Jangan Anggap Enteng, Jejak Digital Sulit Dihapus Jangan Anggap Enteng, Jejak Digital Sulit Dihapus
Halmahera tengah- industri 4.0 menghasilkan jejak digital jauh lebih besar dibanding masa sebelumnya. Ini terjadi karena masifnya penggunaan smartphone. Melalui smartphone hampir segala jejak digital bisa tercipta. E-mail yang dikirim/diterima, pembaruan status di media sosial, jejak navigasi GPS, hingga foto/video yang disimpan, semuanya menghasilkan jejak digital.
“Saat kita menggunakan smartphone dan tersambung internet, secara tidak langsung kita sudah menyeburkan diri untuk menciptakan rekam jejak. Contohnya mulai dari kita buka email, dan bermain media sosial itu juga sudah terekam jejak,” kata Alki Adi Joyo, CEO Viding.co, saat berbicara dalam Webinar Literasi Digital wilayah Kabupaten Halmahera Tengah, Maluku Utara, Selasa (3/8/2021).
Meski sepele, informasi diri yang dicantumkan di akun media sosial dan surat elektronik tersebut bisa dikatakan jejak digital. Nah, masalahnya, jejak digital tak bisa hilang layaknya tapak kaki di pasir. Jejak digital selain membekas di masing-masing perangkat pengguna, juga tersimpan di server-server perusahaan internet. Ia akan tetap ada meskipun sudah ditinggal untuk waktu yang lama.
“Banyak yang belum peduli bahwa yang merekam jejak kita itu adalah data. Metadata adalah salah satu rekam jejak terkecil yang ada. Metadata ini yang merekam aktivitas digital kita, mulai dari chat privat ke teman sampai kebiasaan kita belanja online. Hal kecil seperti itu mengakibatkan kita berbagi data secara tidak langsung,” kata Alki.
Hal ini cukup berbahaya. Pasalnya, jejak yang ditinggalkan di dunia maya merupakan informasi yang dapat menggambarkan kepribadianmu. Jejak digital sanggup mendeskripsikan dengan baik siapa seseorang.
“Banyak perusahaan yang sebelum memperkerjakan calon karyawan melihat profil dan aktivitas media sosialnya. Apa saja yang di posting, diikuti, komentarnya. Semuanya bisa terlihat, ditelaah dan dievaluasi. Makanya harus berhati-hati dengan apa yang kita bagikan dan kepada siapa data itu dibagikan,” lanjut Alki.
Sayangnya, nilai berharga jejak digital ini banyak tak disadari pemiliknya. Jejak digital akan berharga bila si pemilik dirugikan atas jejak digital dirinya yang dimanfaatkan pihak-pihak tak bertanggungjawab. Misalnya, pencurian data hingga perbankan.
Alki mengingatkan bahwa manusia kini bergerak secara digital, dan digitalisasi sudah menunjang kehidupan ke segala bidang. Makanya, perlu untuk diketahui bagaimana bijak dalam menciptakan rekam jejak kita sendiri untuk kedepannya. Selamatkan diri sendiri, karena tanpa disadari kita sudah mencatat rekam jejak kita dimanapun.
“Kita harus bisa menciptakan pemikiran, bahwa metadata kita adalah reputasi kita. Apapun yang tercatat di internet, walaupun bukan maksud yang dicari. Itu lebih cepat membangun reputasi kita. Misalkan sering berkomentar kotor sebuah video, itu akan terekam dan jadi reputasi kita,” kata Alki.
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) bersama Siberkreasi menyelenggarakan Webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital. Webinar kali ini dilakukan di wilayah Kabupaten Halmahera Tengah, Maluku Utara, Selasa (3/8/2021). Webinar kali ini menghadirkan pembicara yaitu M. Dedi Gunawan (Ketua Bidang Koperasi dan UMKM HAPI), Alki Adi Joyo (CEO Viding.co), Rian Hidayat Husni (Kordinator Komunikasi Literasi Pena Petani), dan Ichal Muhammad.
Dengan acuan 4 pilar utama yaitu Budaya Bermedia Digital (Digital Culture), Aman Bermedia (Digital Safety), Etis Bermedia Digital (Digital Ethics), dan Cakap Bermedia Digital (Digital Skills) untuk membuat masyarakat Indonesia semakin cakap digital. Kegiatan ini menargetkan 10.000.000 orang terliterasi digital pada tahun 2021, hingga tercapai 50 juta orang terliterasi digital pada 2024. Selain itu juga merupakan bagian dari program Literasi Digital di 34 Provinsi dan 514 Kabupaten.