Sharenting, Ada Bahayanya Juga

0

Lombok Tengah – Dunia media sosial memang sebagian besar dipakai sebagai ajang untuk mempertegas eksistensi diri untuk diakui dan dihargai oleh orang lain. Contohnya para orangtua terbiasa berbagi informasi tentang urusan terkait anak-anak di media sosial (medsos). Inilah yang menurut Yulia Dian, Social Media Specialist sebagai sharenting.

Dikatakan oleh Yulia Dian saat menjadi pembicara dalam Webinar Literasi Digital wilaya Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, Senin 12 Juli 2021, bahwa sharenting adalah praktek membagikan informasi mendetail tentang anak yang dilakukan orangtua secara regular di media sosial.

“Kita harus mengenali sendiri apakah sharenting ini baik atau buruk untuk keluarga kita. Biasanya seorang ibu butuh apresiasi yg dilakukan di dunia nyata atau lewat medsos. Selain itu kadang memposting konten anak karena butuh feedback serta nasihat orang lain,” jelas Yulia dalam webinar yang dipandu oleh Jhoni Chandra.

Lebih lanjut ia mengungkapkan bahwa ada fakta menarik, dibanding ayah. Ibu lebih semangat untuk sharenting. Dan rata-rata orang tua memposting 1.500 foto anak mereka sebelum berumur lima tahun. Sekitar 80 persen anak di bawah usia dua tahun di seluruh dunia telah memiliki jejak digital.

Meski terlihat sebagai suatu hal yang biasa dan wajar, ada sejumlah dampak buruk teralu banyak sharenting yaitu orang tua biasanya lebih emosional, tidak ada lagi ruang privasi. Selain itu efek lain adalah orang tua bisa terlibat dalam persaingan dengan orang lain dan timbul rasa iri.

Selain itu beberapa informasi kecil yang kita post di medsos bisa mengundang kejahatan. Juga akan terkena risiko penculikan karena penjahat tau nama detil anak sementara biasanya anak kecil lebih percaya pada hal kecil, semisal penjahat memanggil anak dengan panggilang yang biasa di post orang tua di medsos.

Jika pun memang sharenting perlu dilakukan di medsos tanpa mengundang kejahatan, ada sejumlah upaya preventif bisa dilakukan. Yaitu jangan memakai lokasi dan tag, bagikan foto anak hanya pafa keluarga. “Jika memposting, pikirkan dari sisi anak, apakah anak akan malu atau tidak. Dan jika kita melihat teman memposting anak, anjurkan untuk berhati-hati. Dan jangan sekali-kali memposting anak tengah mandi telanjang karena bisa mengundang kejahatan. Dan kita harus memberitahu teman untuk berhati-hati dengan cara yang baik.

Sikap kehati-hatian untuk memposting juga menjadi penekanan Dr. Haerazi, MHum seorang Dosen di Undikma. Dikatakannya perlunya penerapan etika dalam ruang digital lewat tiga hal yaitu Privasi, Akurasi dan Profesi.

“Privasi dalam hal jangan mengumbar informasi pribadi. Akurasi artinya apakah postingan itu akurat, benar dan bukan hoax serta jangan menyebar berita menjelekkan orang, dan penting untuk mengkroscek berita,” jelas Haerazi.

Selain itu penting juga untuk menghargai karya orang lain di dunia digital baik dalam bentuk ide tulisan gambar, video dan audio.

Harus selalu diingat, lanjutnya, adalah jangan ambil karya orang kain untuk kepentingan pribadi atau golongan dengan cara menyebar, menyunting dan membagikan karya orang lain di dunia maya.

“Menghargai karya orang adalah perilaku menilai, menghormati atau menganggap penting hasil cipta dengan mengakui kelebihan orag lain dan menyadari kelemahan yang dimiliki,” bebernya

Ia juga mengatakan bahwa menyebarkan informasi di medsos ini dilindungi oleh UU pasal 12 ayat 1 UU no 19 tahun 2002 yang intinya tak boleh copy paste karya orang, komposisi musik, rekaman, lukisan, gambar, patung,  atau foto computer. “Hal-hal seperti ini sudah terfasilitasi oleh negara.”

Webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital yang diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika bersama Siberkreasi di wilayah Kabupaten Halmahera Tengah, Maluku Utara juga menghadirkan Setioko, S.Kom, M.Kom, Dinas Komunikasi dan Informasi Kabupaten Lombok Tengah NTB, dan Ari Lesmana sebagai Key Opinion Leader.

Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital merupakan rangkaian panjang kegiatan webinar di seluruh penjuru Indonesia. Kegiatan ini menargetkan 10 juta orang terliterasi digital pada tahun 2021, hingga tercapai 50 juta orang terliterasi digital pada 2024.

Kegiatan ini merupakan bagian dari program Literasi Digital di 34 provinsi dan 514 kabupaten dengan 4 pilar utama. Di antaranya Budaya Bermedia Digital (Digital Culture), Aman Bermedia (Digital Safety), Etis Bermedia Digital (Digital Ethics), dan Cakap Bermedia Digital (Digital Skills) untuk membuat masyarakat Indonesia semakin cakap digital.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *