Membentuk Pola Pikir Kritis dengan Literasi Digital
Lombok Barat – Di tengah pesatnya pertumbuhan penggunaan internet di Indonesia, kemampuan banyak masyarakat dalam menilai kebenaran sumber informasi media melalui teknologi digital masih minim.
Kemampuan tersebut dikenal sebagai literasi media digital. Kemampuan literasi digital tidak hanya digunakan untuk sekedar mencari informasi, namun juga digunakan untuk membuat, memilah, dan memanfaatkannya dengan tepat dan bijak.
“Literasi digital pada dasarnya tidak semata-mata penguasaan teknologi komputer dan keterampilan penggunaan internet belaka. Melainkan lebih luas yaitu aktivitas yang memadupadankan ‘literasi’ dan ‘digital’,” ujar Abdul Malik dalam webinar di Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat, Kamis (15/7/2021).
Setiap individu perlu memahami bahwa literasi digital merupakan hal penting yang dibutuhkan untuk dapat berpartisipasi di dunia modern sekarang ini. Literasi digital sama pentingnya dengan membaca, menulis, berhitung, dan disiplin ilmu lainnya.
Literasi digital dapat membentuk pola pikir yang berbeda dalam penggunaan teknologi. Dalam penggunaan teknologi setiap orang harus bisa bertanggung jawab dalam pemakaiannya.
Menurut abdul, literasi digital juga tidak kalah penting karena terkait untuk menghasilkan pesan. Ini juga merupakan fenomenal radikalisme baru yang berhubungan dengan kemampuan kelompok atau individu tertentu memberikan pesan kepada masyarakat.
“Kemampuan pengguna untuk memberi makna teks dan sosial isi media, nilai-nilai sosial, tujuan pembuat content dan relasi kekuasaan antar pemroduser pesan dengan audio,” ujarnya.
Dalam teori tersebut, Abdul menyebutkan bahwa media bukan suatu hal yang berdiri sendiri lagi, tapi dia terikat langsung dengan masyarakat, bahkan bisa lebih dahsyat sampai terikat emosi.
Data survei PPIM tahun 2017, sebanyak 54,87% generasi muda mencari pengtahuan agama dari internet (blog, website, atau media sosial). Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) melansir data sebanyak 9000 website mengandung konten radikalisme dan 39% mahasiswa di 15 provinsi di Indonesia yang menjadi responden dari survei yang diselenggarakan BNPT terindikasi rentan dan tertarik pada paham radikal.
“Literasi digital bukan hanya bisa memegang ponsel dan gadget yang lain, tetapi lebih kepada sisi budaya,” ujarnya.
Jadi, literasi digital bisa sebagai suatu paradigma baru, kultur baru, bahkan emosi sampai psikologis baru yang dimiliki masyarakat.
Webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) bersama Siberkreasi. Webinar wilayah Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat, Kamis (15/7/2021) ini juga menghadirkan pembicara, Adinda Atika (VP Business Development Fintech P2P Lending), Abdul Malik (Rektor Kepala Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIM Mataram), Nur Kholis (Dewan Pembina Yayasan Pebagus Lombok Barat), dan Dhan Geisha.
Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital merupakan rangkaian panjang kegiatan webinar di seluruh penjuru Indonesia. Kegiatan ini menargetkan 10.000.000 orang terliterasi digital pada tahun 2021, hingga tercapai 50 juta orang terliterasi digital pada 2024.
Kegiatan ini merupakan bagian dari program Literasi Digital di 34 Provinsi dan 514 Kabupaten dengan 4 pilar utama. Di antaranya Budaya Bermedia Digital (Digital Culture), Aman Bermedia (Digital Safety), Etis Bermedia Digital (Digital Ethics), dan Cakap Bermedia Digital (Digital Skills) untuk membuat masyarakat Indonesia semakin cakap digital.