Pakar Ungkap Tantangan Menjaga Toleransi di Dunia Digital
Biak Numfor Papua – Toleransi atau sikap saling menghormati dan menghargai antarkelompok atau antarindividu dalam masyarakat, menjadi salah satu kunci terwujudnya perdamaian di sekitar lingkungan kita tinggal.
Hanya saja, perkembangan teknologi dan derasnya arus informasi yang begitu masif, menuntut semua kelompok memiliki sikap toleransi yang makin erat.
Itu terjadi karena banyaknya informasi berisi hasutan yang dibagikan bisa jadi tidak benar atau hanya setengah benar, yang pada akhirnya bisa menimbulkan praduga dan perpecahan.
Dikatakan oleh Yemima Marcela Msiren, komisioner, terdapat beberapa tantangan dalam meningkatkan sikap toleransi di dunia digital.
Tantangan tersebut di antaranya kecepatan arus informasi, menurunnya kepercayaan masyarakat, lambannya penegakan hukum, paham radikal yang terus berkembangan serta adanya prasangka sosial.
“Media sosial, media digital juga telah menjadi sarana penyebaran informasi berita hoaks, teror, sikap apatis dan individualis masyarakat,” kata Yemima saat berbicara dalam acara webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 wilayah Biak Numfor, Papua, Selasa (10/8/2021).
Untuk itu ia menekankan pentingnya penegakan hukum yang tepat, serta sosialisasi UUD 1945 dan Pancasila. Selain itu, lanjutnya, penting untuk membentuk komunitas online, untuk sama-sama belajar menerapkan etika digital.
Setali tiga uang dengan Yemima, kreator konten media sosial, Nannette Jacobus mengatakan bagaimana platform di dunia digital memiliki sisi positif dan negatif yang harus masyarakat ketahui.
Dalam kesempatan yang sama, Nannette mengatakan informasi digital memiliki kemampuan menyebar lebih cepat, dengan jangkauan yang lebih luas.
“Di media sosial, kita bisa menjangkau siapa pun bicara dengan siapa pun. Hal itu akhirnya membuktikan media sosial memiliki jangkauan yang luas hampir tidak ada limit, kalau digunakan positif, efeknya bisa positif. Tapi kalau tanpa bertanggung jawab, efek kerusakannya juga akan sangat besar,” kata Nannette.
Apabila informasi yang disebarkan dalam dunia digital adalah hal keliru yang akan memiliki dampak negatif, maka dampak kerusakannya juga akan sangat luas.
“Efek negatifnya juga bisa menjangkau orang lebih banyak, lebih luas, lebih cepat,” tambah Nannete.
Untuk itu, sangat penting bagi masyarakat untuk selalu berhati-hati menggunakan media sosial agar terhindar dari menyebarkan informasi keliru yang dapat menimbulkan perpecahan.
“Kita harus berhati-hati jangan sampai informasi yang kita sebarkan di media sosial akan berdampak buruk,” pungkasnya.
Selain Yemima Marcela Msiren dan Nannette Jacobus, hadir juga pembicara lain, yaitu Putri Langi dan Sofia Sari Dewi, desainer dan pegiat literasi.
Webinar Literasi Digital wilayah Biak Numfor, Papua, merupakan bagian dari sosialisasi Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 yang diselenggarakan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika bekerjasama dengan Siberkreasi. Kegiatan ini merupakan bagian dari program Literasi Digital di 34 Provinsi dan 514 Kabupaten dengan 4 pilar utama. Di antaranya Budaya Bermedia Digital (Digital Culture), Aman Bermedia (Digital Safety), Etis Bermedia Digital (Digital Ethics), dan Cakap Bermedia Digital (Digital Skills) untuk membuat masyarakat Indonesia semakin cakap digital.