Kebebasan Berpendapat di Internet Harus Menggunakan Etika, Apa itu?
Lombok Timur – Internet menjadi media untuk bersosialisasi dan menjadi tempat untuk mencari informasi. Pertumbuhan pengguna internet saat ini sudah semakin tinggi. Terlebih selama kondisi pandemi yang terjadi sejak setahun silam membuat seluruh lapisan masyarakat harus melek digital. Salah satu tren yang membuat internet semakin digemari adalah kehadiran media sosial sejak tahun 2000-an seperti Facebook dan Twitter.
Pengguna media sosial tidak hanya sekedar membagina foto atau informasi saja. Melainkan banyak masyarakat menggunakan media sosial sebagai tempat berkeluh kesah atau mengemukakan pendapat. Kebebasan berpendapat di dunia maya bukan masalah besar karena sudah ada peraturan perundangan seperti UU No.36 tahun 1999, UU No. 11 tahun 2008, dan UU No. 14 tahun 2008 untuk mengatur hal-hal seperti telekomunikasi dan keterbukaan informasi publik.
Hal inilah yang dibahas oleh M. Indra Gunawan, S.E.I, M.H.I selaku Kepala BIro IAIH dan Dosen dalam Webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 di wilayah Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat pada Jumat (18/6/2021). Dia mengatakan kemerdekaan menyampaikan pendapat adalah hak segala warga negara baik secara lisan maupun tulisan. “Itu bebas dilakukan asal dapat dipertanggung jawabkan pendapatnya baik di medsos maupun di muka umum,” kata dia.
Meski demikian, Indra menyarankan agar pendapat yang dikeluarkan masyarakat setidaknya harus memiliki etika. Tidak asal menuangkan apa yang ada di kepala di dalam media sosial karena akan menimbulkan salah persepsi di masyarakat.
Menurutnya, menyuarakan pendapat ada dua bentuk yakni yang pertama, di muka umum secara langsung seperti demonstrasi. Kemudian secara tidak langsung yakni menggunakan media dan internet seperti Facebook atai Twittter.
“Jika ada kebijakan yang tidak sesuai, kita tidak mungkin langsung pergi ke Jakarta untuk menyuarakan pendapat. Tetapi bisa melalui sosial media yang ada. Media sosial bisa menjadi wadah yang digunakan oleh masyarakat dalam melakukan interaksi sosial.”
Menyampaikan pendapat di era kekinian memang tidak bisa lepas dari dunia digital. Internet saat ini sudah bisa digunakan oleh siapa saja dan dimana saja. Ketika ingin memberikan masukan kepada kepala daerah, tentunya mereka sudah memiliki platform sosial media masing-masing. Meski demikian, menyampaikan pendapat harus tetap pandai.
“Artinya disini dengan pandai itu memahami makna atau kalimat yang disampaikan di medsos. Ketika kita menyuarakan pendapat, aspirasi di pemerintah maupun di pusat daerah kita harus telaah dulu apa yang ingin disampaikan,” kata dia.
Sementara itu menyuarakan suara di media sosial memiliki dampak positif dan negatif. Masyarakat bisa menyampaikan pendapat secara efektif dimanapun dan kapanpun. Tanpa menghabiskan dana dengan adanya media digital.
Kedua, rakyat tidak lagi kaku menyampaikan aspirasinya. “Kita ingin menyampaikan pendapat di pemda dulu pasti sering merasa takut. Takut disentak atau dipermasalahkan, nah bisa kita suarakan lewat medsos pemerintahan saat ini.”
Dampak negatif dari menyampaikan aspirasi di media sosial adalah seringnya bahasa dan makna kata serta kalimat yang disampaikan tidak dimengerti oleh orang banyak. Terjadinya tanggapan tdiak baik terhadap pendapat yang disampaikan. Kemudian, opini yang disampaikan belum tentu diterima oleh orang sehingga memicu perdebatan atau perpecahan golongan.
Ada beberapa cara menyuarakan pendapat di dunia digital:
1. Hindari opini provokatif.
2. Mengetahui isu secara detail.
3. Memikirkan lebih dahulu pendapat yang akan disampaikan, apa dampaknya ke depannya.
4. Sampaikan pendapat dengan sopan dan santun.
Webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital yang diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) bersama Siberkreasi di wilayah Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat, Jumat (18/6/2021) ini juga menghadirkan pembicara lain yakni Abang Suluh Husodo (CEO Maxplus), Sofia Sari Dewi (Designer, Penggiat Sosial Media dan Socialpreneur), Dr. Suparian, SE, M.Sc.A (Wakil Rektor 3 Bidang Kemahasiswaan Universitas Gunung Rinjani (UGR)), Sondang Pratama selaku Key Opinion Leader yang juga merupakan Talent Director.
Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital merupakan rangkaian panjang kegiatan webinar di seluruh penjuru Indonesia. Kegiatan ini menargetkan 10.000.000 orang terliterasi digital pada tahun 2021, hingga tercapai 50 juta orang terliterasi digital pada 2024.
Kegiatan ini merupakan bagian dari program Literasi Digital di 34 Provinsi dan 514 Kabupaten dengan 4 pilar utama. Di antaranya Budaya Bermedia Digital (Digital Culture), Aman Bermedia (Digital Safety), Etis Bermedia Digital (Digital Ethics), dan Cakap Bermedia Digital (Digital Skills) untuk membuat masyarakat Indonesia semakin cakap digital.