sejumlah daerah lainnya. (Abi)