Hindari Konten Hate Speech di Ruang Digital
Karangasem -Semakin pesatnya perkembangan dunia digital membuat setiap penggunanya harus meningkatkan kesadaran tentang pemahaman literasi digital.
Sebab, tak hanya manfaatnya yang begitu banyak dalam hal membantu aktivitas keseharian masyarakat. Namun di sisi lain, tantangan di ruang digital begitu besar. Mulai dari konten negatif, seperti ujaran kebencian atau hoax yang memicu perpecahan di masyarakat. Belum lagi kejahatan digital lainnya seperti cyber bullying, paham radikalisme ataupun pornografi.
Seperti yang dikatakan oleh Rizky Rahmawati Pasaribu, SH, LL.M, Advokat dan Managing Partner Law Office Amali & Ass dalam Webinar Literasi Digital untuk wilayah Kabupaten Karangasem, Bali, Senin 13 September 2021 bahwa perlu kesadaran setiap pengguna internet untuk menghindari hal- hal negatif yang bisa merugikan diri sendiri dan orang lain.
Selain itu masyarakat juga harus memiliki kecakapan untuk memilah mana informasi yang layak diterima atau disebarkan kembali dan apakah konten atau unggahan itu sudah kita saring terlebih dahulu.
“Contohnya adalah kadang ujaran kebencian dianggap hanya sebagai kebebasan bicara. Padahal ujaran kebencian atau hate speech sudah ada aturannya,” ujar Rizky dalam webinar yang dipandu oleh Claudia Lengkey ini.
Lebih lanjut Rizky mengatakan bahwa jangan sampai kita sebagai pengguna ruang digital terutama media sosial terjebak dalam konten hate speech. Jangan sampai juga kita menjadi manusia seperti racun yang menebar kebencian.
Rizky juga mengatakan bahwa lebih baik ruang digital dipergunakan untuk hal-hal yang positif ketimbang diisi hal-hal negatif seperti menebar kebencian.
Lagipula persoalan terkait hate speech di internet sudah diatur dalam undang-undang nomor 11 tahun 2008 pasal 28 ayat 2 pasal 45 ayat 2. Dikatakannya dalam undang-undang itu juga diatur tentang apakah ujaran kebencian itu merupakan ujaran kebencian biasa atau tidak
“Undang-udang tersebut yang berisi tentang tentang informasi dan transaksi elektronik atau UU ITE pasal 28 ayat 2 pasal 45 ayat 2. Yang bisa disimpulkan isinya adalah bahwa setiap orang dilarang dengan sengaja menyebarkan informasi untuk menimbulkan kebencian atau permusuhan individu dan atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas SARA,” ujar Rizky.
Dalam UU ini juga diatur tentang hukumannya paling lama 6 tahun dan atau denda 1 miliar. Sehingga setiap pengguna ruang digital harus berhati-hati jika memposting komen atau status. Selain itu kita juga harus hati-hati sekali dalam mengungkapkan bahasa-bahasa yang mau kita pakai.
Apakah bahasa tersebut dapat menimbulkan suatu kebencian terhadap kelompok atau golongan tertentu apakah ini akan berkaitan dengan sara atau golongan tertentu. Kita juga harus hati-hati memilih bahasa yang kita pakai dan menentukan kalimat apa yang kita pakai dalam membuat komen di medsos.
“Jangan sampai kita harus berurusan dengan hukum karena ujaran kebencian yang tidak perlu kita share ke orang lain. Jangan sampai juga kita merasa ruang digital adalah dunia maya yang beda dengan dunia nyata. Jadi lebih baik share love daripada share hate,” tandasnya.
Webinar Literasi Digital untuk wilayah Kabupaten Karangasem, Bali, merupakan bagian dari sosialisasi Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 yang diselenggarakan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika bekerja sama dengan Siberkreasi. Di webinar kali ini hadir pula nara sumber lainnya yaitu Adinda Atika, VP Bussines Development, Aulia Iefan Datya, ST, MT, Dosen Program Studi Sistem Informasi UNDHIRA dan Adelita sebagai Key Opinion Leader.
Kegiatan ini merupakan bagian dari program Literasi Digital di 34 provinsi dan 514 kabupaten dengan 4 pilar utama. Di antaranya Budaya Bermedia Digital (Digital Culture), Aman Bermedia (Digital Safety), Etis Bermedia Digital (Digital Ethics), dan Cakap Bermedia Digital (Digital Skills) untuk membuat masyarakat Indonesia semakin cakap digital.