Daripada Membagikan Hoaks, Lebih Baik Unggah Konten Keindahan Pariwisata Indonesia
Alor – Banyak hal positif yang bisa dilakukan dengan memanfaatkan dunia digital, salah satunya adalah mencegah dan memberantas dampak buruk penyebaran hal-hal positif di ruang digital seperti hoax.
Menurut Selvius Weni Gerimu, Pembina Genpi Alor dalam Webinar Literasi Digital di Kabupaten Alor, Nusa Tenggara Timur, Rabu 21 Juli 2021, hoaks merupakan salah satu hal yang paling membahayakan beredar di ruang digital.
“Karenanya salah satu manfaat yang bisa kita pakai di ruang digital adalah menyebarkan kampanye anti hoaks dengan membuat sejumlah testimoni orang-orang yang terdampak hoax serta menuliskan dan membagikan hal-hal positif di media sosial,” ujar Selvius dalam webinar yang diselenggarakan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika bekerja sama dengan Siberkreasi.
Ia juga mengatakan ketimbang posting dan membagikan hoakss di media sosial, lebih baik membagikan dan mempromosikan keindahan pariwisata di daerah-daerah yang belum banyak diekspose agar bisa dikenal orang seluruh dunia.
Dijelaskan juga oleh Selvius bahwa hoaks adalah sesuatu yang tidak benar tapi dibuat dibuat seolah olah benar. Hal itu dilakukan agar masyarakat menjadi tak aman, tak nyaman dan kebingungan, sehingga masyarakat mengambil keputusan yang lemah, tidal meyakinkan dan bahkan salah.
“Tujuan bisa untuk memecah belah atau untuk menaikkan visitor medsos mereka dengan mendapatkan like dengan cara yang tak benar, sesuatu yang tidak benar dipaksa untuk menjadi benar,”imbuhnya.
Masih menurut Selvius, kabar hoaks biasanya memiliki ciri-ciri satire, parodi yabg tidak bahaya tapi jika masyarakat menganggap serius dan menganggapnya sebuah kebenaran makan akan membuat pemahaman yang salah.
Hoaks juga bisa berisi tentang konten menyesatkan yaitu penggunaan informasi yang sesat untuk membingkai isu atau individu dengan memanfaatkan informasi yang asli diedit dan tak ada hubungannya dengan konten asli.
Selain itu, hoaks bisa juga berisi konten tiruan yang bersumber dari sumber asli yang yang ditiru atau diubah untuk mengaburkan fakta sebenarnya. Juga mendompleng ketenaran suatu pihak atau Lembaga atau meniru produk padahal hanya tipuan.
Selain itu hoaks juga berupa konten palsu yang 100 persen baru yang dalah dan didisain untuk menipu dan merugikan. Contohnya menjual barang yang lebih murah setelah ditransfer tapi barang tidak dikirim dan penjual tidak bisa dihubungi lagi karena kontak telpon hilang.
Biasanya hoaks adalah berita berita bencana alam, agama, politik, penipuan, etnis, bisnis dan kesehatan. Dampak hoaks juga amat membahayakan bagi generasi muda. Apalagi hoax kerap menargetkan pada anak dan remaja yang dampaknya sangat besar karena anak-anak tidak memiliki pengetahuan secara baik.
Dampak negatif perkembangan dunia digital selain hoax juga ancaman kejahatan digital lainnya seperti phising.
Seperti yang dikatakan oleh pembicara lain dalam webinar ini, Chris Jatender, Kaprodi Teknik Informatika STTI STIENI. Ia mengatakanjika tidak bijak memakai media sosial maka masalah akan datang termasuk ancaman kejahatan seperti phing yang kerap terjadi.
Dikatakan oleh Chris phising adalah upaya untuk mendapatka informasi data seseorang dengan Teknik pengelabuan.
“Data yang menjadi sasaran adalah data pribadi yaitu nama usia dan alamat, data akun seperti username dan password dan data finansilan yaitu informasi kartu kredit dan rekening,” ujar Chris.
Ada banyak jenis penipuan ini diantaranya adalah email phising, web phing, smishing, voice phising, spear phising dan whale phising.
Untuk itu kita perlu berhati-hati agar bisa menghindari penipuan yang jenisnya banyak ini. Sejumlah cara yang bisa dilakukan adalah dengan selalu mengecek ciapa saja pengirim email, jangan asal klik link yang diterima dan pastikan keamanan website yang diakses.
SElain Selvius dan Chris, juga hadir pembicara lain dalam webinar ini yaitu Nannette Jacobus, Content Creator dan Tisa Caca sebagai Key Opinion Leader.
Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital merupakan rangkaian panjang kegiatan webinar di seluruh penjuru Indonesia. Kegiatan ini menargetkan 10.000.000 orang terliterasi digital pada tahun 2021, hingga tercapai 50 juta orang terliterasi digital pada 2024.
Kegiatan ini merupakan bagian dari program Literasi Digital di 34 Provinsi dan 514 Kabupaten dengan 4 pilar utama. Di antaranya Budaya Bermedia Digital (Digital Culture), Aman Bermedia (Digital Safety), Etis Bermedia Digital (Digital Ethics), dan Cakap Bermedia Digital (Digital Skills) untuk membuat masyarakat Indonesia semakin cakap digital.