Headlines

Di Dunia Digital: Posting yang Penting Bukan yang Penting Posting

Tabanan – Banyak yang menyebut dunia digital itu adalah dunia maya berbeda dengan dunia nyata sebab merupakan ruang tanpa batas. Padahal sebenarnya, dunia digital itu tak beda dengan dunia nyata, meski bebas berekspresi tetapi memiliki batasan-batasan norma-norma dan peraturan seperti juga di dunia nyata.

Ni Wayan Winiantari, S.Pd, B. M.Pd, Guru SMK Negeri 2 Tabanan dalam Webinar Literasi Digital wilayah Kabupaten Tabanan, Bali, Senin 6 September 2021, mengatakan bahwa batasan-batasan dalam berekspresi di dunia digital yang perlu dipahami oleh setiap pengguna ruang digital.

Dikatakannya ada begitu banyak tantangan yang harus dihadapi oleh setiap orang menghadapi era digital di media sosial (medsos). “Tantangan menghadapi era digital di medsos berupa berita hoaks, cyber bullying, perundungan terkait SARA. Kita memang boleh bebas berekspresi tapi kita harus tahu kenapa kita harus bisa membatasi diri,” ujar Ni Wayan Winiantari dalam webinar yang dipandu oleh Eddie Bingky ini.

Lebih lanjut dikatakannya bahwa batasan dalam kebebasan berekspresi di dunia digital salah satunya adalah ada pada Undang-Undang nomor 19 tahun 2016 UU ITE sebagai perubahan undang-undang nomor 11 tahun 2008 diharapkan ruang digital dapat menjadi lebih bersih sehat berkah dan produktif.

Meski ada tantangannya tapi dunia digital dalam masyarakat memberi banyak manfaat. Seperti memberikan informasi yang lebih cepat. Selain itu, media sosial memberikan ruang pada setiap orang untuk memposting opini komentar ataupun curahan hati kita baik dalam bentuk tulisan suara maupun gambar dalam beberapa detik.

“Perkembangan media sosial dapat juga dijadikan sebagai perekam atau pencatat sejarah hidup kita. Jika kita memanfaatkan dengan baik maka media sosial kita akan menjadi media sosial yang bermanfaat,” jelasnya.

Manfaat ini, lanjutnya, bisa dilihat dalam bidang pendidikan. Media sosial sebagai tempat memperoleh pengetahuan dan tanpa batas, mempermudah kita berkomunikasi dan memberikan ruang untuk.

Untuk itulah ada batasan-batasan dalam kebebasan berekspresi di dunia digital. Yaitu berpikir sebelum mengunggah, pastikan informasi yang diunggah merupakan hal yang berguna bagi orang lain. Juga ingat untuk tidak mengubah sesuatu yang ilegal atau melanggar ketentuan hukum di Indonesia, biasakan melakukan sesuatu yang hanya yang penting dan unggah sesuatu yang positif. “Usahakan untuk posting yang penting bukan yang penting posting,” katanya. 

Karenanya perlu sikap bijak untuk bermedia sosial. Semisal dengan menyesuaikan penggunaan media sosial dengan kebutuhan dan minat. Selain itu bisa juga degan menggunakan media sosial untuk menggali pengetahuan yang bermanfaat dan sebagai media hiburan yang mendidik. Hal lainnya, media sosial bisa digunakan untuk memperkenalkan sekaligus menjaga budaya kearifan lokal.

Selain itu bijak bermedia sosial bisa dengan menjaga privasi dan tidak dengan mudah memberikan informasi data diri di sosial media. Serta menjaga keamanan akun, membuat kata kunci yang cukup sulit untuk ditebak dan mengubahnya secara berkala dan menghindari hoaks.

Kemudian kita juga tidak boleh mudah percaya dengan berita yang diterima sebelum melakukan klarifikasi dan menyebarkan hal yang positif sekalipun di media sosial yang sifatnya eksklusif.

“Gunakan seperlunya dan tetap gunakan media sosial untuk membantu meningkatkan produktivitas diri dan sadar jika telah mengalami ketergantungan,” katanya. 

Selain Ni Wayan, turut hadir sejumlah pembicara yaitu Grace M Moulina Head of Marketing Communications Financial Company, Nannette Jacobus, Branding Strategist, Relawan Kemanusiaan, Content Creator dan Putri Langi sebagai Key Opinion Leader. 

Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital merupakan rangkaian panjang kegiatan webinar di seluruh penjuru Indonesia. Kegiatan ini menargetkan 10 juta orang terliterasi digital pada tahun 2021, hingga tercapai 50 juta orang terliterasi digital pada 2024.

Kegiatan ini merupakan bagian dari program Literasi Digital di 34 provinsi dan 514 kabupaten dengan 4 pilar utama. Di antaranya Budaya Bermedia Digital (Digital Culture), Aman Bermedia (Digital Safety), Etis Bermedia Digital (Digital Ethics), dan Cakap Bermedia Digital (Digital Skills) untuk membuat masyarakat Indonesia semakin cakap digital.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *