Headlines

Tipe-Tipe Netizen: Dari Si Tukang Kompor Hingga Si Tukang Promosi

Manggarai Timur  -Masyarakat Indonesia dikenal sebagai warga yang sangat ramah tamah di seluruh dunia, jargon ini sudah digaung-gaungkan sejak dulu kala. Tetapi faktanya saat media sosial bermunculan, warganet di Indonesia malah dikenal paling tidak sopan. Hal ini diketahui dari hasil survei sebuah perusahaan teknologi komunikasi informasi terpercaya kelas dunia.
Itulah mengapa, setiap pengguna internet khususnya media sosial harus pandai-pandai berlaku bijak dalam berinteraksi di ranah digital.
Seperti yang dikatakan Lily Jasmine, seorang general manager dalam Webinar Literasi Digital wilayah Kabupaten Manggarai Timur, Nusa Tenggara Timur, Jumat 10 September 2021, bahwa netizen di Indonesia dikenal dengan keberagaman jenisnya, sehingga membuat dunia medsos menjadi ramai.
“Ada beberapa tipe netizen dalam memberikan komentar, ada yang hanya tukang like saja. Suka nge-like komentar dari orang sepaham pendapatnya.Tidak suka komentar sendiri dan malas berdebat dengan orang yang berbeda paham atau pendapat,” ujar Lily dalam webinar yang dipandu oleh Jhoni Chandra ini.
Selain itu ada juga netizen dengan tipe bijak, memberi komentar berdasarkan kata kata bijak dari orang yang berpengaruh atau dari buku yang pernah mereka baca dan selalu memberikan komentar yang positif.
Nah yang jadi masalah adalah netizen si tukang kompor yang suka memberi komentar yang panas dan heboh, sehingga membuat netizen yang lain yang awalnya tidak komentar menjadi ikut berkomentar sehingga terjadi perang di dunia maya.
“Ada lagi tipe tukang promosi, suka promosi barang dagangannya dan promosi di akun orang lain ,tidak peduli apapun suasananya yang penting promosi dan jualan. Sementara ada tipe pendamai atau media yang muncul ketika ada perang komentar untuk menasehati atau menengahi para komentator agar tidak berlanjut,” beber Lily.
Yang sangat berbahaya juga adalah jenis netizen si malas baca yang hanya membaca HEAD LINE,malas baca isi dalam beritanya lalu langsung komentar. Alhasil komentarnya tidak nyambung dan melenceng dari topik. Ada lagi tipe di tukang Komen yang selalu memberi komentar sesuai dengan perasaan dan keinginannya. Tidak peduli benar atau salah, yang penting komen dulu.
Setelah kita memahami tipe netizen dan introspeksi yang mana yang menjadi tipe kita, kita juga harus mengetahui risiko yang akan kita terima jika kita tidak bisa menahan jari kita untuk mengetik komentar.
“Tahan jari Anda sebelum mengetik komentar. Menurut UU ITE NO 11/2008, ada beberapa komentar di media sosial yang bisa menimbulkan pidana dan dijatuhkan hukuman,” bebernya juga.
Dalam undang-undang itu ada sejumlah komentar yang harus kita hindari agar tak berujung masalah hukum. Diantaranya adalah Menghina Pemerintah, Menghina dan mencemari nama baik orang lain, Komentar kesusilaan, Hoax, SARA dan Komentar Ancaman.
Karena ancaman hukuman penjara paling lama 6 tahun dan denda paling banyak 1 miliar dan biasanya tersangka langsung ditahan oleh pihak kepolisian. Untuk itu sebelum berkomentar dipikir dulu jangan sampai kita adalah tindak pidana yang disebutkan.
Karenanya berikut tips yang perlu Anda ketahui sebelum mengetik komentar:

  1. Berilah komentar sesuai konteks.
  2. Apakah kita mengetahui faktanya?
    Karena kita ingin terlihat keren,up to date kita langsung memberikan komentar tanpa mengecek dulu kebenarannya.
  3. Apakah komentar kita bermanfaat?
    Apakah komentar kita memberikan informasi inspiratif pada orang lain,kalau komentar kita tidak bermanfaat dan tidak memberikan inspirasi lebih baik kita tidak.
  4. Apakah komentar kita baik?
    Selain Lily, pembicara lain adalah Andrew Paulo, forex trader, Markus Makur, wartawan Kompas, dan Fitriyani sebagai Key Opinion Leader.
    Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital merupakan rangkaian panjang kegiatan webinar di seluruh penjuru Indonesia. Kegiatan ini menargetkan 10 juta orang terliterasi digital pada tahun 2021, hingga tercapai 50 juta orang terliterasi digital pada 2024.
    Kegiatan ini merupakan bagian dari program Literasi Digital di 34 provinsi dan 514 kabupaten dengan 4 pilar utama. Di antaranya Budaya Bermedia Digital (Digital Culture), Aman Bermedia (Digital Safety), Etis Bermedia Digital (Digital Ethics), dan Cakap Bermedia Digital (Digital Skills) untuk membuat masyarakat Indonesia semakin cakap digital.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *