Pahami HAKI sebagai Pelindung Karya

0

internet ilustrasi

Penegakan hukum terhadap hak kekayaan intelektual di indonesia masih belum efektif karena masih banyak praktek pembajakan, plagiat, dan sebagainya. Kerugian yang timbul akibat pelanggaran HAKI ini disebabkan karena kelalaian terhadap pemahaman HAKI. Dampaknya sangat nyata dalam kehidupan sehari-hari.


HAKI atau Hak Kekayaan Intelektual adalah hak yang didapat dari hasil olah pikir manusia untuk dapat menghasilkan suatu produk, jasa, atau proses yang berguna untuk masyarakat. HAKI adalah hak untuk menikmati secara ekonomis hasil kreativitas intelektual. Rizky Rahmawati Pasaribu, seorang advokat menyampaikan bahwa objek yang diatur di dalam HAKI berupa karya yang dihasilkan dari kemampuan intelektual manusia.


Istilah HAKI ini didapat dari intelektual property rights. Di Indonesia sendiri, aturan mengenai HAKI tersebar di UU No. 19 tahun 2002, UU No. 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta. Selain itu, ada juga UU No. 4 tahun 2001 tentang Hak Paten.
“Era digital sekarang ini banyak pelanggaran-pelanggaran hak cipta yang terjadi. Sebenarnya cara supaya para kreator dapat terlindungi dengan mendeklarasikan bahwa karya tersebut adalah milik kita dan mendaftarkannya,” ungkap Rizky dalami Webinar Literasi Digital di Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur, Jumat (10/9/2021).


Rizky menjabarkan, HAKI terbagi menjadi dua, yaitu berkaitan dengan hak cipta dan hak kekayaan industri. Hak cipta yang dimaksud adalah karya yang berada dalam ruang lingkup ilmu pengetahuan, kesenian, dan kesastraan.


Sementara, hak kekayaan industri ialah hak yang melindungi perusahaan dari berbagai macam plagiarisme dan dapat mengatur segala sesuatu di dalam ruang industri. Hak kekayaan industri ini meliputi hak paten, merk, design industri, rahasia dagang, dan design tata letak sirkuit terpadu.


Dalam HAKI terdapat empat prinsip, yakni ekonomi, kebudayaan, keadilan, dan sosial. Prinsip inilah yang dilindungi dalam undang-undang. Ciptaan yang bisa dilindungi ini bermacam-macam, seperti buku, karya tulis yang diterbitkan, musik, foto, film, video, pamflet, dan lainnya.


“Ketika kita mau upload sesuatu seperti video dan ternyata itu berkaitan dengan orang lain, kita bisa dianggap melanggar hak cipta. Apalagi kalau kita mendapat followers dan uang dari video itu. Ini sudah melanggar prinsip ekonomis dari pemilik hak cipta,” jelasnya.


Solusinya, saat kita ingin mengunggah karya orang lain di channel atau akun media sosial pribadi, kita perlu meminta izin kepada pencipta karya atau kreator. Segala sesuatunya kita harus mendapatkan izin untuk mengunggah sesuatu yang bukan hasil karya kita.


Teknologi digital memang memberikan kemudahan, tetapi bukan berarti tidak mematuhi pedoman dan undang-undang yang berlaku. Dengan adanya undang-undang kita tidak bisa seenaknya menjiplak atau memakai karya orang lain.
Webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) bersama Siberkreasi. Webinar wilayah Kota Kupang, NTT, Jumat (10/9/2021) juga menghadirkan pembicara, Tiara Maharani Kusuma (Writer – Correspondent Indonesia untuk TTG Asia), Mathias M. Beeh (Pembina TK I IVB – Kepala Bidang Pendidikan Menengah Dikbud NTT), dan Dafina Jamasir (Key Opinion Leader).
Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital merupakan rangkaian panjang kegiatan webinar di seluruh penjuru Indonesia. Kegiatan ini menargetkan 10.000.000 orang terliterasi digital pada tahun 2021, hingga tercapai 50 juta orang terliterasi digital pada 2024.


Kegiatan ini merupakan bagian dari program Literasi Digital di 34 Provinsi dan 514 Kabupaten dengan 4 pilar utama. Di antaranya Budaya Bermedia Digital (Digital Culture), Aman Bermedia (Digital Safety), Etis Bermedia Digital (Digital Ethics), dan Cakap Bermedia Digital (Digital Skills) untuk membuat masyarakat Indonesia semakin cakap digital.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *