BSN Terima Usulan Perumusan 3 SNI Bidang Hortikultura

0

Jakarta – Produksi komoditas hortikultura Indonesia dari tahun ke tahun terus meningkat. Menurut catatan Badan Pusat Statistik (BPS), sepanjang 2018 produksi buah-buahan mencapai 21,5 juta ton, sayuran 13 juta ton, tanaman hias 870 juta tangkai, dan tanaman obat mencapai 676 ribu ton. Sementara itu, kinerja volume ekspor hortikultura pada 2018 mencapai 435 ribu ton, naik 10,36 persen dibanding 2017 sebanyak 394 ribu ton.

Dengan adanya peningkatan tersebut, kualitas produk hortikultura perlu mendapat perhatian. Badan Standardisasi Nasional (BSN) sebagai lembaga pemerintah non kementerian yang memiliki tanggung jawab membina, mengembangkan serta mengkoordinasikan kegiatan di bidang standardisasi secara nasional, telah menetapkan 12.323 Standar Nasional Indonesia (SNI), 313 SNI diantaranya terkait hortikultura.

BSN telah menerima usulan Komite Teknis 65-15 Hortikultura agar segera merumuskan 3 Standar Nasional Indonesia (SNI) bidang hortikultura. Tiga SNI tersebut adalah SNI bawang putih, bawang bombay, dan lengkeng.

Direktur Pengembangan Standar Agro, Kimia, Kesehatan, dan Halal BSN, Wahyu Purbowasito di Kantor BSN, Jakarta pada Selasa (03/12/2019) mengatakan, dari 3 usulan SNI tersebut, 2 merupakan revisi dari SNI yang telah ada, sedangkan 1 usulan merupakan SNI baru.

Usulan tersebut telah masuk dalam Program Nasional Perumusan Standar (PNPS) Tahun 2020. “Sesuai dengan proses pengembangan SNI, SNI bisa diajukan baik SNI baru atau revisi oleh Komite Teknis. Tiga SNI tersebut, telah masuk dalam PNPS tahun 2020. Dua yang akan direvisi yakni SNI 3160 : 2013 Bawang Putih (Allium sativum L.) dan SNI 8025 :2014 Lengkeng, sedangkan yang baru SNI bawang bombay,” ujar Wahyu.

Dalam SNI 3160 : 2013 Bawang Putih menetapkan ketentuan tentang mutu, ukuran dan higienis pada bawang putih. Persyaratan umum yang harus dipenuhi adalah umbi sehat dan utuh/kompak dengan panjang tangkai umbi tidak lebih dari 2 cm dari leher umbi; bersih, bebas dari kotoran; bebas dari kerusakan; bebas dari asing; bentuk, warna, dan rasa sesuai karakteristik varietasnya; umbi bebas dari tunas dan akar; telah mencapai kering simpan; memenuhi ketentuan devitalisasi (panjang tangkai umbi minimum 2 cm dari leher umbi dan umbi lepas dari tunas dan akar); serta umbi dipanen setelah memenuhi kriteria panen sesuai karakteristik varietas dan lokasi tanam.

Lebih lanjut Wahyu mengungkapkan terkait pengemasannya, bawang putih harus dikemas dalam karung jaring sesuai dengan CAC/RCP 44-1995, Amd.1-2004. Bahkan, penandaan dan pelabelan pada kemasannya pun harus memenuhi standar kemasan CODEX STAN 1-1985, Amd 2010. “Kemasan harus bermutu, bersih, berventilasi dan tahan selama pengangkutan, distribusi dan menjaga kesegaran umbi bawang putih. Kemasan harus bebas dari bahan dan benda asing untuk menjamin kesesuaian penanganan dan pengiriman untuk mempertahankan mutu,” ungkapnya.

Kelas mutu bawang putih terbagi ke dalam tiga bagian yaitu kelas super dengan persyaratan bebas dari kerusakan; kelas 1 dengan kerusakan 10% dari jumlah; serta kelas 2 dengan kerusakan 15% dari jumlah (termasuk kehilangan maksimum 2 siung dalam 1 umbi).

Sementara ruang lingkup SNI 8025 : 2014 Lengkeng menetapkan mutu, ukuran, toleransi, pengmabilan contoh, pengujian, penampilan, penandaan dan pelabelan serta rekomendasi pada buah lengkeng. Standar ini berlaku untuk varietas/tipe komersial lengkeng dari family Sapindaceae yang dipasarkan segar untuk konsumen, setelah penanganan dan pengemasan. Lengkeng untuk kebutuhan industri atau olahan tidak termasuk dalam standar ini.

Dalam SNI 8025:2014, persyaratan umum yang harus dipenuhi adalah utuh dan bertangkai; tampilan segar; layak konsumsi; bersih; bebas dari hama dan penyakit; bebas dari kerusakan akibat suhu rendah dan atau tinggi; bebas dari kelembaban eksternal yang abnormal, kecuali pengembunan sesaat setelah pemindahan dari tempat penyimpanan dingin; bebas dari aroma dan rasa asing; serta buah dipanen setelah mencapai umur panen sesuai karakteristik varietas/tipe komersial dan/atau lokasi tumbuh.

Dalam SNI lengkeng ini juga diatur mengenai kode ukuran buah lengkeng berdasarkan jumlah atau diameter buah. “Sebagai contoh kode ukuran A, jumlah buah per kg kurang dari 85 kg dengan diameter buah lebih besar dari 28 mm, kode B jumlah buah antara 85 – 94 kg ukuran diameter lebih besar dari 27-28 mm, dan lain sebagainya. Itu diatur dalam SNI,” papar Wahyu.

Metode pengujian dalam SNI 8025: 2014 antara lain uji cemaran logam berat yang mengacu pada SNI 2896 dan SNI 4866; dan uji cemaran mikroba. Pada pengemasannya, lengkeng harus dikemas dengan cara yang dapat melindungi buah dengan baik. Bahan yang digunakan di dalam kemasan harus bersih dan memiliki mutu yang cukup untuk mencegah kerusakan eksternal maupun internal buah.

Sama halnya dengan SNI bawang putih, lengkeng harus dikemas dalam kontainer sesuai rekomendasi internasional untuk pengemasan dan pengangkutan buah dan sayuran segar (CAC/RCP 44-1995, Amd.1-2014).

Sebagaimana diketahui, produk Indonesia tidak kalah dengan produk negara lain. Produksi dalam negeri dengan kualitas baik telah di ekspor secara rutin ke negara lain. Komoditas seperti buah manggis pada tahun 2016 secara rutin telah diekspor ke 29 negara. Begitu pula dengan produk ekspor sayuran Indonesia tahun 2016 seperti kubis, sawi dan bunga kol sebesar 40.240 ton dan 77 jenis sayuran lainya telah di ekspor ke Negara Taiwan, Malaysia, Singapura, Thailand dan Belanda.

“Dengan adanya usulan 3 SNI tersebut, diharapkan setelah ditetapkan, bisa segera diterapkan oleh industri hortikultura di Indonesia, mengingat produk hortikultura ini terkait dengan keamanan pangan. Semoga di tahun 2020, 3 usulan Program Nasional Perumusan Standar (PNPS) terkait hortikultura dapat terealisasi untuk mendukung keamanan pangan,” tutup Wahyu.(sul)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *