Faktor Utama Ujaran Kebencian Adalah Prasangka Buruk
Timor Tengah Selatan -Dalam laporan terbaru Digital Civility Index (DCI) yang dirilis Microsoft, Indonesia didapuk sebagai negara dengan tingkat kesopanan pengguna internet terendah di Asia Tenggara. Kemunduran tingkat kesopanan paling banyak disebabkan masih rendahnya tingkat literasi digital sehingga menyebabkan sering tidak bisa mengontrol diri dan kerap lepas kendali yang berbuah ujaran kebencian.
Cenuk Widiyastrina Sayekti, Peneliti dan Dosen dalam Webinar Literasi Digital wilayah Kabupaten Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur, Senin 6 September 2021, mengatakan ujaran kebencian merupakan tindakan komunikasi yang dilakukan oleh suatu individu atau kelompok dalam bentuk provokasi, hasutan ataupun hinaan kepada individu atau kelompok yang lain dalam hal berbagai aspek.
“Hati-hati dengan persoalan ujaran kebencian bisa berakibat hukum. Dalam pasal 28 ayat 2 UU ITE disebutkan setiap orang yang dan sengaja dengan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas Suku Agama RAS dan antargolongan (SARA),” ujar Cenuk dalam webinar yang dipandu oleh Yulian Noor ini.
Lebih lanjut dikatakannya bahwa Indonesia berbeda dengan negara di Barat semisal Amerika Serikat yang menganut konsep kebebasan berpendapat dan tidak mengatur soal ujaran kebencian.
“Konstitusi Amerika melindungi kebebasan berbicara termasuk hate speech. Mahkamah Agung (MA) Amerika Serikat menyatakan bahwa hate speech bagian dari kebebasan berbicara yang dilindungi oleh konstitusi. Dan Indonesia mengatur larangan tentang ujaran kebencian dan hak menyatakan pendapat tetap dijamin oleh konstitusi Indonesia,” imbuhnya.
Selain itu kebebasan berbicara memicu perdebatan dan ujaran kebencian bisa menjadi penyebab kekerasan ujaran kebencian dan berdampak pada permusuhan dan kekerasan. Kalau misalnya di WhatsApp sudah memicu ke perdebatan maka segera hentikan.
Ia juga mencontohkan tentang potret ujaran kebencian di Indonesia bisa dilakukan melalui media media massa, konten media sosial, pidato atau khutbah, spanduk dan orasi. Bentuk ujaran kebencian yaitu menghasut memprovokasi penistaan penghinaan penyebaran berita bohong.
Bentuk aktivitas ujaran kebencian yang masuk dalam kategori pelanggaran disiplin adalah menyampaikan pendapat baik lisan maupun tertulis lewat medsos yang bermuatan ujaran kebencian terhadap Pancasila UUD 1945 NKRI Bhinneka Tunggal Ika dan pemerintah.
Selain itu bisa dengan menyampaikan pendapat baik lisan maupun tertulis lewat medsos yang mengandung ujaran kebencian terhadap salah satu suku agama ras dan antargolongan. Juga penyebarluasan pendapat yang bermuatan ujaran kebencian melalui medsos share, broadcast , upload, retweet , repost Instagram dan sejenisnya.
Selain itu dengan juga mengadakan kegiatan yang mengarah pada perbuatan menghina menghasut provokasi dan membenci Pancasila, UUD 1945 NKRI bhinneka tunggal Ika dan pemerintah. Atau dengan mengikuti atau menghadiri kegiatan yang mengarah pada perbuatan menghina menghasut provokasi dan membenci Pancasila. UUD 1945 bhinneka tunggal Ika NKRI dan pemerintah. Serta menanggapi atau mendukung sebagai tanda setuju pendapat dengan memberikan like this, like love retweet atau komen di Medsos.
Sementara itu biasanya ekspresi kebencian dalam ujaran bisa bermacam bentuk termasuk penghinaan, pencemaran nama baik, penistaan, perbuatan tidak menyenangkan memprovokasi, penghasut dan penyebaran berita bohong.
Sekali harus diingat bahwa ujaran kebencian merupakan tindakan pidana. Dan ujaran kebencian dapat berupa menyinggung isu SARA, orientasi seksual dan disabilitas. Ujaran kebencian ini memiliki tujuan atau bisa berdampak pada tindak diskriminasi kekerasan, penghilangan nyawa dan atau konflik sosial. “Faktor utama ujaran kebencian adalah prasangka buruk.”
Selain Cenuk, juga hadir pembicara lain yaitu Dedy Triawan, CTO/MEC Indonesia, H Muhammad G.Arifoeddin, S.Pd, MM, Guru dan Bunga Harum Dani sebagai Key Opinion Leader.
Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital merupakan rangkaian panjang kegiatan webinar di seluruh penjuru Indonesia. Kegiatan ini menargetkan 10 juta orang terliterasi digital pada tahun 2021, hingga tercapai 50 juta orang terliterasi digital pada 2024.
Kegiatan ini merupakan bagian dari program Literasi Digital di 34 provinsi dan 514 kabupaten dengan 4 pilar utama. Di antaranya Budaya Bermedia Digital (Digital Culture), Aman Bermedia (Digital Safety), Etis Bermedia Digital (Digital Ethics), dan Cakap Bermedia Digital (Digital Skills) untuk membuat masyarakat Indonesia semakin cakap digital.