Ciri Anak Korban Bullying, Sakit Kepala Hingga Sakit Perut
Karangasem- menjadi salah satu negara pasar gadget yang patut diperhitungkan oleh ebragam produsen mobile phone itu. Sebab faktanya memang pengguna gadget di Indonesia amat beragam, lintas usia mulai dari lansia hingga anak-anak.
Bahkan seperti kita semua ketahui banyak anak Balita bahkan Batita yang sudah sangat pintar menggunakan handphone ini.
Seperti yang dikatakan oleh Andromeda Ken Prabuhening, S.Pd, M.Pd, Calon Guru Penggerak dan English Professional Tutor dalam Webinar Literasi Digital wilayah Kabupaten Karangasem, Bali, Kamis 19 Agustus 2021 bahwa menurut BPS yang dirilis 16 Desember 2020 lalu, pemilik smartphone dan pengguna internet yang berusian 4 sampai 16 tahun di Indonesia ada 98,3%.
Sementara itu digital native yang berusia 17-34 tahun, generasi yang lahir berdampingan dengan perkembangan teknologi cukup signifikan jumlahnya. “Digital native memiliki ciri-ciri multitask, pararel thinking, multimedia dan multi resources,” ujar Andromeda dalam webinar yang dipandu oleh Kika Ferdind ini.
Lebih lanjut dijelaskan Andromeda bahwa ada delapan karakteristik anak digital native yaitu memiliki kebebasan dan menolak terkekang, kerap bermain dan bukan hanya bekerja, ekspresif dan tidak hanya reseptif.
Selain itu digital native selalu ingin cepat dan enggan menunggu, karenanya ia selalu mencari bukan menunggu instruksi. “Usia ini juga sangat suka mengunggah dan bukan hanya mengunduh, interactive dan bukan komunikasi searah serta kolaborasi, tidak hanya berkompetisi,” tuturnya.
Ada sejumlah ancaman masalah untuk anak di dunia digital. Dari data UNICEF tahun 2017 tentang anak di dunia digital diketahui bahwa dari konten, isi tidak sesuai dengan usia anak dan tidak diinginkan. Selain itu tanpa sadar, anak berpartisipasi dalam komunikasi yang berbahaya. Dan dalam pelaksanaan, banyak risiko yang akan terjadi saat anak-anak membuat materi online yang dapat menyakiti.
Masalah yang terjadi yang dihadapi anak-anak di dunia digital adalah yang paling mengkhawatirkan adalah cyber bullying. “Cyber Bullying bisa merusak mental, emosional dan fisik. Mental yang rusak bisa menyebabkan perasaan kecewa, malu, marah dan tidak berarti. Secara emosional membuat anak kehilangan minat terhadap hal-hal yang disukai. Pada fisik bisa terlihat saat anak merasa kelelahan, kurang tidur, sakit perut dan sakit kepala,” bebernya.
Untuk menghindari anak dari cyber bullying para orangtua bisa melakukan langkah-langkah berikut. Yaitu ajarkan anak untuk melakukan tiga kunci dengan berpikir sebelum menerima, mengirim dan membagikan. Selain itu sering-seringlah menemani anak saat mereka mengakses internet dan manfaatkan fitur perlindungan teknologi.
“Para orangtua bisa menggunakan fitur aplikasi keluarga pada gadget dan juga penggunaan extension blocker seperti adguard ublock serta aktifkan fitur fitur keamanan. Jangan lupa untuk ajak untuk berkomunikasi secara terbuka,” katanya.
Selain itu cobalah untuk mengajukan sejumlah pertanyaan ke anak-anak dan membuat jadwal kegiatan dunia maya. Yang juga penting adalah memberikan batas waktu penggunaan gadget dan menyeimbangkan kegiatan anak secara aktif.
Selain Andromeda, juga hadir para pembicara lain yaitu Gebryn Benjamin, Lead Creative Strategy Frente Indonesia, Fajar Sidik, Zinester & Podcaster dan Nard Geisha sebagai Key Opinion Leader.
Webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) bersama Siberkreasi. Kegiatan ini menargetkan 10.000.000 orang terliterasi digital pada tahun 2021, hingga tercapai 50 juta orang terliterasi digital pada 2024.
Kegiatan ini merupakan bagian dari program Literasi Digital di 34 Provinsi dan 514 Kabupaten dengan 4 pilar utama. Di antaranya Budaya Bermedia Digital (Digital Culture), Aman Bermedia (Digital Safety), Etis Bermedia Digital (Digital Ethics), dan Cakap Bermedia Digital (Digital Skills) untuk membuat masyarakat Indonesia semakin cakap digital.**