Perang Tarif Ojol Mengkawatirkan, Pemerintah Harus Tegas Tindak Pelanggar
Jakarta- Pemerintah diminta mengambil tindakan tegas kepada aplikator ojek online yang terlibat perang tarif dan promo secara berlebihan karena hal itu bisa berbahaya dan berdampak buruk kepada kelangsungan hidup driver mitra kerja.
Selain itu, jika kondisi tersebut terus berlangsung bisa memengaruhi persepsi konsumen yang sangat sensitif dengan perubahan harga.
Bahkan bila tidak diatur dengan benar, perang promo ojol tersebut diperkirakan melahirkan pasar yang dimonopoli oleh satu pihak tertentu.
Untuk itu, pengamat bisnis dari Institute Teknologi Bandung (ITB), Dina Dellyana meminta pemerintah sebaiknya menerapkan sanksi yang tegas kepada aplikator ojek online jika memberikan promo yang berlebihan kepada customer.
“Dalam penerapan aturan, ada baiknya direvisi dulu, karena masalah tarif sudah diatur di regulasi sebelumnya,” tutur Dellyana, kepada wartawan, Selasa (21/5/2019).
Disebutkan, ketentuan tarif ojek online sebelumnya diatur dalam KP 348 tahun 2019 dan di PM 12 tahun 2019. Namun, aturan tersebut tidak memuat regulasi tentang batasan program promo yang dapat dijalankan oleh operator transpotasi online tersebut.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub Budi Setyadi mengatakan tengah menyiapkan aturan yang berkaitan dengan ojek online termasuk promo tarif.
Lahirnya aturan tersebut guna memperkuat Peraturan Menteri Perhubungan Nomor Nomor PM 12 Tahun 2019 tentang Perlindungan Keselamatan Pengguna Sepeda Motor Yang Digunakan Untuk Kepentingan Masyarakat.
Ketentuan itu juga dalam mendukung Keputusan Menteri Perhubungan (Kepmenhub) Nomor KP 348 tentang Pedoman Perhitungan Biaya Jasa Penggunaan Sepeda Motor Yang Digunakan Untuk Kepentingan Masyarakat Yang Dilakukan Dengan Aplikasi. Pihaknya sudah berkoordinasi dengan lembaga terkait.
“Kemarin kita sudah sering bertemu, begitu satu minggu kita berlakukan kemudian kita juga ada rapat, kita mengundang OJK, BI, KPPU, kita mengundang juga dari Kementerian Komunikasi (Kominfo),” sambungnya.
Predatory pricing
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, perang di industry ojol diketahui mengarah pada praktik predatory pricing berbungkus promo yang terus menerus.
Perilaku persaingan usaha yang tidak sehat tersebut dinilai berpotensi menyingkirkan kompetitor hingga pada akhirnya menciptakan monopoli yang merugikan konsumen.
Aksi perang tarif promo tersebut, Gojek, terpaksa meladeni kompetitornya Grab dalam melayani pasar di Indonesia. Bahkan untuk menghindari perkembangan pasar yang sehat, Gojek sempat disarankan untuk keluar dari zona perang tarif, dan tak terpancing melakukan aksi itu semakin dalam.
Grab diketahui menerapkan tarif promo hingga Rp1 per sekali jalan. Bahkan dalam bentuk lain, subsidi tarif promo yang diberikan kepada konsumen untuk tarif minimum 1-4 kilometer berkisar Rp1.000 hingga Rp3.000.
Budi pernah mengatakan tarif promo tersebut harus mengikuti ketentuan yang telah mereka terbitkan.
“Jadi kalau menyangkut promo, itu tidak boleh melebihi tarif batas bawah secara netto. Tidak boleh lebih rendah dari angka yang sudah kami tentukan,” paparnya, Senin (25/3).