Lepasliarkan Tukik, Antam Tekankan Pentingnya Jaga Kelestarian Penyu

0

Mangupura – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) memastikan berperan aktif dalam menjaga kelestarian penyu di Indonesia. 

KKP bersama kelompok masyarakat peduli lingkungan melepas-liarkan 100 ekor tukik di Pantai Melasti, Pulau Serangan, Bali, Jumat (24/7/2020).

Penyu termasuk biota laut yang terancam punah sehingga keberadaannya dilindungi negara melalui PP Nomor 7/1999. Aturan ini berlaku untuk semua jenis penyu yang ada di Indonesia. 

Pelaksanaan tugas pelepas-liaran yang dilaksanakan oleh Sekjen sesuai Surat Edaran Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 526/MEN-KP/VIII/2015. Ironisnya masih banyak pihak yang memperdagangkan hewan ini secara ilegal.

Sebanyak 100 ekor tukik / anakan penyu berjenis lekang (Lepidochelys olivacea) yang dilepas-liarkan di Pantai Melasti ini, merupakan hasil penetasan telur 2 hari sebelumnya dari relokasi sarang penyu lekang yang bertelur di pantai sekitar Pulau Serangan Bali. 

Tukik tersebut sebelumnya dirawat oleh lembaga konservasi Turtle Conservation and Education Center (TCEC) Serangan.

“Melalui kegiatan pelepasliaran tukik ini, diharapkan dapat menggugah kesadaran masyarakat akan pentingnya melestarikan penyu,” ujar Sekretaris Jenderal Kementerian Kelautan Perikanan (Sekjen KKP) Antam Novambar usai pelepasliaran tukik, didampingi Dirjen PDSPKP Nilanto Perbowo.

Usai Pelepasliaran tukik, Antam mengunjungi TCEC Serangan dan melihat ada 48 ekor penyu hijau yang dirawat dan merupakan barang bukti titipan Polda Bali yang berhasil menggagalkan upaya penyelundupan. 

Penyebab lain menurunnya populasi penyu adalah kerusakan habitat pantai, penyakit, penangkapan dan perdagangan daging penyu maupun telurnya yang secara illegal masih terjadi.

Antam menjelaskan, penyu memiliki karakteristik siklus hidup yang sangat panjang dan unik, sehingga untuk mencapai kondisi lestari membutuhkan waktu cukup lama. Bila tidak benar-benar dijaga, di masa depan penyu bisa jadi tinggal cerita.

“Bayangkan untuk bertelur itu minimal umurnya 20 tahun. Jadi satu butir telur penyu harusnya minimal Rp 5 juta harganya. Karena dia harus berjuang 20 tahun untuk menghasilkan telur,” terangnya.

Antam mengapresiasi lembaga maupun kelompok masyarakat yang aktif menjaga kelestarian penyu, seperti Turtle Conservation and Education Center. Sebagai bentuk apresiasi, Antam menyerahkan donasi Rp 15 juta dari kantong pribadinya. 

“Saya apresiasi sekali, tersentuh hati saya. Saya sudah berapa kali lihat konservasi seperti ini. Ada juga di Sanur saya lihat dan di tempat-tempat lain,” terangnya.

KKP, salah satunya melalui Balai Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (BPSPL) Denpasar selama ini berperan aktif menjaga kelestarian penyu. 

Langkah yang diambil di antaranya sosialisasi, perlindungan habitat peneluran penyu, melakukan monitoring terhadap pelaksanaan program perlindungan penyu, telur, bagian tubuh, dan produk turunnya, hingga bekerjasama dengan kelompok masyarakat pelestarian penyu. 

Antam menambahkan, konservasi penyu sebenarnya tidak hanya bermanfaat untuk menjaga kelestarian, tapi juga punya nilai ekonomi bagi masyarakat sekitarnya. 

Saat ini, banyak wisatawan yang mengunjungi lokasi-lokasi konservasi, termasuk konservasi penyu.

“Alasan lain kami ke sini juga untuk menindaklanjuti arahan Presiden untuk membantu menghidupkan sektor wisata di masa pandemi, khususnya di delapan destinasi wisata, salah satunya Bali. Ada juga Banyuwangi, Borobudur, Danau Toba, Kepri, Labuhan Bajo, Likupang, dan Mandalika,” tegasnya.

Sementara itu, TCEC dikenal aktif menyelamatkan telur-telur penyu dari eksploitasi untuk konsumsi ataupun perdagangan. Di samping itu, TCEC merawat penyu-penyu hasil sitaan dan penyu yang sakit akibat terkena jaring nelayan. 

“Kami di sini tidak hanya merawat penyu saja pak, tapi juga paus dan lumba-lumba,” terang Direktur TCEC Serangan I Made Sukanta saat berbincang dengan Antam Novambar. 

Sukanta menerangkan, perdagangan daging penyu di Bali kini lebih terkontrol berkat sinergi yang baik antara lembaga konservasi dengan pemerintah. Di Bali, penyu dengan ketentuan tertentu juga dipakai sarana upacara peribadatan. 

Penyu yang digunakan berukuran kecil dengan maksimum panjang lengkung karapas 15 cm dan direkomendasikan oleh Pemerintah.

“Sekarang ada win-win solutionnya. Jadi upacara tetap jalan, peribadatan tetap jalan. Jadi setiap masyarakat yang ingin penyu, harus bawa surat izin. Baru kami menyediakan. Tapi penyunya bukan mengambil di alam, melainkan hasil pembesaran yang ukurannya sudah diperhitungkan,” terangnya. (Fik)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *