Penerapan Budaya Digital untuk Hindari Perilaku yang Negatif

0

Lombok Timur  – Di era perkembangan teknologi yang begitu cepat, perlu kiranya diterapkan juga budaya digital yang juga harus cepat. Karena akselerasi transformasi digital tidak hanya terkait aspek teknis teknologi, tetapi juga aspek budaya.

Menurut I Nengah Artawan, S.Pd.H, M.Pd.H, Dosen UNHI dalam Webinar Literasi Digital wilayah Kabupaten Bangli, Bali pada Rabu 14 Juli 2021, budaya digital yang cakap amat diperlukan dalam perkembangan teknologi seperti sekarang ini.

“Ada tiga aspek dalam membangun budaya digital yaitu participation, remediation dan bricolage,” ujar Nengah dalam webinar yang diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika bekerja sama dengan Siberkreasi.

Lebih jauh, Nengah Artawan menjelaskan participation berarti bagaimana masyarakat berpartisipasi memberikan kontribusi untuk tujuan Bersama. Sedangkan remediation adalah perilaku bagaimana merubah budaya lama menjadi budaya baru yang lebih bermanfaat.

“Yang terakhir bricolage adalah bagaimana memanfaatkan hal-hal yang sudah ada sebelumnya. Dengan kata lain pembuatan sesuatu yang baru dari bahan-bahan lama yang kebetulan tersedia di tangan, diterapkan secara analogis pada penyebaran tradisi,” imbuh Nengah Artawan.

Ia juga mengatakan bahwa budaya digital ini wajib diterapkan untuk menghindari perilaku yang negatif yang banyak terjadi dilakukan para pengguna ruang digital. Apalagi sejumlah survei yang belakangan beredar menyimpulkan fakta bahwa netizen Indonesia menjadi salah satu negara dengan netizen paling tidak sopan di Asia Pasisik.

Budaya digital yang lebih bermanfaat ini juga diulas oleh Yulia Dian, seorang Social Media Specialist bahwa ada kebiasaan baik dalam ruang digital yang perlu diwaspadai juga karena jika tak berhati-hati juga akan membawa dampak buruk bagi pengguna medsos.

Contoh saja adalah sharenting yang merupakan praktek membagikan informasi mendetail tentang anak yang dilakukan orangtua secara regular di media sosial. Meski sebetulnya kebiasaan ini ada baiknya tapi ada beberapa rambu yang tidak harus dicermati agar terhindari dari kejahatan dunia digital.

“Kita harus mengenali sendiri apakah sharenting ini baik atau buruk untuk keluarga kita. Biasanya seorang ibu butuh apresiasi yg dilakukan di dunia nyata atau lewat medsos. Selain itu kadang memposting konten anak karena butuh feedback serta nasihat orang lain,” jelas Dian.

Lebih lanjut ia mengungkapkan bahwa ada fakta menarik, dibanding ayah. Ibu lebih semangat untuk sharenting. Dan rata-rata orang tua memposting 1.500 foto anak mereka sebelum berumur 5 tahun. Sekitar 80 persen anak di bawah usia dua tahun di seluruh dunia telah memiliki jejak digital.

Meski terlihat sebagai suatu hal yang biasa dan wajar, ada sejumlah dampak buruk terlalu banyak sharenting yaitu orang tua biasanya lebih emosional, tidak ada lagi ruang privasi. Selain itu efek lain adalah orang tua bisa terlibat dalam persaingan dengan orang lain dan timbul rasa iri.

Selain itu beberapa informasi kecil yang kita post di medsos bisa mengundang kejahatan. Juga akan terkena risiko penculikan karena penjahat tau nama detil anak sementara biasanya anak kecil lebih percaya pada hal kecil, semisal penjahat memanggil anak dengan panggilang yang biasa di post orang tua di medsos.

Jika pun memang sharenting perlu dilakukan di medsos tanpa mengundang kejahatan, ada sejumlah upaya preventif bisa dilakukan. Yaitu jangan memakai lokasi dan tag, bagikan foto anak hanya pafa keluarga. “Jika memposting, pikirkan dari sisi anak, apakah anak akan malu atau tidak. Dan jika kita melihat teman memposting anak, anjurkan untuk berhati-hati. Dan jangan sekali-kali memposting anak tengah mandi telanjang karena bisa mengundang kejahatan. Dan kita harus memberitahu teman untuk berhati-hati dengan cara yang baik.

Selain Yulia dan Nengah Artawan, sejumlah pembicara lain juga hadir dalam webinar ini yaitu I Ketut Widiastawa, S.Pd, M, Ag, Pengajar di SMKN I Bangli dan Nata Gein sebagai Key Opinion Leader.

Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital merupakan rangkaian panjang kegiatan webinar di seluruh penjuru Indonesia. Kegiatan ini menargetkan 10.000.000 orang terliterasi digital pada tahun 2021, hingga tercapai 50 juta orang terliterasi digital pada 2024.

Kegiatan ini merupakan bagian dari program Literasi Digital di 34 Provinsi dan 514 Kabupaten dengan 4 pilar utama. Di antaranya Budaya Bermedia Digital (Digital Culture), Aman Bermedia (Digital Safety), Etis Bermedia Digital (Digital Ethics), dan Cakap Bermedia Digital (Digital Skills) untuk membuat masyarakat Indonesia semakin cakap digital.**

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *