Masyarakat Digital Bisa Mengubah Gaya Hidup Konsumtif Jadi Produktif
Malaka – Perkembangan dunia digital membuat sejumlah sisi kehidupan dibanjiri dengan kemudahan-kemudahan yang jika kita tidak mampu mengendalikannya akan membahayakan bagi kita sendiri.
Menuurt Dr Yoseph Nahak Seran, S.Pd.M.Si, Dosen Universitas Timor dalam sebuah Webinar Literasi Digital wilayah Kabupaten Malaka, Nusa Tenggara Timur (NTT), Selasa 13 Juli 2021, agar bisa beradaptasi dalam era digital masyarakat perlu mengubah pola pikir.
“Cara pandang konvensional perlu diubah menjadi super digital. Zaman sudah berubah. Era digital kini memungkinkan segalanya bisa diakses hanya dengan menggunakan jempol alias internet dan media sosial,” kata Yoseph.
Memang, kata Yoseph, belum semua orang mampu mengimbangi kecepatan perkembangan dunia digital. Tetapi hal itu harus terus diupayakan dan dilatih karena kecakapan digital sebagai suatu keharusan dalam rangka membaca tuntutan zaman.
Contoh saja lanjut Yoseph, gejala-gejala transformasi di Indonesia sudah sejak lama misal saja di bidang perdagangan rakyat, toko konvensional sudah sejak lama bertransformasi menjadi toko online dengan model bisnis marketplace denggan berbagai macam penawaran menarik dan promo.
“Contoh lain di bidang transportasi masyarakat taksi atau ojek pengkolan menjadi ojek dan taksi berbasis online,” imbuhnya.
Dampak positif dari transformasi ke arah digital harus diupayakan untuk peningkatan perekonomian masyakarat. Untuk itu harus diupayakan juga agar konsumen meningkatkan kontrol diri dan menambah wawasan. “Sebagai konsumen ketika daya beli naik maka literasi digital juga harus bertambah,” katanya.
Ia juga mengatakan transformasi bisa membuat masyarakat berubah menjadi masyarakat konsumtif dengan ciri-ciri sebagai berikut yaitu gengsi tinggi dengan membeli hanya untuk menaikkan status dan tidak bisa mengontrol diri.
Dikatakannya juga kita harus mengatur mindset digital dengan melakukan yang bermanfaat untuk jangka pendek maupun jangka panjang. Selain itu lewat mindset digital juga harus berupaya berpikir kritis dan adaptif, membeli yang dibutuhkan bukan yang diinginkan serta mengubah gaya hidup konsumtif menjadi produktif.
“Paradigma baru mengubah gaya hidup konsumtif menjadi produktif seperti membuat anggaran belanja dan membedakan kebutuhan dan keinginan. Selain itu upaya agar bisa hidup produktif adalah dengan memisahkan rekening pribadi dan usaha dan mempelajari penghasilan total setiap bulannya.”
Ia juga menyarankan agar membuat daftar kewajiban yangg harus dibayarkan serta membuat list skala prioritas. “Untuk mewujudkan budaya digitalk yang sehat maka mindset masyarakat dan bangsa perlu menjadi fokus perhatian.”
Manfaat ruang digital juga perlu diperluas ke seluruh wilayah di Indonesia termasuk wilayah terluar NKRI seperti Malaka, NTT yang berbatasan langsung di negara Timor Leste.
Menurut Christofel Bere Nahak, Dosen Universitas Timor, warga Malaka juga mulai beralih ke masyarakat digital. “Apalagi di tengah pandemi, semuanya mulai beralih berkegiatan dengan mengandalkan ruang digital semisal pembelajaran jarak jauh dengan pendekatan modern learning,” jelas Christofel.
Meski begitu, ada sejumlah kendala yang harus dihadapi masyarakat Malaka dalam proses bertransformasi ke masyarakat digital. Diantaranya adalah kendala infrastruktur teknologi informasi dan daya beli warga yang tidak bisa memiliki smart phone. “Salah satu kendalanya adalah banyak yang tidak memilki smart phone untuk melakukan e-learning sehingga sering vakun tidak ada pembelajaran.”
Untuk itu ia berharap kedepannya makin banyak masyarakat yang memiliki smart phone sehingga target literasi digital ini bisa dirasakan di daerah perbatasan.
Selain Yoseph dan Christofel, hadir juga para pembicara lain yaitu Anggie Setia Ariningsih CEO Tunai Kita dan Sri Rahma Dani sebagai Key Opinion Leader.
Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital merupakan rangkaian panjang kegiatan webinar di seluruh penjuru Indonesia. Kegiatan ini menargetkan 10.000.000 orang terliterasi digital pada tahun 2021, hingga tercapai 50 juta orang terliterasi digital pada 2024.
Kegiatan ini merupakan bagian dari program Literasi Digital di 34 Provinsi dan 514 Kabupaten dengan 4 pilar utama. Di antaranya Budaya Bermedia Digital (Digital Culture), Aman Bermedia (Digital Safety), Etis Bermedia Digital (Digital Ethics), dan Cakap Bermedia Digital (Digital Skills) untuk membuat masyarakat Indonesia semakin cakap digital.**