Banyak Orang Menggunakan “Topeng” di Dunia Maya
Denpasar -Pandemi covid-19 membuat penggunaan teknologi internet semakin bertambah. Pesatnya pertumbuhan internet di masyarakat menjadi pengaruh dalam bagaimana mereka berinteraksi satu sama lain. Dengan adanya media sosial, hal itu menciptakan identitas baru bagi para penggunanya. Seringkali identitas ini menjadi boomerang untuk dirinya sendiri dan lingkungan.
Orang cenderung seperti menggunakan topeng saat berinteraksi di media sosial. Tidak seperti di kehidupan realita, banyak orang menunjukkan sisi lain di kehidupan dunia mayanya tersebut. “Jadi seperti seseorang yang kehidupan aslinya sederhana, namun karena merasa ingin diakui di kehidupan media sosial, dia menjadi sosok yang high class,” kata I Wayan Nuriarta selaku Dosen Desain Komunikasi Visual Fakultas Seni Rupa dan Desain, Institut Seni Denpasar dalam kegiatan Webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 di wilayah Kota Denpasar, Bali, Jumat (18/6/2021).
Dijelaskan lebih lanjut, terjadinya distorsi realitas dalam penggunaan sosial media itulah yang membuat penyerapan internet menjadi negatif. “Ada hal yang tidak terkontrol di sosial media. Dimana itu sebelumnya sudah diatur oleh norma lingkungan. Karena dianggap ruang bebas, masyarakat di media sosial seringkali kelewatan dalam menyampaiakan pendapatnya,” kata dia lebih lanjut.
Selain itu, keinginan masyarakat menjadi yang paling cepat mengetahui sebuah informasi menjadikan alasan maraknya penyebaran berita bohong saat ini. Terlebih ujaran kebencian juga termasuk di dalamnya. “Ada baiknya ketika kita tidak memahami suatu masalah yang terjadi, katakanlah politik, jika ada informasi yang belum jelas kebenarannya mohon stop di Anda. Jangan disebarluaskan sehingga memunculkan polemik. Gunakan media sosial hanya untuk hal-hal yang Anda suka dan positif,” sambung Wayan.
Karena masalah itulah, Wayan berfikir bagaimana menegur masyarakat yang salah dalam menggunakan sosial media melalui kartun. Kartun merupakan sebuah karya ruang yang bersifat simbolik. Kekuatan utama kartun ada di ide. “Saat ini gambar-gambar kartun dengan sangat mudah bisa ditemui pada media massa atau online sekalipun.”
“Kalau kita mencermati perkembangan kartun saat ini, biasanya berisikan tentang sindiran atau suatu kejadian dimana itu berkaitan dengan perubahan sosial di era digital,” sambungnya.
Menurutnya, kartun saat ini efektif untuk menyampaikan pesan secara kreatif dan diarahkan ke persoalan yang positif. “Kartun menjadi karya visual yang menjadi refleksi persoalan di masyarakat saat ini,” papar Wayan.
Menurut Wayan, kartunis bisa menghadirkan opini di ruang publik yang bisa membuat pembaca tertawa. Atau bahkan yang dikritik pun menjadi tersenyum. “Kartunis itu mampu menyampaikan kritik apik dan membuat orang lain tersenyum. Nah mungkin ini bisa menjadi salah satu alternatif baru dalam memberikan kritik yang tidak menyindir secara kasar di era digital,” kata Wayan.
Wayan berharap, dengan pertumbuhan sosial media yang semakin pesat seperti saat ini membuat masyarakat tidak melupakan tiga aspek penting di dalamnya. Aspek tersebut adalah logika, etika dan estetika.
“Sekali lagi saya ingatkan bahwa gunakan sosial media dengan bijak, dan jadilah pengguna yang beretika,” tutupnya.
Webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital yang diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) bersama Siberkreasi di wilayah Kota Denpasar, Bali, Jumat (18/6/2021) ini juga menghadirkan pembicara lain yakni Ruhut Marhata Simanjuntak (Legal Council Advance AI), Rendy Doroii (Digital Communications Consultant), Fatkur Rohman (CEO dan Founder PT Benlaris Sahabat Dewata) dan Putri Maysita (Key Opinion Leader).
Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital merupakan rangkaian panjang kegiatan webinar di seluruh penjuru Indonesia. Kegiatan ini menargetkan 10.000.000 orang terliterasi digital pada tahun 2021, hingga tercapai 50 juta orang terliterasi digital pada 2024.
Kegiatan ini merupakan bagian dari program Literasi Digital di 34 Provinsi dan 514 Kabupaten dengan 4 pilar utama. Di antaranya Budaya Bermedia Digital (Digital Culture), Aman Bermedia (Digital Safety), Etis Bermedia Digital (Digital Ethics), dan Cakap Bermedia Digital (Digital Skills) untuk membuat masyarakat Indonesia semakin cakap digital.