5 Jenis Komentar Berujung Pidana
Ende NTT -Media sosial sebagai media digital memberikan beragam kemudahan bagi penggunanya. Salah satu yang paling umum ialah memangkas jarak dan memudahkan interaksi. Namun, media sosial pun bisa menjadi gudang dari dampak negatif apabila tidak digunakan dengan bijak.
Dampak positif lainnya yakni mudah mengemspresikan diri, penyebaran informasinya cepat, dan biayanya relatif murah. Sementara dampoak negatif dari media sosial, berkurangnya interaksi, kecanduan internet, menimbulkan konflik, masalah privasi, dan rentan terhadap pengaruh buruk.
Indonesia memang negara yang menganut sistem demokrasi pancasila. Di mana sistem ini ialah sistem yang sangat menghargai kebebasan berpendapat. Tapi, dengan adanya kebebasan berpendapat ini bukan berarti bisa berpendapat sebebas-bebasnya.
“Karena kebebasan berpendapat dengan berpendapat sebebas-bebasnya itu tidak sama. Keduanya sangat berbeda. Kebebasan kita dalam berpendapat itu tetap ada batasannya, ada undang-undang yang mengatur hal tersebut. Itu mengapa kita perlu bijak dan hati-hati dalam berkomentar di media sosial,” tegas Forita Djadi, Pemilik Deva Wedding & Event, dalam Webinar Literasi Digital di Kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur, Rabu (15/9/2021).
Sebaliknya, apabila tidak bijak komentar kita di media sosial bisa berujung pidana. Komentar berujung pidana yang harus kita ketahui, yaitu.
- Komentar Body Shaming
Ini merupakan bentuk tindakan mengejek atau menghina dengan komentar seputar fisik tentang penampilan seseorang. - Komentar Hoaks
Biasanya komentar berupa hoaks dilakukan untuk mendapat follower dan atensi dengan cara menyebarkan hoaks. Komentar ini dapat membuat kita dijerat hukum pidana. - Komentar Ancaman
Biasanya saat terjadi perselisihan antara dua pihak atau lebih. Salah satunya mengancam untuk menakuti. Dengan ini orang yang diancam bisa melaporkan ke kepolisian. - Komentar Kesusilaan
Komentar merendahkan orang lain yang membodoh-bodohi, melecehkan yang ditujukan secara pribadi juga yang berbau pornografi. - Komentar SARA
Komentar tentang suku, ras, agama, dan antar golongan yang menimbulkan perdebatan hingga saling menjelekkan.
Dengan demikian, sebelum berkomentar harus dipikir terlebih dahulu. Komentar pun harus harus sesuai dengan konteks masalah, tidak bertentangan dengan SARA, tidak menyinggung privasi seseorang, serta menghargai pendapat orang lain.
Sementara itu, ketika kita mendapat komentar negatif cara menanggapinya dengan berpikir dulu apakah penting untuk ditanggapi. Apabila penting, maka balas komentar dengan bahasa yang sopan.
“Perlu diingat banget apapun yang kita kirimkan di media sosial itu bisa diakses semua orang dan menjadi rekam digital. Sekarang ini media sosial menjadi identitas virtual diri kita. Jangan sampai karena komentar jahat jadi menyebabkan masa depan kita terhambat, ” pesan Forita.
Webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) bersama Siberkreasi. Webinar wilayah Kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur, Rabu (15/9/2021) juga menghadirkan pembicara, Shella Nadia (Owner Artifashion), Yohanes Pande (Wakil Dekan Fakultas Hukum Unifor), dan Denny Abal (Key Opinion lEADER).
Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital merupakan rangkaian panjang kegiatan webinar di seluruh penjuru Indonesia. Kegiatan ini menargetkan 10.000.000 orang terliterasi digital pada tahun 2021, hingga tercapai 50 juta orang terliterasi digital pada 2024.
Kegiatan ini merupakan bagian dari program Literasi Digital di 34 Provinsi dan 514 Kabupaten dengan 4 pilar utama. Di antaranya Budaya Bermedia Digital (Digital Culture), Aman Bermedia (Digital Safety), Etis Bermedia Digital (Digital Ethics), dan Cakap Bermedia Digital (Digital Skills) untuk membuat masyarakat Indonesia semakin cakap digital.