Kebijakan Moneter dan Makroprudensial BI, Dorong Pertumbuhan Ekonomi
Kabardenpasartv.com -Menyusul Pemulihan ekonomi global yang diprakirakan berlanjut dengan dukungan percepatan vaksinasi serta berlanjutnya kebijakan fiskal yang ekspansif, bauran kebijakan Bank Indonesia pada tahun 2022 diarahkan untuk menjaga stabilitas dengan tetap mendukung upaya pemulihan ekonomi nasional (PEN).
Dalam hal ini, kebijakan moneter tahun 2022 akan lebih diarahkan untuk menjaga stabilitas, sementara kebijakan makroprudensial, sistem pembayaran, pendalaman pasar uang, serta ekonomi-keuangan inklusif dan hijau, tetap untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.
Hal itu diungkapkan oleh Kepala Departemen Komunikasi dan Direktur Eksekutif Bank Indonesia Erwin Haryono bahwa ekonomi global tumbuh sesuai prakiraan meski masih dibayangi risiko yang bersumber dari kenaikan kasus Covid-19 varian Omicron.
Juga percepatan normalisasi kebijakan moneter di beberapa bank sentral, dan meningkatnya tensi geopolitik.
“Pemulihan ekonomi global diprakirakan berlanjut didukung oleh percepatan vaksinasi serta berlanjutnya kebijakan fiskal yang ekspansif,” ujar Erwin dalam penyataan resmi Bank Indonesia yang dikutip Selasa 10 Mei 2022.
Dijelaskan juga oleh Erwin, mempertegas pernyataan dalam Pertemuan Tahunan Bank Indonesia 2021 tanggal 24 November 2021, arah bauran kebijakan Bank Indonesia pada tahun 2022 tersebut sebagaimana berikut:
Kebijakan moneter tahun 2022 akan lebih diarahkan untuk menjaga stabilitas sekaligus untuk memitigasi dampak rentetan global dari normalisasi kebijakan di negara maju, khususnya Bank Sentral AS (The Fed).
Juga memperkuat kebijakan nilai tukar Rupiah untuk menjaga stabilitas nilai tukar yang sejalan dengan fundamental ekonomi dan mekanisme pasar. Melakukan normalisasi kebijakan likuiditas dengan tetap memastikan kemampuan perbankan dalam penyaluran kredit/pembiayaan kepada dunia usaha dan partisipasi dalam pembelian SBN untuk pembiayaan APBN.
“Dengan masih tingginya rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) yang saat ini sebesar 35,12%. Normalisasi likuiditas dilakukan dengan menaikkan secara bertahap GWM (Giro Wajib Minimum) Rupiah untuk BUK (Bank Umum Konvensional) saat ini sebesar 3,5%.
Selain itu Bank Indonesia juga terus memperkuat kebijakan makroprudensial akomodatif tahun 2022 untuk meningkatkan kredit/pembiayaan perbankan kepada dunia usaha guna mendukung pemulihan ekonomi nasional dengan tetap turut menjaga stabilitas sistem keuangan.
“Juga memberikan insentif bagi bank-bank yang menyalurkan kredit/pembiayaan kepada sektor prioritas dan pembiayaan inklusif dan/atau bank-bank yang memenuhi target RPIM berupa pengurangan kewajiban GWM harian sampai dengan sebesar 100 bps, mulai berlaku 1 Maret 2022,” imbuh Erwin.
Serta memperkuat implementasi kebijakan Rasio Pembiayaan Inklusif Makroprudensial (RPIM) terutama melalui pemenuhan komitmen bank terhadap target RPIM yang ditetapkan sesuai dengan keahlian dan model bisnis bank.
Dijelaskannya juga, selain itu BI juga melanjutkan kebijakan makroprudensial akomodatif dengan mempertahankan (a) rasio Countercyclical Capital Buffer (CCyB) sebesar 0%, (b) Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM) pada kisaran 84-94% dengan parameter disinsentif batas bawah sebesar 84% sejak 1 Januari 2022, serta (c) rasio Penyangga Likuiditas Makroprudensial (PLM) sebesar 6% dengan fleksibilitas repo sebesar 6%, dan rasio PLM Syariah sebesar 4,5% dengan fleksibilitas repo sebesar 4,5%.
Dan memperkuat kebijakan transparansi suku bunga dasar kredit (SBDK) dengan pendalaman perkembangan spread suku bunga kredit terhadap suku bunga deposito per kelompok bank.
Bank Indonesia juga akan melanjutkan akselerasi digitalisasi sistem pembayaran untuk mendorong pemulihan ekonomi serta ekonomi dan keuangan yang inklusif dan efisien.
Transaksi ekonomi dan keuangan digital berkembang pesat seiring meningkatnya akseptasi dan preferensi masyarakat dalam berbelanja daring, perluasan dan kemudahan sistem pembayaran digital, serta akselerasi digital banking. Pada Januari 2022, nilai transaksi uang elektronik (UE) tumbuh 66,65% (yoy) mencapai Rp34,6 triliun dan nilai transaksi digital banking meningkat 62,82% (yoy) menjadi Rp4.314,3 triliun.
Nilai transaksi pembayaran menggunakan kartu ATM, kartu debet, dan kartu kredit juga mengalami pertumbuhan 14,39% (yoy) menjadi Rp711,2 triliun.
Selanjutnya transaksi QRIS terus meningkat sejalan dengan akseptasi masyarakat, baik nominal maupun volume, masing-masing meningkat sebesar 290% (yoy) dan 326% (yoy).
Bank Indonesia terus mendorong inovasi sistem pembayaran serta menjaga kelancaran dan keandalan sistem pembayaran. Bank Indonesia mendorong kepada peserta BI-FAST untuk melakukan perluasan layanan BI-FAST dan melanjutkan pengembangan BI-FAST fase 1 tahap 2.
Di samping itu, Bank Indonesia akan melanjutkan uji coba QRIS antar negara dengan Thailand dan Malaysia serta menjajaki perluasan kerja sama QRIS antar negara di kawasan. Bank Indonesia juga terus memperkuat sinergi dan kolaborasi dengan Kementerian/Lembaga untuk akselerasi Percepatan dan Perluasan Digitalisasi Daerah (P2DD). (*)