Gubernur Koster Ingatkan Pembangunan Terminal LNG Jangan Ganggu Hutan Mangrove

0

Pembangunan Terminal Liquified Natural Gas (LNG) jangan mengganggu areal Hutan Mangrove dan Terumbu Karang di kawasan Desa Sidakarya, Desa Sesetan, Desa Serangan, Desa Intaran, ‘plus’ di Desa Pedungan, Kota Denpasar.

Gubernur Bali Wayan Koster saat Rapat Paripurna ke-19 DPRD Provinsi Bali Masa Persidangan II Tahun Sidang 2022, Senin (18/7/2022).

Denpasar – Pembangunan Terminal Liquified Natural Gas (LNG) jangan mengganggu areal Hutan Mangrove dan Terumbu Karang di kawasan Desa Sidakarya, Desa Sesetan, Desa Serangan, Desa Intaran, ‘plus’ di Desa Pedungan, Kota Denpasar.

Hal itu disampaikan Gubernur Bali Wayan Koster saat Rapat Paripurna ke-19 DPRD Provinsi Bali Masa Persidangan II Tahun Sidang 2022, Senin (18/7/2022).

Mantan Anggota DPR RI 3 Periode dari Fraksi PDI Perjuangan ini menegaskan kepada Perusda Bali tidak boleh membangun (Terminal LNG) di areal Hutan Mangrove dan konsepnya adalah bukan terminal LNG Mandiri.

Lanjut dia, tetapi dibangun dengan konsep kawasan yang terintegrasi serta berkaitan dengan desa yang ada di kawasan itu, yaitu Desa Sidakarya, Sesetan, Serangan, dan Desa Intaran, ‘plus’ Pedungan, Kota Denpasar.

“Kemudian skema yang dijalankan harus memberikan manfaat ekonomi di desa tersebut, bukan malah mematikan ekonominya,” terangnya.

Jika mematikan ekonomi yang sudah eksis itu salah dan Koster tidak mengizinkannya.

“Maka Saya minta buat konsep ulang secara terintegrasi dan tidak boleh menganggu areal mangrove, terumbu karangnya juga tidak diganggu,” tegas dia.

Pihaknya mengarahkan agar kawasan ini berkembang menjadi kawasan pariwisata terintegrasi dengan perekonomian dan potensi kelautannya.

Alumnus ITB ini menyatakan, Bali akan membangun infrastruktur darat, laut, udara secara terkoneksi dan terintegrasi yang harus dituangkan dalam Perda RTRW Provinsi Bali.

Kemudian yang menjadi kebutuhan strategis Bali dan perkembangan dinamika kedepan harus diantisipasi dalam Perda RTRW Provinsi Bali seperti perlunya kemandirian energi dengan energi bersih.

“Mengapa Kita perlu mandiri energi, karena kebutuhan energi di Bali tidak cukup hanya melihat saat ini lampu itu menyala, listrik itu hidup, tapi Kita harus berfikir strategis kedepan bahwa dari mana energi listrik itu ada untuk menyalakan lampu, jadi harus dipikirkan” tandasnya.

Mantan Dosen di STIE Perbanas Jakarta dan Universitas Pelita Harapan Tangerang ini, menyatakan masalah kemandirian energi pada papat Paripurna ke-19 DPRD Provinsi Bali Masa Persidangan II Tahun Sidang 2022 yang membahas agenda terkait Laporan Dewan terhadap Pembahasan Raperda tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Bali Tahun 2022 – 2042 dan Penandatanganan Kesepakatan Substansi Raperda tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Bali Tahun 2022-2042.

Pada bagian lain, Gubenrur Koster telah mengeluarkan Peraturan Gubernur Bali Nomor 45 Tahun 2019 tentang Bali Energi Bersih ini.

Dalam konteks inilah, Gubernur mennyampaikan, Bali saat ini memiliki ketersediaan energi sekitar 1.153 MW, sedangkan kebutuhan Bali saat masa normal atau sebelum pandemi itu mencapai 940 MW dan 30 persennya harus dipenuhi dengan cara lain.

Tetapi dari 1.153 MW itu, lebih dari 300 MW disalurkan dari Paiton (luar bali/Jawa Timur) melalui kabel bawah laut.

Disampaikannya, sesuai visi Nangun Sat Kerthi Loka Bali, Pulau Dewata harus mandiri energi kedepannya dan bukan mempunyai energi yang bersumber dari batubara atau bahan bakar fosil, tetapi dari energi bersih.

“Alasannya supaya alam, udara dan hidup Kita ini menjadi lebih bersih, sehat serta citra pariwisata Bali menjadi lebih baik,” kata Gubernur Bali jebolan ITB ini.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *