Perhatikan Lima Hal yang Boleh dan Tidak Boleh Dilakukan dalam Membuat Konten Digital!
Buru Selatan- Menjadi viral dan dikenal di media sosial merupakan harapan beberapa orang. Tapi tak sembarangan, membuat konten digital ternyata ada aturannya lho!
Meski tak mengikat, namun aturan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan dalam membuat dan membagikan konten digital adalah yang cukup penting.
Setidaknya begitu menurut musisi sekaligus duta wisata Maluku, Ferdy Karel Soukotta. Berbicara dalam acara webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 wilayah Buru Selatan, Maluku, Jumat (30/7/2021), Ferdy membagikan hal-hal apa saja yang boleh dan tidak boleh dilakukan di konten digital.
Hal yang boleh dilakukan, kata Ferdy, di antaranya adalah mengenal audience, memiliki tujuan yang jelas, memiliki format atau desain yang menarik, mengukur hasil serta mengikuti pedoman 80/20.
“Pertama kita harus mengenal audience. Ketahui betul umur, karakter dan apa yang pengikut virtual kita mau. Setelah itu kita harus memiliki tujuan yang jelas saat membuat konten,” kata Ferdy.
Selain itu, konten kreator juga harus mau berinvestasi dalam format dan desain. Ia mengatakan, penting untuk memiliki format dan desain yang kreatif dan menarik.
“Kita harus membuat rumua dan menyediakan format yang kreatif. Hal itu tujuannya membantu ketika mengetahui target sasaran. Format desain yang kreatif dapat membatu menjelaskan apa yang kita siarkan,” katanya.
Sementara dalam upaya mengukur hasil, kata Ferdy, penting bagi konten kreator mengetahu berapa banyak orang yang melihat, membaca demografi penikmat konten, baik tempat asal dan usia serta berapa banyak timbal balik yang didapat.
“Lihat dalam satu konten berapa yang mengirim feedback seperti mengunjungi website atau memesan apa yang kita jual, misalnya,” tambah Ferdy.
Terakhir, aturan 80/20 di mana konten yang menarik setidaknya 80 persen perhatian dari audience dipusatkan dalam 20 persen isi konten.
Selain lima hal yang harus dilakukan, Ferdy juga mengingatkan pentingnya lima hal yang mesti dihindari dalam konten digital.
Lima hal tersebut adalah, membuat konten hanya tentangmu, fokus pada kuantitas, terlalu mengikuti tren, menjebak pengikut virtual dan melupakan emosi dalam membuat konten digital.
“Kita harus memikirkan kualitas dibanding kuantitas. Meski idealnya bisa mencapai keduanya, tapi orang butuh pesan dan ketika kita menyediakan konten biasa aja, tidak akan sampai pesannya,” ujar Ferdy.
Sementara untuk urusan tren, Ferdy mengatakan mengikuti tren adalah hal penting guna melihat apa yang dibutuhkan masyarakat. Tapi ketika kreator terjebak tren, maka hal tersebut berisi mengikis keaslian konten yang dibuat.
“Apa yang berhasil di mereka belum tentu berhasil di kita. Trial and error biasa terjadi tapi kita bisa berhasil dengan cara menjadi otentik,” tambahnya.
Sementara definisi menjebak pengikut virtual bagi Ferdy adalah dengan memberikan give away. Hal tersebut, menurut hematnya, terkesan kurang organik.
Ferdy mengimbau konten kreator untuk mulai berinteraksi dengan pengikut dan agar mereka tahu apa yang sedang kita kerjakan, apa yang kita buat, dan apa yang ingin kita sampaikan.
“Terakhir, jangan lupakan emosi. Tanpa emosi, audience akan berjuang mencari tahu apa pesan yang ingin disampaikan. Narasi yang dibangun dengan baik akan menghasilkan tingkat keterlibatan yang lebih dari audience,” pungkasnya.
Selain Ferdy Karel Soukotta, hadir pula dalam webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 wilayah Buru Selatan, Maluku, Jumat (30/7/2021) yaitu Andy Sunder Keer Dahoklory, Teguh Kurniawan dan Ichal Muhammad.
Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital merupakan rangkaian panjang kegiatan webinar yang diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika bekerja sama dengan Siberkreasi. Kegiatan ini menargetkan 10 juta orang terliterasi digital pada tahun 2021, hingga tercapai 50 juta orang terliterasi digital pada 2024.
Kegiatan ini merupakan bagian dari program Literasi Digital di 34 provinsi dan 514 kabupaten dengan 4 pilar utama. Di antaranya Budaya Bermedia Digital (Digital Culture), Aman Bermedia (Digital Safety), Etis Bermedia Digital (Digital Ethics), dan Cakap Bermedia Digital (Digital Skills) untuk membuat masyarakat Indonesia semakin cakap digital.