Hati-hati Dampak Sharenting, Bisa Berujung Eksploitasi Anak!

0

Yakuhimo – Media sosial kerap dimanfaatkan masyarakat untuk berbagi kegiatan sehari-hari. Bagi orangtua, media sosial juga dapat menjadi album digital tempat menyimpan dan membagikan foto serta video pertumbuhan anak-anak.

Tapi ingat, jangan sampai kebablasan hingga terjangkit sharenting. Dijelaskan oleh social media specialist Yulia Dian, sharenting berasal dari dua suku kata yaitu share, yang berarti membagikan dan parenting, yang berarti orangtua.

Dalam praktiknya, sharenting kerap dibarengi dengan pemahaman literasi digital yang rendah hingga dapat berujung pada praktik eksploitasi anak.

“Sharenting yang buruk itu ketika orangtua melakukan share secara berlebihah. Apalagi praktik sharenting tidak dibarengi dengan pemahaman literasi digital yang dapat berujung pada eksploitasi anak,” kata Yulia saat berbicara dalam acara webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 wilayah Yakuhimo, Papua, Rabu (4/8/2021).

Yulia mengatakan, ada beberapa alasan mengapa orangtua melakukan sharenting. Salah satunya adalah membutuhkan validasi.

“Orangtua baru membutuhkan validasi dan apresiasi atas apa yang mereka lakukan di dunia nyata lewat media sosial,” tambahnya.

Alasan lain orangtua melakukan sharenting adalah, dengan memposting konten dan informasi terkait anak, orangtua membutuhkan feedback serta nasihat. “Tujuan lain posting foto anak dengan tujuan untuk mendisiplinkan mereka di depan publik.”

Selain itu, Yulia juga membagikan beberapa tanda orangtua telah terjangkit sharenting. Tanda tersebut adalah tidak ada lagi privasi; jadi mudah terpancing saat disebut oversharing; ponsel selalu siap abadikan momen anak; dan unggahan media sosial hanya tentang orangtua dan anak saja.

Padahal, lanjutnya, sharenting bisa memiliki efek negatif seperti rasa iri sesama orangtua dengan anak.

“Efek sharenting itu bisa rasa iri jika postingan mengadung barang mahal sehinhha menimbulkan kecemburuan sosial,” lanjutnya.

Selain itu, efek negatif lain sharenting adalah bocornya beberapa informasi detail anak, orang asing yang jadi mengenal anak, foto dan video anak yang dapat diambil orang lain tanpa diketahui dan berpotensi menjadi korban pedofilia, adanya potensi digital kidnapping, risiko pembulian karena jejak digital anak serta kemungkinan anak akan protes karena orangtua tidak menjaga privasinya.

Selain Yulia Dian, hadir pula dalam acara webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 wilayah Yakuhimo yaitu Head of Marketing Communications Financial Company yaitu Grace Moulina dan Founder Highland Roastery Yafeth Wetipo.

Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital sendiri merupakan rangkaian panjang dalam kegiatan webinar yang dilakukan di seluruh penjuru Indonesia. Kegiatan ini menargetkan 10.000.000 orang terliterasi digital pada tahun 2021, hingga tercapai 50 juta orang terliterasi digital pada 2024.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *