Headlines

Menemukan Konten yang Tidak Disukai di Media Sosial, Bagaimana Cara Menyikapinya?

Halmahera tengah  -Penggunaan media sosial yang semakin masif membuat kita terpapar dengan beragam konten, mulai dari konten gambar, musik, video, hingga teks dengan beragam rupa.
Tidak jarang, konten yang lewat di media sosial tidak sesuai dengan keinginan kita. Jika ini terjadi, bagaimana cara menyikapinya yang tepat ya?
Praktisi komunikasi Arie Erffandy Daswir mengatakan jika menemukan konten yang tidak kita sukai di media sosial, cara paling tepat menyikapinya adalah dengan melewatinya alias tidak memberikan reaksi apapun.
“Ada yang gambar kurang bagus? Atau upload video nyanyi suaranya kita gak suka? Jangan dikasih rating jelek atau malah komentar buruk. Lewati saja, tandanya karyanya bukan buat kita,” tutur Arie, dalam webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 wilayah Kabupaten Halmahera Tengah, Maluku Utara, Selasa (14/9/2021).
Arie mengatakan saat ini, apresiasi terhadap konten masih sangat rendah di Indonesia. Padahal untuk membuat suatu konten atau karya, seseorang perlu mengorbankan waktu dan tenaga.
Ia menyebut setidaknya, ada tiga bentuk apresiasi konten yang buruk, yang masih bisa ditemui saat ini.
Pertama, adalah bullying alias perundungan. Arie mengatakan tidak sedikit netizen yang melakukan bullying ketika melihat konten yang tidak disukainya.
“Penyebab bullying ini bermacam-macam. Ada yang karena tidak suka. Ada juga yang karena ini, melihat orang lain bisa bagus berkarya sementara dia tidak. Atau yang paling parah, hanya mencari sensasi saja, supaya ada engament di konten dia sendiri,” terang Arie.
Arie mengatakan tidak ada kebaikan yang didapat dari bullying. Pembuat konten bisa merasa tertekan ketika dibully, sementara pembully akan terjebak dalam emosi negatifnya.
Masalah kedua adalah plagiarisme alias pembajakan. Pembajakan konten dan karya datang dalam berbagi bentuk, mulai dari membagikan karya orang tanpa izin hingga mengakui karya orang sebagai miliknya sendiri.
“Pembajakan ini sangat merugikan konten kreator. Sudah susah-susah bikin karya, malah dicomot orang, watermark dihapus, diakui bahkan dijual oleh orang tersebut sebagai karyanya sendiri. Ini tidak benar,” papar Arie.
Ketiga adalah pemboikotan. Pemboikotan terjadi ketika ada ajakan dari orang lain untuk memboikot karya konten kreator tersebut.
Di satu sisi, pemboikotan bisa bermanfaat jika yang diboikot adalah pembajak maupun pelaku bullying.
Tapi kalau yang diboikot adalah kreator asli, dan diboikot hanya karena iri atau merasa tersaingi, jangan dilakukan,” paparnya.
Lalu, bagaimana cara terbaik untuk mengapresiasi karya konten kreator? Arie menyebut semudah memberikan komentar baik, mengucapkan terima kasih, atau membagikannya ke orang lain dengan kredit yang sesuai, sudah sangat membantu para konten kreator.
Jikapun ingin menyampaikan saran dan kritik, lakukanlah dengan bahasa yang baik dan sopan.
“Hargai kreator di dunia maya seperti saat kita ingin dihargai orang di dunia nyata. Ingat kita tidak hanya makhluk sosial, tapi juga makhluk Tuhan,” paparnya.
Dalam webinar ini hadir juga Yulia Dian Candra (sosial media specialist, content creator), Rizky Rahmawati Pasaribu (advokat dan managing partner law office), dan Ainun Auliah (key opinion leader).
Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital merupakan rangkaian panjang kegiatan webinar di seluruh penjuru Indonesia. Kegiatan ini menargetkan 10 juta orang terliterasi digital pada tahun 2021, hingga tercapai 50 juta orang terliterasi digital pada 2024.
Kegiatan ini merupakan bagian dari program Literasi Digital di 34 provinsi dan 514 kabupaten dengan 4 pilar utama. Di antaranya Budaya Bermedia Digital (Digital Culture), Aman Bermedia (Digital Safety), Etis Bermedia Digital (Digital Ethics), dan Cakap Bermedia Digital (Digital Skills) untuk membuat masyarakat Indonesia semakin cakap digital.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *